Hujjah di Hadapan Allah bagi yang Taat kepada Pemimpinnya
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
أَطِيْعُوْا أُمَرَاءَكُمْ مَهْمَا كَانَ ، فَإِنْ أَمَرُوْكُمْ بِشَيْءٍ مِمَّا لَمْ آتِكُمْ بِهِ ، فَهُوَ عَلَيْهِمْ ، وَأَنْتُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ ، وَإِنْ أَمَرُوْكُمْ بِشَيْءٍ مِمَّا جِئْتُكُمْ بِهِ فَإِنَّهُمْ يُؤْجَرُوْنَ عَلَيْهِ ، وَتُؤْجَرُوْنَ عَلَيْهِ ، ذَلِكُمْ بِأَنَّكُمْ إِذَا لَقِيْتُمْ رَبَّكُمْ قُلْتُمْ : رَبَّنَا لَا ظُلْمَ . فَيَقُوْلَ : لَا ظُلْمَ . فَتَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا ، أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رُسُلًا فَأَطَعْنَاهُمْ ، وَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْنَا خُلَفَاءَ فَأَطَعْنَاهُمْ ، وَأَمَّرْتَ عَلَيْنَا أُمَرَاءَ فَأَطَعْنَاهُمْ . فَيَقُوْلُ : صَدَقْتُمْ ، هُوَ عَلَيْهِمْ ، وَأَنْتُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ
Taatilah pemimpin kalian seperti apapun keadaannya. Jika mereka memerintahkan kepada kalian dengan sesuatu yang aku tidak mengajarkan hal itu kepada kalian, dosanya untuk mereka, sedangkan kalian berlepas diri darinya. Jika mereka memerintahkan kepada kalian sesuatu yang aku ajarkan kepada kalian, sesungguhnya mereka mendapat pahala dan kalian pun mendapat pahala. Hal yang demikian itu jika kalian bertemu dengan Rabb kalian, kalian akan berkata: Wahai Rabb kami, jangan ada kedzhaliman. Allah berfirman: Tidak ada kedzhaliman. Kalian berkata: Wahai Rabb kami, Engkau telah mengutus para Rasul kepada kami kemudian kamipun menaati mereka. Kemudian Engkau gantikan kepada kami para khalifah, kami pun menaati mereka. Kemudian Engkau jadikan para pemimpin untuk kami, kami pun menaati mereka. Allah berfirman: Kalian benar. (Jika ada kesalahan pada mereka), merekalah yang berdosa, sedangkan kalian berlepas diri darinya
H.R Ibnu Abi ‘Aashim dalam as-Sunnah, dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Dzhilaalul Jannah
Penjelasan
Perintah Nabi untuk menaati pemimpin apapun keadaannya itu adalah selama ia masih muslim. Meskipun ia fasik atau dzhalim, ia tetap harus ditaati dalam hal yang ma’ruf. Selama ia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan atau yang dilarang syariat.
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Bersikap mendengar dan taat (kepada pemimpin muslim) adalah wajib bagi setiap muslim dalam hal-hal yang disukai atau dibenci, selama tidak diperintah pada perbuatan maksiat. Jika diperintah pada kemaksiatan, maka tidak ada sikap mendengar dan taat
H.R al-Bukhari dan Muslim
Jika pemimpin muslim memerintahkan kita kepada kemaksiatan, janganlah menjalankan kemaksiatan itu. Namun, dalam mengingkarinya harus melihat keadaan. Mengingkari kemunkaran penguasa tidaklah sama dengan mengingkari kemunkaran terhadap rakyat biasa.
إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
Sesungguhnya kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang kalian kenal dan kalian ingkari. Barangsiapa yang membenci (perbuatan kemungkarannya), maka ia telah berlepas diri, barangsiapa yang mengingkari maka ia telah selamat. Tetapi yang tidak diperbolehkan adalah orang yang ridha dan mengikutinya. Para Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami perangi mereka? Nabi menjawab: Jangan, selama mereka masih shalat
H.R Muslim
Kepada penguasa, jika ada nasihat yang disampaikan, sampaikanlah secara langsung, harapannya tanpa diketahui pihak lain.
Seseorang bertanya kepada Sahabat Nabi Ibnu Abbas tentang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap pemimpin. Ibnu Abbas menjawab:
فَإِنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَفِيمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ
Jika engkau harus melakukannya, maka lakukanlah dengan penyampaian yang hanya antara engkau dan dia saja yang tahu
riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya
Jika tidak bisa disampaikan pengingkaran kepada mereka karena terkendala, setidaknya ingkarilah dengan hati. Tidak meridhainya. Berlepas diri darinya.
Namun, ketidaktaatan kepada penguasa dalam kemaksiatan bukanlah berarti mencabut ketaatan kepadanya secara menyeluruh. Untuk hal-hal lain yang ma’ruf (bukan kemaksiatan), tetap harus taat kepadanya.
مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
Barangsiapa yang memiliki pemimpin, kemudian dia lihat pemimpin tersebut membawa kemaksiatan kepada Allah, maka bencilah kemaksiatannya itu, namun jangan cabut ketaatan (secara menyeluruh)
H.R Muslim
Apabila pemerintah melarang sesuatu yang asalnya mubah/boleh, tapi pemerintah memandang adanya mudarat menurut ijtihad mereka, kita pun menaati dalam hal itu. Sahabat Nabi Ibnu Umar termasuk berpendapat bahwa jual beli salam/salaf untuk hewan adalah diperbolehkan. Misalkan seseorang membeli hewan dia bayarkan dulu uangnya secara tunai, tapi hewannya masih akan diserahterimakan di lain waktu. Ibnu Umar berpendapat bahwa itu mubah. Sebagaimana Sahabat Nabi Ibnu Abbas juga berpendapat mubah. Namun ketika Abu Nadhroh menyampaikan kalau penguasanya melarang transaksi jual beli demikian, Ibnu Umar memerintahkan agar Abu Nadhroh menaati pemimpinnya.
عَنْ أَبِى نَضْرَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنِ السَّلَفِ فِي الْحَيَوَانِ قَالَ لَا بَأْسَ قُلْتُ إِنَّ أُمَرَاءَنَا يَنْهَوْنَ عَنْهُ قَالَ أَطِيْعُوْا أُمَرَاءَكُمْ
Dari Abu Nadhroh ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang (transaksi jual beli) salaf terhadap hewan. Ia berkata: Tidak mengapa. Aku berkata: Sesungguhnya para pemimpin kami melarang hal itu. Ibnu Umar berkata: Taatilah para pemimpin kalian
riwayat al-Bukhari dalam atTarikhul Kabiir
Hadits ini juga bantahan bagi pihak yang mengatakan bahwa taat itu hanyalah kepada khalifah saja, yang menguasai seluruh negara Islam. Tidak benar. Tidak khusus hanya kepada mereka. Karena dalam hadits itu Nabi tidak hanya menyebut ketaatan kepada khalifah. Namun juga kepada Umaro’ yang lebih bersifat umum sebagai pemimpin atau penguasa.
Wallaahu A’lam
Abu Utsman Kharisman
??????
WA al I’tishom