Memandang dan Memikirkan Sekitar untuk Menambah Syukur serta Pengagungan terhadap Allah

Allah Azza Wa Jalla berfirman:
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali ‘Imran ayat 191)
Abu Sulaiman ad-Daaraniy rahimahullah – wafat tahun 215 H- menyatakan:
إِنِّي لأخرجُ مِنْ مَنْزِلِي، فَمَا يَقَعُ بَصَرِي عَلَى شَيْءٍ إِلَّا رَأَيْتُ لِلَّهِ عَلَي فِيهِ نِعْمَة، أوْ لِي فِيهِ عِبْرَة
Sesungguhnya aku benar-benar keluar dari rumahku, tidaklah pandanganku mengenai sesuatu kecuali (aku mengingat) bahwa padanya terdapat nikmat Allah atau aku mengambil pelajaran darinya (riwayat Ibnu Abid Dunya dalam atTafakkur wal I’tibar, dinukil Ibnu Katsir dalam Tafsirnya)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah menyatakan:
ودل هذا على أن التفكر عبادة من صفات أولياء الله العارفين، فإذا تفكروا بها، عرفوا أن الله لم يخلقها عبثا
Hal ini menunjukkan bahwa berpikir (akan keagungan Allah, nikmat-Nya, dan mengambil pelajaran) adalah ibadah, bagian dari sifat para Wali Allah yang arif. Apabila mereka memikirkannya, mereka mengetahui bahwa Allah tidaklah menciptakannya sia-sia (Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan)
Oleh: Abu Utsman Kharisman