Berikanlah Hak Kerabat, Orang Miskin, dan Ibnus Sabil
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَءَاتِ ذَا ٱلقُربَىٰ حَقَّهُ وَٱلمِسكِينَ وَٱبنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبذِيرًا
Berikanlah hak kepada karib kerabat, orang miskin, dan Ibnus sabil namun janganlah kalian boros (pemberian bukan di jalan kebenaran, atau untuk kemaksiatan, atau melampaui batas dalam pemberian) (Q.S al-Israa’ ayat 26)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan:
Allah Yang Maha Suci menjadikan hak kerabat adalah setelah hak kedua orangtua. Sebagaimana Nabi shollallahu alaihi wasallam menjadikan haknya (secara umum) sama. Dan Allah Yang Maha Suci mengkhabarkan bahwa karib kerabat memiliki hak terhadap kerabatnya dan Dia memerintahkan untuk menunaikan hak itu. Jika itu bukanlah hak nafkah (pemberian dari kelebihan harta), kami tidak tahu hak apa lagi itu. Allah Ta’ala memerintahkan untuk berbuat baik kepada kerabat. Di antara bentuk keburukan yang terbesar yang dilakukan seorang kerabat adalah membiarkan kerabatnya mati kelaparan dan tidak memiliki pakaian, padahal kerabatnya itu mampu untuk memberikan pakaian dan menutup auratnya. Tapi ia tidak pula mau memberikan makan meski sesuap, tidak pula menutup auratnya. Kecuali sekedar meminjamkan sesuatu yang menjadi tanggungannya.
(Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khoyril Ibaad 5/484)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
Setelah Allah Ta’ala menyebutkan (perintah) berbakti pada kedua orangtua, Dia menggandengkan penyebutan kebaikan untuk kerabat dan menyambung silaturrahmi. Sebagaimana disebutkan dalam hadits terdahulu (yang artinya): (Jalinlah hubungan baik dengan) ibumu, ayahmu, kemudian kerabat yang terdekat dan selanjutnya yang terdekat. Dalam riwayat lain disebutkan (yang artinya): Kemudian kerabat yang terdekat sesuai prioritas kedekatannya. Dalam hadits yang lain (yang artinya): Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditunda ajalnya, sambunglah silaturrahmi…
Ibnu Mas’ud berkata: Tabdzir (pemborosan) adalah memberikan harta bukan di jalan yang benar. Demikian juga penjelasan Ibnu Abbas.
Mujahid berkata: Kalau seandainya seorang menginfakkan hartanya di jalan kebenaran, ia tidaklah terhitung mubadzir (boros). Kalau ia infakkan 1 mud saja bukan secara benar, itu adalah tabdzir (pemborosan).
Qotadah berkata: Tabdzir (pemborosan) adalah pemberian (harta) di jalan kemaksiatan kepada Allah, bukan di jalan kebenaran, ataupun dalam hal-hal yang merusak.
(Tafsir alQuranil Adzhim karya Ibnu Katsir 5/68-69)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy rahimahullah menyatakan:
Berikanlah kepada karib kerabat haknya berupa kebaikan dan pemuliaan yang wajib ataupun sunnah. Hak tersebut berbeda-beda penunaiannya sesuai keadaan, dekatnya hubungan, ada atau tidaknya keperluan pada yang bersangkutan, maupun zaman. (Berikan pula hak) orang miskin dari zakat ataupun selainnya untuk menutupi kekurangannya. (Berikan juga hak) Ibnus Sabil yaitu orang yang terasing jauh dari negeri asalnya, terhalang untuk kembali (kehabisan bekal). Mereka (semua yang punya hak itu) diberi bagian dari harta yang tidak sampai memudaratkan pemberi dan tidak pula lebih dari batas kewajaran. Karena (pemberian yang memudaratkan sang pemberi atau melebihi batas kewajaran) adalah dilarang oleh Allah.
(Taisir Kariimir Rahmaan fii Tafsiri Kalaamil Mannaan 1/456)
Oleh: Abu Utsman Kharisman