Sungguh Beruntung Orang yang Mensucikan Dirinya
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى
Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya
(Q.S al-A’laa ayat 14)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan:
Pertama, ia mensucikan dirinya dari kesyirikan. Ini terkait interaksi dia dengan Allah. Ia beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amalannya. Tidak bersikap riya’ (pamer), sum’ah (ingin didengar), tidak mengharap kedudukan ataupun kepemimpinan dalam beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla. Ia hanya mengharapkan Wajah Allah dan (kenikmatan di) negeri akhirat.
Ia mensucikan dirinya dalam hal meneladani Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ia tidak melakukan kebid’ahan baik sedikit maupun banyak. Baik kebid’ahan dalam hal keyakinan, ucapan, atau perbuatan. Ini adalah mensucikan diri terkait dengan sikap terhadap Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Yaitu meneladani beliau tanpa melakukan kebid’ahan. Hal ini tidaklah bisa diterapkan secara sempurna kecuali melalui jalan Salafiyyah, jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang beriman dengan segala yang Allah sifatkan DiriNya dalam KitabNya, atau melalui lisan Rasul-Nya shollallahu alaihi wasallam.
Berada di atas jalan Salafiyyah yang tidak melakukan kebid’ahan dalam ibadah secara ucapan maupun perbuatan dalam agama Allah. Engkau dapati mereka mengikuti syariat. Berbeda dengan yang dilakukan sebagian pelaku kebid’ahan dalam dzikir-dzikir kebid’ahan. (Kebid’ahan itu) bisa dalam macamnya, tata cara maupun sifatnya. Bisa juga dari cara menerapkannya seperti yang dilakukan sebagian thariqat Sufiyyah dan selain mereka.
Artikel bermanfaat lainnya: Terhindar dari Kebid’ahan dan Paham yang Menyimpang Adalah Suatu Anugerah yang Sangat Besar
Demikian juga mensucikan dirinya dalam hal muamalah (interaksi) dengan makhluk, membersihkan hatinya dari dengki dan iri terhadap saudaranya sesama muslim. Engkau dapati dia hatinya bersih, suka sesuatu terjadi pada saudaranya sebagaimana hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Ia tidak suka jika ada seorangpun yang mendapatkan keburukan. Bahkan ia ingin seluruh manusia selamat dari segala keburukan, mendapatkan taufiq (petunjuk) pada setiap kebaikan.
Mensucikan diri di sini adalah secara lahir dan batin. Membersihkan batinnya dari kesyirikan kepada Allah Azza Wa Jalla. Membersihkan hatinya dari keraguan, kemunafikan, permusuhan dan kebencian terhadap kaum muslimin, dan membersihkan hati dari segala hal yang harus dibersihkan.
Artikel bermanfaat lainnya: Orang-orang Berilmu yang Mengharapkan Akhirat Saling Cinta dan Tidak Memiliki Perasaan Hasad
Ia bersihkan lahiriahnya dengan tidak mengumbar perkataan ataupun perbuatan yang berupa permusuhan terhadap para hamba Allah Azza Wa Jalla. Ia tidak menggunjing (ghibah) terhadap siapapun. Ia tidak mengadudomba siapapun. Ia tidak mencela siapapun. Ia tidak bersikap melampaui batas terhadap siapapun dengan memukul, mengingkari hak harta orang lain yang ada pada dirinya, atau selainnya.
Baca Juga: Namimah, Salah Satu Jenis Perbuatan yang Semakna dengan Sihir
Mensucikan diri itu adalah kalimat umum yang mencakup pembersihan dari segala kotoran baik lahiriah maupun batin. Sehingga pensucian itu ada 3 hal yang terkait:
Pertama: dalam hak Allah.
Kedua: dalam hak Rasul.
Ketiga: dalam hak manusia secara umum.
Dalam hak Allah ia mensucikan dirinya dari kesyirikan. Ia beribadah kepada Allah Ta’ala dengan mengikhlaskan amalannya. Dalam hak Rasul ia mensucikan dirinya dari kebid’ahan-kebid’ahan. Ia beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syariat Nabi shollallahu alaihi wasallam dalam hal akidah, ucapan, dan amalan. Dalam hal berinteraksi dengan manusia ia mensucikan dirinya dari iri, dengki, permusuhan, dan kebencian. Segala hal yang bisa mendatangkan permusuhan dan kebencian antar kaum muslimin, ia jauhi.
Ia melakukan segala hal yang bisa mendatangkan kecintaan (di antara mereka), seperti menebarkan salam yang disabdakan oleh Rasul shollallahu alaihi wasallam: “Kalian tidak akan masuk Surga hingga beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling cinta. Maukah kalian aku tunjukkan pada sesuatu yang jika kalian mengerjakannya kalian akan saling cinta? Tebarkanlah salam di antara kalian” (H.R Muslim dari Abu Hurairah)
Sumber:
Tafsir Juz ‘Amma libni Utsamin (1/167-168)
Naskah Asli dalam Bahasa Arab:
يتزكى أولاً من الشرك بالنسبة لمعاملة الله، فيعبد الله مخلصاً له الدين، لا يرائي، ولا يسمع، ولا يطلب جاهاً، ولا رئاسة فيما يتعبد به الله عز وجل، وإنما يريد بهذا وجه الله والدار الاخرة. تزكى في اتباع الرسول عليه الصلاة والسلام بحيث لا يبتدع في شريعته لا بقليل ولا كثير، لا في الاعتقاد، ولا في الأقوال ولا في الأفعال، وهذا أعني التزكي بالنسبة للرسول عليه الصلاة والسلام، وهو اتباعه من غير ابتداع لا ينطبق تماماً إلا على الطريقة السلفية طريقة أهل السنة والجماعة الذين يؤمنون بكل ما وصف الله به نفسه في كتابه، أو على لسان رسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، على الطريقة السلفية الذين لا يبتدعون في العبادات القولية، ولا في العبادات الفعلية شيئاً في دين الله، تجدهم يتبعون ما جاء به الشرع، خلافاً لما يصنعه بعض المبتدعة في الأذكار المبتدعة، إما في نوعها، وإما في كيفيتها وصفتها، وإما في أدائها كما يفعله بعض أصحاب الطرق من الصوفية وغيرهم. كذلك يتزكى بالنسبة لمعاملة الخلق بحيث يطهر قلبه من الغل والحقد على إخوانه المسلمين فتجده دائماً طاهر القلب يحب لإخوانه ما يحب لنفسه لا يرضى لأحد أن يمسه سوء، بل يود أن جميع الناس سالمون من كل شر، موفقون لكل خير. فـ{من تزكى} أي من تطهر ظاهره وباطنه، فتطهر باطنه من الشرك بالله عز وجل، ومن الشك، ومن النفاق، ومن العداوة للمسلمين والبغضاء، وغير ذلك مما يجب أن يتطهر القلب منه، وتطهر ظاهره من إطلاق لسانه وجوارحه في العدوان على عبادالله عز وجل، فلا يغتاب أحداً، ولا ينم عن أحد، ولا يسب أحداً، ولا يعتدي على أحد بضرب، أو جحد مال أو غير ذلك، فالتزكي كلمة عامة تشمل التطهر من كل درن ظاهر أو باطن، فصارت التزكية لها ثلاث متعلقات: الأول: في حق الله. والثاني: في حق الرسول. والثالث: في حق عامة الناس. في حق الله تعالى يتزكى من الشرك فيعبد الله تعالى مخلصاً له الدين. في حق الرسول يتزكى من الابتداع فيعبد الله على مقتضى شريعة النبي صلى الله عليه وسلّم في العقيدة، والقول، والعمل. في معاملة الناس يتزكى من الغل والحقد والعداوة والبغضاء، وكل ما يجلب العداوة والبغضاء بين المسلمين يتجنبه، ويفعل كل ما فيه المودة والمحبة ومن ذلك: إفشاء السلام الذي قال فيه الرسول عليه الصلاة والسلام: «لا تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا، ولا تؤمنوا حتى تحابوا، أفلا أدلكم على شيء إذا فعلتموه تحاببتم: أفشوا السلام بينكم
Penerjemah:
Abu Utsman Kharisman