Kam 1 Muharram 1447AH 26-6-2025AD

Keberadaan hamba sahaya atau budak sudah ada dan diakui sejak dahulu kala, sebelum Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam diutus. Dengan datangnya Islam, keberadaan perbudakan tidaklah dihapuskan secara total, tapi diatur adab maupun ketentuannya dalam syariat. Begitu banyak pula anjuran dan keutamaan memerdekakan hamba sahaya dalam Islam. Aturan-aturan syariat berupa kaffaroh dalam melakukan perbuatan dosa tertentu juga terdapat pemerdekaan terhadap budak.

Hubungan interaksi antara tuan/majikan dengan budak/hamba sahaya berpotensi menimbulkan kedzhaliman dan tindak kesewenang-wenangan. Karena posisinya adalah antara atasan dengan bawahan.

Nabi shollallahu alaihi wasallam menganjurkan kepada para majikan atau tuan untuk mudah memaafkan kesalahan dari hamba sahayanya. Bahkan, kalau perlu, berikan maaf dalam sehari 70 kali.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمْ نَعْفُو عَنِ الْخَادِمِ؟ فَصَمَتَ، ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ الْكَلَامَ، فَصَمَتَ، فَلَمَّا كَانَ فِي الثَّالِثَةِ، قَالَ: اعْفُوا عَنْهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ سَبْعِينَ مَرَّةً

Seorang laki-laki datang menemui Nabi shollallahu alaihi wasallam dan berkata: Wahai Rasulullah, berapa banyak kami perlu memaafkan hamba sahaya? Nabi diam. Kemudian orang itu mengulang ucapannya. Nabi tetap diam. Hingga pada kali ketiga, beliau bersabda: Maafkanlah dia dalam sehari 70 kali (H.R Abu Dawud)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafidzhahullah menyatakan: Artinya, dimaafkan untuk dia dan diulangi pemberian maaf untuknya meskipun mencapai 70 kali. Ini menunjukkan tidak adanya batasan apakah ia memaafkan sekali, dua kali, 3 kali, 4 kali, atau 5 kali. Pemberian maafnya adalah berlangsung terus (Syarh Sunan Abi Dawud li Abdil Muhsin al-Abbad 586/16)

Apabila hal itu berlaku pada hamba sahaya yang kedudukannya lebih rendah dibandingkan orang yang berstatus merdeka, bagaimana dengan orang yang sama-sama merdeka seperti kita?! Tentu lebih layak lagi mendapatkan pemaafan.

Wallaahu A’lam


Dikutip dari: Buku “Mengapa Begitu Sulit Memaafkan? Maafkanlah dan Berbahagialah” (Studi terhadap Ayat Quran, Hadits Nabi, dan Penjelasan Ulama tentang Memaafkan), karya Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan