Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Berdamai atau bercerai? Kala pertanyaan semacam ini diajukan kepada pasangan suami-istri yang sedang berseteru, bisa jadi perceraian lebih mereka pilih.

Sedangkan Allah Rab Yang Menciptakan kedua belah pihak, telah memilihkan solusi yang lebih baik. Cobalah kita simak Firman-Nya berikut!

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian dengan sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir (enggan mengalah). Dan jika kalian bergaul dengan isteri kalian secara baik dan menjaga diri kalian (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS An Nisa’: 128)

Al Baghowi rahimahullah menyebut makna nusyuz yang menjadi pemicu keretakan rumah tangga di atas sebagai perasaan benci (بغضا).

Sementara merujuk kaedah masyhur dalam bidang tafsir dan ulumul quran di sisi mayoritas ulama, sebagaimana dipaparkan Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah (dalam tafsir ayat lainnya),

ﻓاﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﻌﻤﻮﻡ اﻟﻠﻔﻆ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻲ اﻷﺻﻮﻝ ﻭاﻟﻔﺮﻭﻉ

“Sehingga pelajaran yang diambil mencakup keumuman redaksi kalimatnya, menurut mayoritas ulama, dalam bidang prinsipil maupun cabang-cabangnya.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 3/19)

Jadi kitapun patut berkesimpulan pula bahwa perdamaian itu adalah kesudahan yang lebih baik dalam seluruh perselisihan. Tidak terbatas pada perselisihan pasangan rumah tangga semata, namun luas mencakup berbagai macam pertikaian, sengketa, permusuhan bahkan peperangan.


Artikel yang semoga bermanfaat pula: Keutamaan dan Bentuk Perdamaian


Al’ Allamah Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi ketika menyebutkan sekian masalah ilmiah yang terkandung dari ayat di atas beliau rahimahullah menjelaskan pada poin ke-5;

قوله تعالى: وَالصُّلْحُ خَيْرٌ، لفظ عام مطلق يقتضي أن الصلح الحقيقي الذي تسكن إليه النفوس ويزول به الخلاف خير على الإطلاق . ويدخل في هذا المعنى جميع ما يقع عليه الصلح بين الرجل وامرأته في مال أو وطء أو غير ذلك . خير أي خير من الفرقة ؛ فإن التمادي على الخلاف والشحناء والمباغضة هي قواعد الشر ، وقال عليه السلام في البغضة : إنها الحالقة يعني حالقة الدين لا حالقة الشعر

“Firman Allah Ta’ala:

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ

‘Perdamaian lebih baik.’ 

Merupakan kalimat umum sekaligus bersifat mutlak (tanpa batasan). Berkonsekwensi bahwa perdamaian yang hakiki, yang dapat menyebabkan jiwa tentram, sekaligus melenyapkan perselisihan, jelas lebih baik secara mutlak. Masuk dalam ruang lingkup makna ini semua (perselisihan) yang terjadi upaya perdamaian antar suami dan istrinya, tentang urusan harta, hubungan intim, maupun yang lainnya.

Lebih baik, maksudnya lebih baik dibandingkan perceraian. Karena tetap bersikukuh dalam perselisihan, permusuhan dan saling membenci merupakan kaedah yang buruk. Sedangkan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda tentang sikap membenci (sesama muslim-pen);

إنها الحالقة

Sesungguhnya hal itu berlaku sebagai pemotong.

Yaitu memotong agama, bukan sekadar memotong rambut.”

(Al Jami’ li Ahkam Al Quran 5/406)


Artikel Lain yang Semoga Juga Bermanfaat: Merajut Ukhuwwah Karena Allah


Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah telah menegaskan kesimpulan tersebut,

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ؛ هذه جملة عامة في كل شيء، في الحقوق الزوجية وحقوق الرحم وحقوق المصاهرة وحقوق الجوار وحقوق المعاملة، كل شيء، الصلح خير، وهنا لم يقل: الصلح بينهما لإفادة العموم، يعني أن الصلح في كل شيء خير من عدمه، ومن المعلوم أن الصلح قد يتصور الإنسان أن فيه غضاضة عليه، فلهذا قال: ﴿وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ﴾، يعني أنه عند النزاع وطلب المصالحة تكون الأنفس شحيحة

كل نفس تريد أن يكون الصلح في جانبها وفي مصلحتها، وكأن الله يقول: دعوا هذا الشح الذي أحضرته الأنفس واطلبوا الخير في المصالحة، ولهذا نجد أنه إذا تعقدت الأمور بين شخصين وأردنا أن نصلح نجد أن كل واحد منهما يركب رأسه ويأبى أن يتنازل إلا بعد جهد جهيد

‘Perdamaian itu jelas lebih baik‘, kalimat ini berlaku umum mencakup berbagai perkara. Dalam (menengahi perselisihan) hak-hak pasangan (suami-istri), hak-hak kerabat dari nasab, hak-hak kerabat akibat perkawinan, hak-hak bertetangga, hak-hak hubungan sosial, dalam segala sesuatu; perdamaian itu lebih baik.

Hanya saja dalam konteks (ayat yang berbicara tentang masalah rumah tangga-pen) ini tidak dikatakan: perdamaian antara kedua pasangan berdasarkan keumuman kandungannya. (Namun sebaliknya) yaitu bahwa perdamaian dalam berbagai masalah lebih baik daripada tidak berdamai.

Dan sudah dimaklumi bahwa perdamaian dalam gambaran sebagian pihak dapat menyebabkan kerendahan dirinya. Karenanyalah Allah berfirman:

وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ

‘walaupun manusia itu secara tabiatnya kikir (tidak mau mengalah).’

Maksudnya bahwa dalam perselisihan, upaya perbaikan hubungan sulit diberikan oleh jiwa-jiwa yang bertikai. Masing-masing jiwa menginginkan agar cara perbaikan hubungan itu mengikuti kemauan pihaknya dan untuk kemaslahatan pihaknya.

Seakan-akan Allah berfirman: ‘Tinggalkanlah keberatan mengalah yang muncul dalam jiwa-jiwa, dan gapailah kebaikan dalam upaya perdamaian!’

Karenanyalah kita mendapati di kala permasalahan (yang diperselisihkan) berusaha didudukkan antara kedua belah pihak, kemudian kita hendak mendamaikan keduanya, kita mendapati bahwa masing-masing dari keduanya mendongakkan kepala enggan mengalah. (Tidaklah yang demikian reda) kecuali setelah upaya keras (mendamaikannya).”

Beliau rahimahullah juga menyebutkan di antara faedah yang bisa diambil pelajaran dari ayat surah An Nisa’ ini,

هذه القاعدة العظيمة من الرب الذي هو على كل شيء قدير وهو ((الصلح خير)) قد يظن بعض الناس أنه إذا غض من نفسه وتنازل عن الحق أن ذلك هضم لحقه وأن العاقبة غير حميدة ، لكن الله عزوجل الذي بيده ملوك السموات والأرض يقول أيش؟ ((الصلح خير)) وإن شئت مثالا على ذلك فتدبر صلح الحديبية بين النبي صلى الله عليه وآله وسلم وبين قريش ظاهر الصلح أن فيه غضاضة عظيمة على المسلمين ولكن الذي بيده ملكوت السموات والأرض تحول هذا الصلح بإذن الله إلى خير للمسلمين

، من الذي أسقط حق إرجاع المسلم إذا جاء إلى المسلمين من الكفار ؟ من ؟ قريش الذي هو لها هي التي أسقطت ، ومن الذي أسقط وضع الحرب بينهم عشر سنين ؟ قريش لأنها نقضت العهد بمعاونتها لخلفائها على خلفاء النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، فأنت يا أخي لا تنظر الأمور في حاضرها صدق بوعد الله والعاقبة لك

“Inilah kaedah agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap segala sesuatu yaitu; PERDAMAIAN ITU (JELAS) LEBIH BAIK.

(Walaupun) bisa jadi ada sebagian orang yang mengira bahwa jika dia merendahkan diri dan mengalah, yang seperti itu akan merampas haknya, dan akibatnya tidak terpuji.

Akan tetapi Allah Azza waJalla Yang segala kekuasaan berada di Tangan-Nya, Dia justru telah berfirman bagaimana?

الصلح خير

‘Perdamaian lebih baik.’ 

Jika anda menginginkan salah satu contohnya, hendaklah anda merenungkan perjanjian damai (shulh) Hudaibiyyah antara Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan pihak Quraisy. Padahal sekilas yang tampak dari perjanjian damai itu terdapat potensi kerugian yang besar bagi pihak muslimin. Namun Dia Yang di Tangan-Nyalah seluruh perbendaharaan Semua lapisan langit dan bumi menjadikan perdamaian tersebut justru mengarah menuju kebaikan bagi muslimin.

Siapakah yang menggugurkan hak bagi seorang muslim untuk boleh kembali jika dia terlanjur telah berada di tengah muslimin agar diserahkan kembali ke pihak orang-orang kafir? Siapa? (Delegasi) Quraisy, merekalah yang mengajukan klausul itu, (ternyata) mereka sendirilah yang melanggarnya.

Siapa pula yang membatalkan isi kesepakatan gencatan senjata di antara kedua pihak selama periode sepuluh tahun? (Orang-orang musyrik) Quraisy. Karena merekalah yang melanggar perjanjian dengan bantuan yang diberikannya kepada para sekutunya (menyerang) sekutu-sekutu Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Sehingga anda wahai saudaraku, janganlah melihat berbagai permasalahan dalam konteksnya saat ini saja. Yakinlah terhadap janji Allah dan hasil akhir yang baik bagi anda.”

(Tafsir Surah An Nisa’ li Ibni Utsaimin)

Oleh karenanya, wahai saudaraku, ketika sosok berilmu lagi adil terkadang memaksa agar kedua pihak berdamai jangan anda bersikeras menolak dengan alasan bahwa perdamaian hanya boleh terjadi kala kedua pihak rela melakukannya. Memang perasaan rela itu idealnya.

Namun tidaklah mengapa, bahkan merupakan bagian hikmah yang bermanfaat, apabila hakim yang menengahi pertikaian terdesak untuk memaksa pihak berselisih untuk berdamai walaupun dengan menyuruh diberikannya imbalan pengganti kepada pihak yang paling dirugikan. Upaya mendamaikan yang sekilas terkesan memaksa ini adalah solusi agar sengketa tidak berkepanjangan. Dan sebaliknya dalam situasi yang berbahaya, berkepanjangannya permusuhan tidak pantas dibiarkan, perlu ada tindakan walaupun tegas.


Artikel lain yang semoga juga bermanfaat: Semua Perlu Rela Hati Terhadap Ketetapan Hukum


Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam salah satu fatwa beliau menjelaskan hal ini,

أن عدم الإجبار يفضي إلى استمرار النزاع والخصومة، وربما أفضى إلى ما هو أشد من ذلك من المضاربة وما هو أشد منها، فالواجب حسم ذلك والقضاء عليه، وقد دلت الأدلة الشرعية التي يتعذر أو يتعسر إحصاؤها على وجوب سد الذرايع المفضية إلى الفساد والنزاع والخصومة، أو ما هو أشد من ذلك.

“Bahwa sikap tidak memaksa (berdamai) akan mengakibatkan terus berlangsungnya pertikaian dan permusuhan. Yang tak jarang bisa mengarah pada sikap yang lebih parah dari hal itu. Dapat terjadi pemukulan ataupun yang lebih keras dari hal itu. Sehingga merupakan kewajiban menetapkan dan mengambil keputusan untuk melakukan (paksaan) tersebut.

Sedangkan berbagai dalil syariat telah menunjukan bahwa ketentuan yang ditolerir atau sulit untuk ditakar secara presisi perlu dilakukan tindakan pencegahan dari berbagai potensi bahaya yang dapat mengantarkan ke arah kerusakan, perselisihan dan permusuhan maupun bahaya yang lebih parah dari pada itu.”

(Majmu’ Fatawa wa Maqolat Asy Syaikh Ibnu Baz 19/317)

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai insan yang cinta perdamaian dan mudah mewujudkannya dalam rangka kebaikan Islam dan muslimin. Dan kita memohon kepada-Nya Rab ‘Arsy yang mulia, agar menjauhkan kita semua dari perangai hanya mau menang sendiri, ujub, merendahkan saudaranya muslimin, dan berbagai perangai tercela lainnya.

 

Ditulis oleh: Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan