Pembahasan Hadits Gharib
Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan:
وَقُلْ غَرِيبٌ مَا رَوَى رَاوٍ فَقَطْ
dan katakanlah sebagai gharib (hadits) yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja
(al-Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Penjelasan:
Hadits gharib adalah hadits yang masuk kategori hadits Aahad. Setidaknya, jika salah satu tingkatan dalam sanad itu hanya satu orang yang meriwayatkan, hadits itu termasuk gharib, meski pada tingkatan lain, memiliki lebih dari satu perawi.
Contoh Hadits Ghorib yang Shahih
Contoh Pertama:
Hadits Innamal A’maalu bin Niyaat, yang merupakan hadits pertama dalam Shahih al-Bukhari.
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
(al-Bukhari menyatakan) telah menceritakan kepada kami al-Humaidiy Abdullah bin az-Zubair ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Said al-Anshariy ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim atTaimiy bahwasanya ia mendengar ‘Alqomah bin Waqqash al-Laitsiy berkata: Aku mendengar Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu berada di atas mimbar menyatakan: Aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niatnya. Dan segala sesuatu tergantung apa yang diniatkan. Barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ia upayakan, atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (ternilai) sesuai yang diniatkannya itu
(H.R al-Bukhari)
Tidak ada Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits ini kecuali Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu. Tidak ada yang meriwayatkan dari Umar kecuali ‘Alqomah. Tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Alqomah kecuali Muhammad bin Ibrahim. Tidak ada yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim kecuali Yahya bin Said (Taudhiihul Afkaar li Ma’aaniy Tanqiihil Andzhaar karya as-Shon’aaniy (1/29)).
Contoh Kedua:
Hadits terakhir dalam Shahih al-Bukhari, tentang 2 kalimat yang ringan diucapkan, namun berat di timbangan amal.
حَدَّثَنِى أَحْمَدُ بْنُ إِشْكَابٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِى زُرْعَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم : كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
(al-Bukhari menyatakan) telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Isykaab (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Umaaroh bin al-Qo’qoo’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Dua kalimat yang dicintai oleh arRahmaan (Allah), ringan di lisan, berat di timbanganm (yaitu) Subhaanallaahi wa bihamdihi, Subhaanallaahil Adzhiim (Maha Suci Allah dan kami memuji-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung)
(H.R al-Bukhari)
Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits ini hanyalah Abu Hurairah. Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah kecuali Abu Zur’ah. Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Zur’ah kecuali Umaaroh bin al-Qo’qoo’. Tidak ada yang meriwayatkan dari Umaaroh kecuali Muhammad bin Fudhail. Dari Muhammad bin Fudhail, banyak pihak yang meriwayatkan (Taudhiihul Afkaar li Ma’aaniy Tanqiihil Andzhaar karya as-Shon’aaniy (1/29)).
Contoh Hadits Ghorib yang Lemah
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا رِشْدِينُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادِ بْنِ أَنْعُمٍ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ حُمَيْدٍ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأَ مَسَحَ وَجْهَهُ بِطَرَفِ ثَوْبِهِ
(atTirmidzi menyatakan) Telah menceritakan kepada kami Qutaibah (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Risydin bin Sa’d dari Abdurrahman bin Ziyaad bin An’um dari Utbah bin Humaid dari Ubadah bin Nusay dari Abdurrahman bin Ghonm dari Muadz bin Jabal ia berkata: Aku melihat Nabi shollallahu alaihi wasallam jika selesai berwudhu beliau mengusap wajahnya dengan ujung pakaiannya
(H.R atTirmidzi)
Al-Imam atTirmidzi sendiri, setelah meriwayatkan hadits itu, menyatakan:
هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ وَرِشْدِينُ بْنُ سَعْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زِيَادِ بْنِ أَنْعُمٍ الْأَفْرِيقِيُّ يُضَعَّفَانِ فِي الْحَدِيثِ
Ini adalah hadits yang gharib dan sanadnya dhaif. Risydin bin Sa’d dan Abdurrahman bin Ziyaad bin An’um al-Afriqiy dilemahkan (oleh para Ulama) dalam hadits (Sunan atTirmidzi)
Al-Bazzaar menyatakan:
وَهَذَا الْحَدِيثُ لاَ نَعْلَمُهُ يُرْوَى بِهَذَا اللَّفْظِ إِلاَّ عَنْ مُعَاذٍ
Hadits ini tidaklah kami ketahui diriwayatkan dengan lafadz ini kecuali dari Muadz (Musnad al-Bazzaar no riwayat 2652 (1/407))
Hadits tersebut dengan lafadz demikian adalah lemah. Namun, secara makna, bukanlah berarti menyeka sisa air wudhu dengan kain, lap, handuk, dan semisalnya tidak diperbolehkan.
Terdapat suatu hadits hasan tentang hal itu, yaitu:
كَانَ لَهُ خِرْقَةٌ يَتَنَشَّفُ بِهَا بَعْدَ الْوُضُوء
Nabi memiliki semacam handuk kecil untuk menyeka (sisa air) setelah berwudhu (Hadits hasan dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah)
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman