Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Dalam aturan Islam, mertua dan menantu yang berlainan jenis adalah mahram. Artinya, haram dinikahi. Kondisi mahram mertua dan menantu itu berlaku selamanya, sejak terjadinya akad nikah antara menantu dengan anak dari mertua tersebut. Meskipun kemudian anak dari mertua itu sudah meninggal, atau bercerai dengan menantu itu, hubungan mantan menantu dengan mantan mertuanya adalah mahram selamanya.

Dalam ayat ke-23 surah an-Nisaa’ yang menjelaskan tentang siapa saja mahram itu, setidaknya di dua tempat Allah menjelaskan hubungan mahram antara menantu dengan mertua. Baik mertua laki dengan menantu wanita, ataupun mertua wanita dengan menantu laki-laki..

وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ

…dan (termasuk mahram) adalah ibu dari para istri kalian…(Q.S anNisaa’ ayat 23)

وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ

…dan istri dari anak laki-laki kandung kalian…(Q.S anNisaa’ ayat 23)

Mahram bagi seorang laki-laki terkait mertua wanita berlaku juga ke atas. Artinya, ibu dari istri kita adalah mahram. Kemudian, jika ibu mertua kita itu memiliki ibu, maka ibunya juga mahram, demikian seterusnya ke atas.

Mahram bagi seorang laki-laki terkait menantu wanita (istri dari anak) juga berlaku ke bawah. Artinya, istri dari anak laki-laki kita atau disebut menantu wanita adalah mahram. Apabila cucu laki-laki memiliki istri, istrinya adalah juga mahram bagi kakeknya, dan seterusnya ke bawah.

Al-Baghowiy (Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud) rahimahullah – Ulama Syafiiyyah yang wafat tahun 516 Hijriyah – menyatakan:

أَن كل من عقد النِّكَاح على امْرَأَة تحرم الْمَنْكُوحَة على آبَاء الناكح وَإِن عَلوا، وعَلى أبنائه وَأَبْنَاء أَوْلَاده من النّسَب وَالرّضَاع جَمِيعًا وَإِن سفلوا بمجردِ العقد، تَحْرِيمًا مُؤَبَّدًا، وَيحرم على الناكح أمهاتُ الْمَنْكُوحَة، وجداتها من النّسَب وَالرّضَاع جَمِيعًا بِمُجَرَّد العقد

Setiap orang (laki-laki) yang melakukan akad nikah dengan seorang wanita, menjadi mahramlah bagi wanita yang dinikahi itu ayah dari laki-laki tersebut dan seterusnya ke atas. Wanita itu juga mahram dengan anak laki-laki dari laki-laki tersebut, termasuk cucu-cucunya dari nasab maupun sepersusuan seluruhnya.

Demikian juga ke bawah, dengan sekedar terjadinya akad. Mahram itu berlangsung selamanya. Bagi laki-laki yang menikah, menjadi mahramlah ibu dari istrinya, termasuk nenek-neneknya dari nasab maupun sepersusuan seluruhnya. Sekedar dengan terjadinya akad (Syarhus Sunnah karya al-Baghowiy (9/67))


Ditulis oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan