Nabi Isa Berbakti kepada Ibunya dan Tidak Menjadi Orang yang Sombong Lagi Celaka
Allah Ta’ala berfirman:
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
Dan Dia (Allah) menjadikan aku berbakti pada ibuku dan Dia tidak menjadikanku sebagai orang yang sombong lagi celaka (Q.S Maryam ayat 32)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa yang menjadikan Nabi Isa berbakti kepada ibunya dan tidak menjadikan beliau sombong lagi celaka adalah Allah Ta’ala. Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan makhluk adalah ciptaan Allah Ta’ala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:
فَبَيَّنَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الَّذِي جَعَلَهُ بَرًّا بِوَالِدَتِهِ وَلَمْ يَجْعَلْهُ جَبَّارًا شَقِيًّا. وَهَذَا صَرِيحُ قَوْلِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي أَنَّ اللَّهَ [عَزَّ وَجَلَّ] خَالِقُ أَفْعَالِ الْعِبَاد
Dia menjelaskan bahwasanya Allah lah yang menjadikan beliau berbakti pada ibunya dan tidak menjadikan beliau sebagai orang yang sombong lagi celaka. Ini tegas menguatkan pendapat Ahlussunnah bahwasanya Allah Azza Wa Jalla adalah Sang Pencipta perbuatan para hamba (Minhajus Sunnah anNabawiyyah 3/111)
Ayat ini memberikan pelajaran akan sikap berbakti kepada orangtua. Nabi Isa alaihissalam hanya memiliki ibu. Kepada ibunyalah Nabi Isa berbakti. Beliau tidak memiliki ayah.
Sebagian Ulama menjelaskan bahwa sifat sombong lagi celaka akan dimiliki oleh orang yang tidak berbakti kepada orangtuanya.
Hal ini juga menunjukkan bahwa Nabi Isa memiliki sifat pengasih dan penyayang kepada sesama. Bukan yang sombong dan bersikap sewenang-wenang.
Nabi Isa terhindarkan dari sifat jabbar dan syaqiyy. Al-Mawardiy dalam tafsirnya menyebutkan 3 makna pada kata jabbar dan syaqiyy.
Makna pertama: Jabbar adalah bodoh terhadap hukum-hukum-Nya, sedangkan syaqiyy adalah sombong terhadap para hamba yang lain.
Makna kedua: Jabbar adalah tidak mau memberi nasihat, sedangkan syaqiyy tidak mau menerima nasihat.
Makna ketiga: Jabbar adalah dzhalim terhadap para hamba Allah, sedangkan syaqiyy adalah sangat berambisi terhadap kenikmatan dunia.
Dikutip dari: buku “Nabi Isa dan Bunda Maryam dalam Pandangan Ulama Islam”, Abu Utsman Kharisman