Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

…dan janganlah sekali-kali kalian meninggal, kecuali dalam keadaan sebagai muslim (Q.S Ali Imran ayat 102)

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku telah berkata: ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah kamu’. (HR. Muslim)

Istiqomah bukanlah berarti seseorang tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Namun seharusnya saat ia tergelincir, ia kembali bangkit memohon ampunan kepada Allah, dan berusaha untuk istiqomah lagi. Karena itu, Allah gandengkan perintah istiqomah dengan perintah beristighfar.

…فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ…

…maka bersikaplah istiqomah kepadaNya, dan memohonlah ampunan (beristighfarlah) kepadaNya… (Q.S Fushshilat:6)

Ibnu Rojab menyatakan:

Ayat ini merupakan isyarat bahwasanya dalam upaya beristiqomah pasti mengandung kekurangan, sehingga ditutupi dengan istighfar yang mengharuskan adanya taubat dan kembali untuk bersikap istiqomah. Hal ini juga seperti sabda Nabi kepada Muadz (bin Jabal): Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan ikutkanlah perbuatan kebaikan setelah perbuatan keburukan, niscaya (kebaikan) itu akan menghapusnya (keburukan).

(Jaami’ul Uluum wal Hikam (1/205))

Nabi juga telah menyatakan bahwa seseorang tidak akan mungkin bisa berbuat istiqomah dengan sebenar-benarnya istiqomah (secara sempurna tanpa cacat sedikitpun):

اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا

Bersikaplah istiqomah, (namun kalian) tidak akan mampu bersikap demikian (secara sempurna)… (H.R Ahmad, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)

Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam juga menyatakan:

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا

Berusahalah untuk mengerjakan kebaikan secara tepat benar (tidak melampaui batas dan tidak pula kurang darinya), (jika tidak bisa) usahakan mendekati (H.R alBukhari dan Muslim, disarikan dari Jaami’ul Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab (1/205)).


Baca Juga: Terhindar dari Kebid’ahan dan Paham yang Menyimpang Adalah Suatu Anugerah yang Sangat Besar


Berikut ini beberapa langkah yang bisa ditempuh agar seseorang bisa istiqomah di atas keislaman dan keimanannya:

1. Berdoa kepada Allah.

Seperti doa dalam al-Qur’an:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menyimpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk. Anugerahkan kepada kami rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Anugerah (Q.S Aali Imran:8)

Demikian juga doa yang banyak dibaca Nabi:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai (Allah) Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu (H.R atTirmidzi, anNasaai, Ahmad, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albany)

2. Menjaga hati dan lisan

Hal paling awal yang harus dijaga agar seseorang bisa istiqomah adalah menjaga hati. Jika hati seseorang baik, maka akan baik anggota tubuhnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits anNu’man bin Basyir riwayat al-Bukhari dan Muslim:

وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa (segumpal daging) itu adalah hati (H.R alBukhari dan Muslim)

Setelah menjaga hati, selanjutnya adalah menjaga lisan agar tidak mengucapkan ucapan-ucapan yang dilarang Allah.

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan berkata: (wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami.Karena keadaan kami tergantung engkau.Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami (juga) menyimpang (H.R atTirmidzi dari Abu Said al-Khudry, al-Munawy menyatakan bahwa sanadnya shohih dalam Faydhul Qodiir)

Sesuai juga dengan kelanjutan lafadz hadits ini, bahwa setelah Rasul memberikan wasiat untuk beriman dan beristiqomah, Sahabat Nabi Sufyan bin Abdillah bertanya lagi:

مَا أَكْثَرُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟

Apakah yang paling banyak engkau takutkan terhadapku?

فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا

Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memegang lisan beliau sendiri, kemudian berkata: Ini (riwayat Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati adz-Dzahaby)

Hal itu menunjukkan bahwa untuk bisa istiqomah, seseorang harus menjaga lisannya.


Baca Juga: Menjaga Agar Tidak Menyakiti Orang Lain Adalah Termasuk Keislaman yang Paling Utama


3. Selalu mengkaji aqidah yang shahih dan prinsip-prinsip utama dalam Islam dan Iman.

Para Ulama’ telah menulis prinsip-prinsip aqidah yang shahih dalam Islam, seperti Ashlus Sunnah wa I’tiqodud Dien karya Ibnu Abi Hatim, Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad, Syarhus Sunnah karya al-Muzany maupun al-Barbahary, dan karya-karya Ulama Ahlussunnah setelahnya. Banyaklah mengikuti kajian-kajian ilmiyyah, membaca buku, mendengarkan rekaman untuk kajian ilmu yang dibimbing oleh orang yang berilmu, beraqidah dan bermanhaj lurus.

Karena sepanjang kehidupan kita akan sering ditemui syubhat-syubhat dan penyimpangan dalam hal aqidah atau dalam hal muamalah. Kuatkan pondasi ilmu kita, agar tidak mudah goyah dan terpengaruh dengan berbagai penyimpangan yang ada.

Sebaliknya, jauhilah bacaan-bacaan atau ceramah-ceramah yang menyimpang dari aqidah yang benar dan ajaran Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.

4. Selalu berkumpul bersama orang-orang yang beraqidah dan bermanhaj lurus, orang-orang shalih dan bersabar di atas manhaj yang lurus.

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ

Wajib atas kalian untuk bersatu dalam al-Jamaah, hati-hatilah dari perpecahan. Karena syaithan bersama 1 orang (yang menyendiri), dan terhadap 2 orang syaithan lebih jauh (H.R atTirmidzi, anNasaai, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albany)

Jika seseorang menyendiri, akan mudah dipengaruhi oleh syaithan. Berbeda dengan jika ia sering berkumpul bersama komunitas yang sarat dengan ilmu, iman, amal sholih, dakwah, amar ma’ruf nahi munkar di atas Tauhid dan Sunnah Rasul shollallahu alaihi wasallam dengan pemahaman para Sahabat Nabi dan Ulama’ Ahlussunnah yang mengikuti mereka dengan baik. Tinggalkanlah komunitas orang-orang yang lalai dari mengingat Allah, atau komunitas yang banyak melakukan kesyirikan, kebid’ahan, atau kemaksiatan.

5. Banyak beramal sholih di atas Sunnah Nabi.

Memperbanyak amal sholih yang ikhlas karena Allah dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah tameng dari fitnah yang membahayakan agama seseorang.

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Bersegeralah beramal (sebelum datang) fitnah, bagaikan potongan malam yang gelap. Pagi harinya seorang masih mukmin, sorenya menjadi kafir. Atau, sorenya masih mukmin paginya kafir. Ia menjual agamanya (ditukar) dengan kepentingan dunia (H.R Muslim)


Baca Juga: Apakah Sunnah Nabi itu?


6. Bersabar karena Allah dalam menjalani kehidupan dunia.

Ia hendaknya menjalankan kesabaran dalam semua sisinya, yaitu :

  • Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
  • Sabar dalam menjauhi hal-hal yang dilarang (kesyirikan/ kekafiran, kemaksiatan, dan kebid’ahan).
  • Sabar dalam menerima takdir Allah Azza Wa Jalla.

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan istiqomah kepada kita di atas Islam dan sunnah hingga kita meninggal dunia.

 

Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan