Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Sasaran Zakat Fithri Ditujukan Bagi Faqir Miskin Muslimin Saja

Sahabat Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

“Rasulullah shallahu alaihi wasallam telah menyatakan hukum fardhu (wajib) pada zakat fithri sebagai bentuk pembersihan bagi orang yang berpuasa dari (perbuatan serta ucapan) sia-sia dan kotor, sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat (ied), itulah zakat yang diterima. Sedangkan bagi yang menunaikannya setelah sholat (ied), itu hanya ternilai sebagai salah satu jenis sedekah (biasa saja).”

(HR Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Ibnu Qudamah, An Nawawi dan Al Albani rahimahumullah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika membantah sebagian asumsi bahwa semua golongan penerima zakat mal (harta) berhak juga menerima zakat fithri di antaranya beliau menjelaskan bahwa memberi makanan pokok bukanlah kebutuhan mendesak pada golongan selain fakir-miskin, lalu beliau menyatakan,

ﻭاﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻣﻨﺰﻫﺔ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ اﻷﻓﻌﺎﻝ اﻟﻤﻨﻜﺮﺓ اﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺮﺿﺎﻫﺎ اﻟﻌﻘﻼء، ﻭﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻬﺎ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺳﻠﻒ اﻷﻣﺔ ﻭﺃﺋﻤﺘﻬﺎ. ﺛﻢ ﻗﻮﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ، ﻧﺺ ﻓﻲ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺣﻖ ﻟﻠﻤﺴﺎﻛﻴﻦ

“Syariat ini tentu terhindarkan dari tindakan mungkar (tidak tepat sasaran-pen) yang tidak bisa diterima orang-orang berakal. Juga hal itu belum pernah dilakukan oleh salah seorangpun dari generasi (salaf) terdahulu dari umat ini, tidak pula para imam mereka. Kemudian selain itu sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam; (yang maknanya) ‘sebagai makanan bagi orang-orang miskin’ jelas menjadi sumber hukum (nash) bahwa hal itu memang merupakan hak (terbatas) bagi orang-orang miskin.” (Al Fatawa Al Kubro 2/492)

Murid beliau Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah, dikutip pernyataan beliau dalam Zadul Ma’ad oleh Syaikh Al Albani rahimahumullah,

ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﻫﺪﻳﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗﺨﺼﻴﺺ اﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﺼﺪﻗﺔ

“Dan merupakan bagian petunjuk beliau shallallahu alaihi wasallam, tindakan mengkhususkan jenis shadaqah (zakat fithri) ini hanya bagi kalangan miskin (saja)…” (Tamamul Minnah 1/388)

Muhammad Asyrof yang lebih dikenal dengan sebutan Al Adzim Abadi rahimahullah menegaskan pula,

وطعمة: بضم الطاء وهو الطعام الذي يؤكل. وفيه دليل على أن الفطرة تصرف في المساكين دون غيرهم من مصارف الزكاة

“Adapun Thu’mah dengan harokat dhommah pada huruf tho’ yaitu makanan pokok yang dikonsumsi. Dan padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa (zakat) fitrah dibagikan hanya kepada orang-orang miskin tidak bagi selain mereka dari (7 golongan lain) para sasaran penerima zakat (harta).” (‘Aunul Ma’bud 5/3)


Beberapa artikel terkait yang semoga bermanfaat:


Sementara agama kaum miskin yang menjadi sasaran distribusi juga dibatasi. Menurut pendapat yang kuat dari perbedaan pendapat ulama, sasarannya hanya bagi kalangan ekonomi lemah dari kaum muslimin saja, tidak berlaku untuk penganut agama lainnya.

Walaupun sebagian ulama ada yang berpandangan bolehnya memberikan zakat fithr kepada kafir dzimmi (non muslim di wilayah negara muslim yang terikat untuk tunduk dengan aturan hukum Islam), dengan mengacu kepada riwayat Abu Ishaq dari seorang Tabi’i Abu Maisarah bahwa beliau rahimahullah diduga berkata,

ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺠﻤﻌﻮﻥ ﺇﻟﻴﻪ ﺻﺪﻗﺔ اﻟﻔﻄﺮ ﻓﻴﻌﻄﻴﻬﺎ ﺃﻭ ﻳﻌﻄﻲ ﻣﻨﻬﺎ اﻟﺮﻫﺒﺎﻥ

“Dulu (para sahabat) biasa mengumpulkan zakat fithri kepada beliau -shallallahu alaihi wasallam- lalu beliau memberikannya atau memberikan sebagiannya kepada para pendeta (Yahudi).” (HR Abu ‘Ubaid 613/1996 dan Ibnu Zanjawaih 1276)

Syaikh Al Albani rahimahullah menilai,

ﻓﻬﻮ ﻣﻊ ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻘﻄﻮﻋﺎ ﻣﻮﻗﻮﻓﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﻣﻴﺴﺮﺓ ﻭاﺳﻤﻪ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﻋﻨﻪ ﻷﻥ ﺃﺑﺎ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻫﻮ اﻟﺴﺒﻴﻌﻲ ﻣﺨﺘﻠﻂ ﻣﺪﻟﺲ ﻭﻗﺪ ﻋﻨﻌﻨﻪ ﻭﻳﺆﻳﺪ اﺧﺘﺼﺎﺹ ﺯﻛﺎﺓ اﻟﻔﻄﺮ ﺑﺎﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻤﺘﻘﺪﻡ: “…ﻭﻃﻌﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺎﻛﻴﻦ” ﻓﺈﻥ اﻟﻈﺎﻫﺮ ﻣﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﺃﺭاﺩ ﻣﺴﺎﻛﻴﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻻ ﻣﺴﺎﻛﻴﻦ اﻷﻣﻢ ﻛﻠﻬﺎ. ﻓﺘﺄﻣﻞ

“Hadits tersebut dalam kondisi (sanadnya) terputus (maqthu’) hanya berhenti sampai pada Abu Maisarah saja, yang nama beliau ‘Amr bin Syarahbil. Juga tidaklah (sanad itu) shahih dari beliau, karena Abu Ishaq yang dimaksud adalah As Subay’iy dikategorikan mukhtalath (banyak tercampur riwayatnya), mudallis (suka menyembunyikan perawi perantara) dan telah melakukan ‘an’anah (menyandarkan kepada perawi lebih senior tanpa memastikan perawi perantaranya).

Sedangkan pengkhususan zakat fithri hanya bagi sasaran muslimin adalah hadits (Ibnu Abbas) sebelumnya; ‘dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.’ Sehingga yang tampak (secara konteks)nya bahwa yang dimaksudkan adalah kalangan miskin dari muslimin, bukan miskin dari kalangan umat-umat seluruhnya. Hendaklah direnungkan.” (Tamamul Minnah 1/389)

Wal’ilmu ‘indallah


Penulis: Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan