Pihak-pihak Lain yang Berwenang Memberi Syafaat Atas Izin Allah
Selain Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam, ada pihak-pihak lain yang berwenang memberikan syafaat. Namun, semua proses pemberian syafaat itu harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, di antaranya adalah izin dan keridhaan dari Allah Ta’ala.
Para Nabi, Malaikat, dan orang-orang beriman yang sholih juga memiliki kewenangan memberi syafaat atas izin Allah.
Setelah semua pihak yang memberi syafaat itu telah selesai memberi syafaat, tersisa Allah sendiri yang mengeluarkan orang-orang yang masuk neraka namun masih ada iman dalam hatinya, untuk masuk ke surga tanpa syafaat dari siapapun.
فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتِ الْمَلاَئِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلاَّ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Maka kemudian Allah Azza Wa Jalla berfirman: Para Malaikat telah memberikan syafaat, para Nabi telah memberi syafaat, orang-orang beriman pun telah memberi syafaat. Tidaklah tersisa kecuali (Allah) Yang Paling penyayang dari seluruh penyayang (H.R Muslim dari Abu Said al-Khudriy)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan: “Adapun syafaat yang ketiga (bagi Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam) adalah beliau memberikan syafaat kepada orang yang berhak masuk neraka. Ini adalah syafaat (kewenangan) beliau, juga seluruh para Nabi, para shiddiqin, dan selain mereka, yaitu memberikan syafaat bagi orang yang berhak masuk ke neraka agar tidak memasukinya. Dan juga memberikan syafaat kepada orang yang telah masuk ke dalam neraka untuk keluar darinya. Allah pun mengeluarkan dari neraka kaum-kaum tanpa syafaat. Allah mengeluarkannya dengan karunia dan rahmat-Nya (al-Aqidah al-Washitiyyah (1/20))
Dari penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah tersebut diketahui bahwasanya pihak-pihak selain Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam juga berwenang memberi syafaat atas izin Allah kepada:
1. Orang yang berhak masuk neraka agar tidak jadi masuk ke dalam neraka.
2. Orang yang sudah diadzab di neraka untuk dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Ada seorang lelaki dari umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang memberi syafaat kepada orang-orang dalam jumlah yang banyak. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَكْثَرُ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ
Akan masuk surga sejumlah orang yang lebih banyak dari Bani Tamim dengan syafaat seorang laki-laki dari umatku (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Bani Tamim adalah suatu kabilah yang sangat besar. Hadits Nabi itu menunjukkan bahwa ada seorang laki-laki dari umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang dengan izin Allah memberikan syafaat kepada banyak orang. Saking banyaknya, jumlah orang yang mendapat syafaat dari laki-laki tersebut lebih banyak dibandingkan orang-orang pada Bani Tamim, suatu kabilah yang sangat besar.
Sebagian Ulama ada yang menyatakan bahwa laki-laki pemberi syafaat itu adalah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Sedangkan sebagian Ulama lain ada yang menyatakan bahwa itu adalah Uwais al-Qoroniy.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berpendapat bahwa orang yang dimaksud Nabi tersebut adalah Uwais al-Qoroniy (al-Mustadrak karya al-Hakim no riwayat 5729 (3/461)).
Orang beriman yang sholih akan diberi kewenangan atas izin Allah untuk memberikan syafaat. Namun, kekeliruan yang terjadi adalah ketika orang-orang mengkultuskan orang beriman atau Ulama tersebut melampaui batasan syar’i dengan harapan mendapat syafaat darinya. Perbuatan melampaui batas atau berlebihan adalah terlarang secara syariat dan tidak diridhai oleh Allah Ta’ala.
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
…dan janganlah kalian melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (Q.S al-Baqoroh ayat 190 dan al-Maaidah ayat 87)
Para Ulama maupun orang-orang sholih diteladani kebaikan-kebaikannya. Arahan dan nasihatnya yang ma’ruf diikuti. Namun, bukan untuk diperlakukan secara melampaui batas.
Sikap yang melampaui batas itu dikhawatirkan justru menghambat seseorang mendapatkan syafaat. Karena jika Allah tidak ridha, pemberian syafaat itu tidak bisa terlaksana.
Semoga Allah Azza Wa Jalla menjadikan kita mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
Dikutip dari: buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi”, Abu Utsman Kharisman