Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Lupa Kerugian Manusiawi, Bermusuhan Kerugian Tak Terlupa

Siapa manusia yang tidak pernah lupa? Tentu tidak ada, karena memang lupa tabiat manusiawi yang Allah uji hamba-Nya dengan menjadikan setan sebagai sebab yang memalingkan dari ingatan kebaikan. Bahkan terkadang kondisi ini juga bisa terjadi pada para nabi yang jelas menjadi target terbesar permusuhan setan.

Bagi para Nabi alaihimussalam, tentu kemudian Allah memberikan taufiq kepada hamba-hamba pilihan-Nya itu segera mengingat kembali dan kemudian memperoleh hikmah yang lebih utama serta bermanfaat sebagai tuntunan ilmu bagi generasi selanjutnya.

Telah jelas tersurat dalam ayat Allah:

وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَىٰ آدَمَ مِن قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا 

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”
(QS. Thoha: 115)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan:

أي: ولقد وصينا آدم وأمرناه، وعهدنا إليه عهدا ليقوم به، فالتزمه، وأذعن له وانقاد، وعزم على القيام به، ومع ذلك نسي ما أمر به، وانتقضت عزيمته المحكمة، فجرى عليه ما جرى، فصار عبرة لذريته، وصارت طبائعهم مثل طبيعته، نسي آدم فنسيت ذريته، وخطئ فخطئوا، ولم يثبت على العزم المؤكد، وهم كذلك، وبادر بالتوبة من خطيئته، وأقر بها واعترف، فغفرت له، ومن يشابه أباه فما ظلم.

“Maksudnya, Kami (Allah) telah berwasiat kepada Adam dan memberikannya perintah, serta mengikatnya dengan perjanjian untuk dikerjakan. Adampun telah bertekad menjalankannya, mengikrarkan dirinya dan siap mematuhinya disertai tekad kuat untuk menjalankannya. Namun hal-hal itu tidak cukup mencegah terlupakannya perkara yang diperintahkan itu. Hingga dilanggarlah tekad yang sebelumnya telah ditetapi. Maka terjadilah peristiwa yang terjadi pada beliau. Sehingga menjadi pelajaran bagi keturunannya. Dan tabiat mereka menjadi serupa tabiat beliau.

Sebagaimana Nabi Adam alaihissalam pernah lupa, generasi penerusnya apalagi, alpa sering mereka alami. Sebagaimana beliau melakukan kesalahan, merekapun (lebih banyak) berlaku salah. (Seperti beliau) juga (pernah) tidak kukuh mempertahankan tekad yang sudah ditegaskan, merekapun serupa (bahkan lebih) dalam hal itu. (Hanya saja) beliau alaihissalam telah segera bertobat dari kesalahannya, menyatakan dan mengakui hal itu, sehingga beliau memperoleh ampunan. Demikian pula (akan diampuni) semua orang yang mencontoh ayahandanya (Adam). Memang benar-benar tidak ada kedzaliman (dalam ketentuan Allah).”


Baca Juga: Hukum Daging Sembelihan yang Lupa Dibacakan Bismillah Padanya


Begitu juga kondisi semisal itu juga terjadi kepada diri Nabi kita shollallahu alaihi wasallam yang mulia, sebagaimana tersirat dalam Firman-Nya Tabaroka waTa’ala:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ ۗ وَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya.”
(QS. Fushshilat: 6)

Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

ومن فوائد هذه الآية أن النبي صلى الله عليه وسلم قد ينسَى، لأن هذا مقتضَى البشرية وكما حقَّق ذلك في قوله: (إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ) أنسى كما تنسون.

“Di antara hal yang bisa diambil manfaat ilmu dari ayat ini, bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam terkadang pernah lupa. Karena memang hal itu hanya terkait perangai manusiawi. Dan sebagaimana ditegaskan dalam Firman-Nya:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ

Aku hanyalah seorang manusia seperti kalian‘, aku bisa lupa sebagaimana kalian lupa.”

(Tafsir Surah Fushshilat)


Artikel lain yang semoga juga bermanfaat: Keadaan Lupa dan Tidak Sengaja Tidaklah Membatalkan Puasa


Ada satu peristiwa sarat pelajaran yang menjadi contoh tema kita ini.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu mengatakan, ‘Ubadah bin Ash Shomit radhiyallahu anhu telah menyampaikan kabar kepadaku,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يُخْبِرُ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ : إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَإِنَّهُ تَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ، وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمُ، الْتَمِسُوهَا فِي السَّبْعِ، وَالتِّسْعِ، وَالْخَمْسِ

Bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pernah keluar hendak menyampaikan (kapan terjadinya) lailatul qodr. Ternyata ada 2 orang sesama muslim yang bertengkar saling mengangkat suara. Nabi shollallahu alaihi wasallam kemudian bersabda: “Sesungguhnya aku tadi sengaja keluar untuk menyampaikan kabar kepada kalian tentang (kapan) lailatul qodr. Ternyata ada percekcokan antara fulan dan fulan, mengakibatkan ilmu tentang hal itupun dicabut (dari ingatanku). Semoga saja hal itu justru berakibat baik bagi kalian. Sekarang, silakan kalian berusaha mencarinya di (sisa) 7, atau 9 atau 5 malam (terakhir).”
(HR. Al Bukhori)

Perangai Lupa

Tentang perangai lupa, selain begitu manusiawi ternyata Allah telah memberi kemudahan solusinya bagi orang bertakwa.

وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau mengalami lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini.”
(QS. Al Kahfi: 24)

Ibnu Katsir rahimahullah setelah menyebutkan beberapa penafsiran ulama salaf, beliau menyebutkan pula kemungkinan makna berikutnya dari pemahaman ayat lain;

ويحتمل في الآية وجه آخر، وهو أن يكون الله – عز وجل – قد أرشد من نسي الشيء في كلامه إلى ذكر الله تعالى؛ لأن النسيان منشؤه من الشيطان، كما قال فتى موسى: (وَمَا أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ) [الكهف : 63] وذكر الله تعالى يطرد الشيطان ، فإذا ذهب الشيطان ذهب النسيان ، فذكر الله سبب للذكر؛ ولهذا قال: (وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ)

“Terdapat kemungkinan penafsiran ayat ini dari sisi lain, yaitu bahwa Allah Azza wa Jalla telah memberikan bimbingan bagi orang yang terlupa suatu hal dari ucapannya hendaklah dia segera berdzikir mengingat Allah Ta’ala. Karena lupa muncul dari (pengaruh) setan. Sebagaimana pemuda yang menemani perjalanan Nabi Musa menyatakan:

وَمَا أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ 

‘… Dan tidaklah ada yang menyebabkanku lupa menceritakannya kecuali setan’ (QS. Al Kahfi: 63).

Sedangkan dzikir mengingat Allah Ta’ala dapat menyingkirkan setan. Dan apabila setan telah tersingkir, rasa lupapun akan sirna. Sehingga dzikir kepada Allah merupakan sebab pengingat (kebaikan). Karenanyalah Allah telah berfirman:

وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ

‘Dan berdzikirlah mengingat Tuhanmu apabila engkau lupa’.”

Lantas bagaimana dengan pertengkaran, perselisihan dan permusuhan?

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan:

والسبب فيه ما أوضحه مسلم من حديث أبي سعيد في هذه القصة قال : “فجاء رجلان يحتقان “. بتشديد القاف أي: يدعي كل منهما أنه المحق، معهما الشيطان، فنسيتها

Sebab kejadian itu sebagaimana diterangkan Imam Muslim dari hadits Abu Sa’id radhiyallahu anhu tentang kisah ini, beliau berkata:

فجاء رجلان يحتقّان

dengan tasydid pada huruf Qof, artinya masing-masing dari kedua pihak mengaku bahwa dirinyalah yang benar.

معهما الشيطان، فنسيتها

Ternyata setan menyertai keduanya, sehingga isi kabar itupun terlupakan olehku.’

Al Qodhi ‘Iyadh berkata:

فيه دليل على أن المخاصمة مذمومة، وأنها سبب في العقوبة المعنوية أي: الحرمان. وفيه أن المكان الذي يحضره الشيطان ترفع منه البركة والخير

“Pada hadits ini terdapat petunjuk bahwa pertengkaran adalah hal tercela. Dan bahwa perilaku itu dapat menjadi sebab hukuman secara psikis berupa terhalangi dari kebaikan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa tempat yang dihadiri setan akan melenyapkan keberkahan dan kebaikan dari lokasi tersebut.” (Fathul Bari 1/113)


Baca Juga: Jauhi Dendam, Perbaiki Hubungan Raihlah Ampunan


Ibnu Rojab Al Hanbali rahimahullah menjelaskan:

ﻓﺪﻝ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﺬﻧﻮﺏ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺳﺒﺒﺎ ﻟﺨﻔﺎء ﺑﻌﺾ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻣﺎ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ

ﻭﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ: ﻣﺎ اﺧﺘﻠﻒ ﻓﻲ اﻷﻫﻞ ﺣﺘﻰ ﻗﺘﻞ ﻋﺜﻤﺎﻥ. ﻓﻜﻠﻤﺎ ﺃﺣﺪﺙ اﻟﻨﺎﺱ ﺫﻧﻮﺑﺎ ﺃﻭﺟﺐ ﺫﻟﻚ ﺧﻔﺎء ﺑﻌﺾ ﺃﻣﻮﺭ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻋﻠﻴﻬﻢ، ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺧﻔﺎﺋﻪ ﺭﺧﺼﺔ ﻟﻤﻦ اﺭﺗﻜﺒﻪ ﻭﻫﻮ ﻏﻴﺮ ﻋﺎﻟﻢ ﺑﺎﻟﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ، ﺇﺫ ﻟﻮ ﻋﻠﻤﻪ ﺛﻢ اﺭﺗﻜﺒﻪ ﻻﺳﺘﺤﻖ اﻟﻌﻘﻮﺑﺔ

“Hadits ini memberi petujuk bahwa suatu dosa dapat menjadi sebab tersembunyinya beberapa pengetahuan dalam bidang agama yang dibutuhkan.

Ibnu Sirin berkata: ‘Tidaklah terjadi perselisihan tentang ahlul bait sampai mengantarkan kepada pembunuhan Utsman radhiyallahu anhu. Demikianlah, setiap kali seseorang berbuat dosa mesti hal itu menjadi sebab gagal dipahaminya beberapa perkara agama bagi mereka. Terkadang ketidakpahaman itu sekaligus merupakan rukhshoh (keringanan) bagi pihak yang melanggar dalam kondisi dia belum mengetahui larangan perihal itu. Karena apabila dia sudah tahu lalu sengaja melanggarnya pasti dia akan mendapat hukuman.’

(Fathul Bari libni Rojab 1/204)

Al Hafidz ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan:

ﻭﻗﻮﻟﻪ: “ﻓﺘﻼﺣﻰ ﻓﻼﻥ ﻭﻓﻼﻥ ﻓﺮﻓﻌﺖ”: ﻓﻴﻪ اﺳﺘﺌﻨﺎﺱ ﻟﻤﺎ ﻳﻘﺎﻝ: ﺇﻥ اﻟﻤﻤﺎﺭاﺓ ﺗﻘﻄﻊ اﻟﻔﺎﺋﺪﺓ ﻭاﻟﻌﻠﻢ اﻟﻨﺎﻓﻊ

“Ucapan beliau (Ubadah) radhiyallahu anhu: ‘Ternyata Fulan dan Fulan bertengkar saling mengangkat suara’, hal ini merupakan pembenaran terhadap ungkapan, ‘bahwa percekcokan akan memutus faedah, ilmu dan manfaat’.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 8/450)


Baca Juga: Berbekal Tarbiyah Allah di Bulan Ramadhan, Meniti Kehidupan yang Diridhai-Nya


Apabila lupa telah menjadi tabiat, akan berbahaya jika sebagian pihak membangun perselisihan dengan saudaranya seiman dari bahan yang terlupakan. Sungguh mulia syariat Islam yang telah mempersyaratkan pencatatan (data) dan saksi adil dalam akad interaksi para pemeluknya. Jadi apabila terjadi sengketa ataupun perselisihan sesama muslim yang sebelumnya bersaudara, hendaklah mereka meninjau bukti baik berupa catatan valid ataupun para saksi yang adil dalam menyelesaikannya.

Dalam potongan akhir hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu disebutkan:

وَنَسِيَ فَنَسِيَتْ ذُرِّيَّتُهُ. قَالَ: فَمِنْ يَوْمِئِذٍ أُمِرَ بِالْكِتَابِ وَالشُّهُودِ

“… Dan Adam alaihissalam (pernah) lupa, begitupun anak keturunannya pun (sering) lupa.” Nabi shollallahu alaihi wasallam melanjutkan: “Sejak saat itulah dirintahkan pencatatan dan penghadiran saksi-saksi.”
(HR At Tirmidzi dan dihasankan Syaikh Al Albani rahimahullah)

Tentu bagi ahlussunnah yang menjadikan ilmu sebagai salah satu buruan utama sepanjang hayat mereka, kehilangan ilmu adalah kerugian besar tak terkira. Setelah taqdir Allah, tidak ada sikap bijak yang dapat mengembalikan keberuntungan mereka melainkan ketakwaan dan perbaikan hubungan.

Allah berfirman:

 ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ ۗ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah mengajarkan ilmu kepadamu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al Baqoroh: 282)

Takwa dan kesediaan memperbaiki hubungan akibat perselisihan dalam urusan agama (semisal pembagian rampasan perang) bahkan Allah jadikan acuan keimanan seseorang:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ 

“Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”
(QS. Al Anfaal : 1)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah dalam Taisir Al Karim Ar Rahman menjelaskan:

أصلحوا ما بينكم من التشاحن والتقاطع والتدابر، بالتوادد والتحاب والتواصل..فبذلك تجتمع كلمتكم، ويزول ما يحصل – بسبب التقاطع -من التخاصم، والتشاجر والتنازع. ويدخل في إصلاح ذات البين تحسين الخلق لهم، والعفو عن المسيئين منهم فإنه بذلك يزول كثير مما يكون في القلوب من البغضاء والتدابر

“Makna وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ yaitu: Perbaikilah hubungan sesama kalian dengan mengganti sikap saling membenci, memutus hubungan, juga bermusuhan menjadi sikap saling mencintai, mengasihi dan menyambung. Dengan hal itu suara kalian menjadi satu, akan sirnalah dampak buruk yang pernah terjadi akibat pemutusan hubungan berupa sikap permusuhan, perselisihan maupun pertikaian.

Dan masuk juga dalam cakupan memperbaiki hubungan antar pihak yang terjadi kerenggangan dengan cara bersikap baik secara fisik kepada mereka, memberikan maaf terhadap pihak yang bertindak buruk dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya dengan menerapkan sikap seperti itu akan hilanglah banyak hal yang terpendam dalam kalbu-kalbu, berupa kebencian maupun permusuhan.”

Semoga kealpaan dan kesalahan kita memperoleh ampunan Allah. Sebagaimana kita memohon dengan Asma-Nya agar Dia Ta’ala menjauhkan kita dari permusuhan dan segala sikap yang merugikan sesama hamba beriman di dunia dan akhirat.

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

 

Penulis:
Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan