Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Apakah Dalil Zakat Perdagangan?

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (keluarkanlah zakat) dari hasil usaha kalian yang baik-baik…(Q.S al-Baqoroh ayat 267)

Mujahid rahimahullah menafsirkan hasil usaha yang baik itu sebagai perdagangan dan beliau juga menyatakan:

 لَيْسَ فِي الْجَوْهَرِ، وَاللُّؤْلُؤِ، وَأَشْبَاهِ ذَلِكَ زَكَاةٌ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ اشْتُرِيَ لِلتِّجَارَةِ

Pada permata, mutiara, dan semisal itu tidak terkena zakat. Kecuali jika dibeli dengan niatan dijual (untuk menghasilkan laba) (riwayat al-Qosim bin Sallaam dalam kitab al-Amwaal dengan sanad yang shahih)

Al-Imam al-Bukhari berdalil dengan ayat ini dalam Bab Shodaqotul Kasbi wat Tijaroh (Zakat Penghasilan dan Perdagangan) dalam Kitabuz Zakaah Shahih al-Bukhari

Apakah Ada Atsar dari Sahabat Nabi tentang Zakat Perdagangan?

Ya. Berikut ini beberapa atsar dari Sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka-:

Abdurrahman bin Abdil Qori rahimahullah menyatakan:

كُنْتُ عَلَى بَيْتِ الْمَالِ زَمَنَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَكَانَ إِذَا خَرَجَ الْعَطَاءُ جَمَعَ أَمْوَالَ التُّجَّارِ، ثُمَّ حَسَبَهَا شَاهِدَهَا وَغَائِبَهَا، ثُمَّ أَخَذَ الزَّكَاةَ مِنْ شَاهِدِ الْمَالِ عَلَى الشَّاهِدِ وَالْغَائِبِ

Aku pernah menjaga Baitul Maal di zaman Umar bin al-Khoththob. Jika akan keluar pemberian (dari Baitul Maal itu), beliau mengumpulkan harta-harta para pedagang. Kemudian beliau memperhitungkan harta yang ada maupun yang belum dihadirkan. Kemudian beliau mengambil zakat dari harta yang ada (dihadirkan) terhadap harta yang dihadirkan maupun yang belum dihadirkan (riwayat al-Qosim bin Sallaam dalam kitab al-Amwaal)

Atsar di atas menunjukkan perbuatan Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu yang menerapkan zakat perdagangan kepada para pedagang untuk dimasukkan dalam Baitul Maal.

Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhuma menyatakan:

لَيْسَ فِي الْعُرُوضِ زَكَاةٌ إِلَّا مَا كَانَ لِلتِّجَارَةِ

Tidak ada zakat bagi suatu barang kecuali yang diperjualbelikan (riwayat al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro)

Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menyatakan:

لَا بَأْسَ بِالتَّرَبُّصِ حَتَّى يَبِيعَ، وَالزَّكَاةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْهِ

Tidak mengapa menunggu hingga barang terjual, dan zakat menjadi wajib atasnya (dinukil oleh al-Qosim bin Sallam dalam al-Amwaal)

Apakah Ada Perbedaan Pendapat Ulama tentang Kewajiban Zakat Perdagangan?

Ada perbedaan pendapat Ulama tentang apakah zakat perdagangan ada, atau tidak.

Pendapat pertama: Diwajibkan zakat perdagangan jika telah terpenuhi syaratnya. Ini adalah pendapat dari Sahabat Nabi Umar bin al-Khoththob, Ibnu Umar. At-Thohawiy dan Ibnu Abdil Bar menyatakan bahwa tidak ada para Sahabat Nabi lain yang menyelisihinya. Ini juga pendapat mayoritas Ulama dari 4 madzhab fiqh.

Pendapat kedua: Tidak diwajibkan zakat perdagangan. Karena tidak ada hadits shahih marfu’ yang tegas mewajibkannya. Ini adalah pendapat dari adz-Dzhahiriyyah seperti Ibnu Hazm. Diikuti oleh al-Imam asy-Syaukaniy dan Syaikh al-Albaniy.

Insyaallah pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat pertama. Karena hal itu termasuk Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diperintahkan Nabi untuk diikuti. Wallaahu A’lam

Apakah Syarat Kewajiban Zakat Perdagangan?

Ibnul Mulaqqin rahimahullah menyatakan:

فَشُرُوْطُ وُجُوْبِ الزَّكَاةِ فِي عُرُوْضِ ‌التِّجَارَةِ: بُلُوْغُ النِّصَابِ، وَتَمَامُ الْحَوْلِ، وَنِيَّةُ ‌التِّجَارَةِ حَالَ الشِّرَاءِ، وَأَنْ تَكُوْنَ الْأَمْوَالَ صَالِحَةً لِنِيَّةِ ‌التِّجَارَةِ

Syarat kewajiban zakat perdagangan:

  1. Tercapai nishobnya
  2. Mencapai setahun (hijriyah)
  3. Niat diperdagangkan (dicari laba hasil penjualan) sudah muncul saat dibelinya
  4. Termasuk harta yang boleh diniatkan sebagai perdagangan

(al-I’laam bi Fawaaidi Umdatil Ahkaam 5/56)

Nishob boleh menggunakan nishob emas atau perak. Namun dianjurkan nishob yang memihak pada orang miskin (terendah, yaitu perak sebesar 595 gram). Sebagaimana disebutkan dalam fatwa al-Lajnah ad-Daaimah dan penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah.

Apakah Bangunan Toko, Alat Produksi, Etalase, dan Kendaraan Operasional Toko Harus Dikeluarkan juga Zakatnya?

Tidak. Karena itu termasuk harta yang kita gunakan sendiri. Bukan uang atau barang dagangan yang diputar dalam penjualan. Tidak terkena zakat. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ

Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim pada hamba sahaya maupun kudanya (H.R Muslim dari Abu Hurairah)

Bagaimanakah Cara Menghitung Zakat Perdagangan?

Maimun bin Mihran rahimahullah –seorang tabi’i- menyatakan:

إِذَا حَلَّتْ عَلَيْكَ الزَّكاةُ؛ فَانْظُرْ مَا كَانَ عِنْدَكَ مِنْ نقْدٍ أَوْ عَرَضٍ لِلْبَيْعِ، فَقَوِّمْه قِيْمَةَ النَّقْدِ، وَمَا كَانَ مِنْ دَينٍ فيِ مَلاءةٍ فَاحْسِبْهُ، ثُمَّ اطْرَحْ مِنْهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ دَيْنٍ، ثُمَّ زكِّ ما بَقِيَ

Jika telah sampai ketentuan zakat, lihatlah milikmu berupa uang atau barang dagangan. Hitunglah dalam nominal uang. Apabila ada piutang yang akan dibayarkan, perhitungkanlah. Kemudian kurangilah dari utang yang menjadi tanggunganmu. Kemudian zakatkanlah uang (untuk berdagang) dan barang dagangan yang tersisa (riwayat al-Qosim bin Sallaam dalam kitab al-Amwaal)

Sehingga, Rumus Zakat Perdagangan adalah sebagai berikut:

((Uang Dagang + Nominal Barang Dagangan + Piutang Dagang) – Utang Dagang ) x 2,5%

Hitungan 2,5% adalah sesuai zakat pada emas, perak, dan uang. Karena barang dagangan itu dinominalkan ke uang.

Bisakah Dicontohkan Secara Riil Cara Menghitung Zakat Perdagangan Suatu Toko?

Misalkan sebuah toko yang menjual kain telah beroperasi selama setahun hijriyah dari bulan Syawwal tahun lalu ke bulan Syawwal tahun ini. Uang operasional toko yang ada sebesar 20 juta rupiah. Sedangkan barang-barang kain yang tersedia total nominalnya sebesar 100 juta rupiah. Toko ini memiliki piutang dagang sebesar 5 juta rupiah. Memiliki utang modal sebesar 10 juta rupiah.

Rumus Zakat Perdagangan: ((Uang Dagang + Nominal Barang Dagangan + Piutang Dagang) – Utang Dagang ) x 2,5%

= (( Rp 20.000.000,- + Rp 100.000.000,- + Rp 5.000.000,-) – Rp. 10.000.000, -) x 2,5 %

= ( Rp 125.000.000,- – Rp. 10.000.000,- ) x 2,5 %

= ( Rp 115.000.000,-) x 2,5 %

= Rp. 2.875.000,-

Jadi, zakat yang dikeluarkan adalah Rp 2.875.000,- (Dua juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)

Pemilik toko tersebut terkena kewajiban zakat karena melampaui nishob baik nishob perak (595 gr) ataupun nishob emas (85 gr)

Bagaimana dengan Piutang yang Sulit Dicairkan?

Para Ulama membagi piutang itu menjadi 2 macam:

Pertama: Piutang yang mudah dicairkan. Kapan saja ditagih akan segera diberikan. Ini terkena zakat tiap tahun.

Kedua: Piutang yang sulit dicairkan. Bisa jadi karena orang yang dipinjami kesulitan untuk membayarnya, atau karena orang yang dipinjami itu termasuk orang yang dzhalim. Meski sudah punya uang tapi utangnya tidak segera dibayar. Piutang yang jenis kedua ini tidak terkena zakat selama uangnya belum diterima. Namun apabila kemudian piutang ini terbayar setelah bertahun-tahun, maka dikeluarkan zakatnya apabila lebih dari nishob untuk pembayaran 1 tahun saja.

Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (6/27).

Barang-Barang Dagangan Ada yang Baru Laku Setelah Bertahun-tahun, Bagaimana Zakatnya?

Al-Imam Malik rahimahullah membagi jenis barang dagangan itu ada 2.

Pertama: Barang yang cepat perputarannya. Dalam setahun bisa jadi laku berkali-kali. Ini diterapkan zakat tiap tahun.

Kedua: Barang yang baru laku setelah lebih dari setahun. Ini ditunggu lakunya, baru dikenakan zakat. Sebagaimana ucapan Ibnu Abbas.

Al-Malik bin Anas rahimahullah menyatakan:

فِي الْمَالِ الَّذِي يُدَارُ لِلتِّجَارَةِ، وَلَا يَنِضُّ لِصَاحِبِهِ مِنْهُ شَيْءٌ تَجِبُ فِيهِ الزَّكَاةُ

Harta yang berputar dalam perdagangan yang tidak bersisa pada pemiliknya, wajib untuk dikeluarkan zakatnya

وَأَمَّا الْعُرُوضُ الَّتِي تَكُونُ عِنْدَ صَاحِبِهَا سِنِينَ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ فِيهَا شَيْءٌ حَتَّى يَبِيعَهَا

Adapun barang dagangan yang mengendap di pemiliknya bertahun-tahun, tidaklah dikeluarkan zakatnya hingga ia terjual (al-Amwaal karya al-Qosim bin Sallaam 1/522)


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan