Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Bantahan Ilmiah Terhadap UAS Terkait Dengan Takwil Ayat AlQuran dan Penisbatannya Kepada Al-Imam Al-Bukhari dan Malik (Bagian ke-4-selesai)

Bagian ke-4-selesai: Penakwilan yang Dinisbatkan Kepada Al-Imam Malik 

Kutipan Ucapan UAS

Ust Abdul Shomad (UAS) menyatakan:

Imam Malik mentakwil. Mana contohnya?

يَنْزِلُ رَبُنَا

Allah turun

Sepertiga malam. Kata Imam Malik:

يَتَنَزَّلُ أَمْرُهُ

Turun perkaranya.

Bukan Dzat-Nya.

== selesai penukilan ucapan UAS ==

Link potongan video UAS (Ust Abdul Shomad) menyatakan demikian bisa dilihat di : http://v.gd/ZnwSUc

Tanggapan terhadap Pernyataan UAS tersebut

Apa yang disampaikan oleh UAS itu yang dinisbatkan kepada al-Imam Malik adalah berdasarkan riwayat yang tidak sah. Justru riwayat yang benar dari al-Imam Malik adalah menetapkan Sifat an-Nuzul (turunnya Allah ke langit dunia di waktu tertentu) tanpa mempertanyakan seperti apa kaifiyatnya.

Berikut ini akan diuraikan beberapa penjelasan:

Pertama: Penjelasan akan kelemahan riwayat bahwa al-Imam Malik menakwilkan demikian.

Kedua: Penjelasan riwayat yang benar dari al-Imam Malik.

Ketiga: Penyebutan ucapan al-Imam asy-Syafii terkait sikap yang benar terhadap nash-nash tentang Nama dan Sifat Allah.

Penjelasan Kelemahan Riwayat Penakwilan al-Imam Malik

Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah menyebutkan 2 riwayat penakwilan al-Imam Malik itu dalam kitab atTamhiid juz 5 halaman 155.

Riwayat pertama melalui Habiib (bin Abi Habiib) dari al-Imam Malik. Ibnu Abdil Barr rahimahullah pun menukil dengan ungkapan tamridh, bukan secara tegas, yang menunjukkan bahwa beliau juga tidak memastikan kebenaran riwayat dari al-Imam Malik itu. Sedangkan riwayat kedua adalah dari Muhammad bin Ali al-Bajaliy dari Jaami’ bin Sawaadah dari Muthorrif dari al-Imam Malik.

Pada jalur riwayat pertama, perawinya dinilai pendusta oleh sebagian Ulama hadits. Ibnu Adi menilainya sebagai orang yang memalsukan hadits dalam kitab al-Kaamil fi Dhuafaair Rijaal (3/324). Al-Imam Ahmad menyatakan:

لَيْسَ بِثِقَة وَكَانَ يَكْذِبُ

Bukanlah orang yang terpercaya, dan ia berdusta (ad-Dhuafaa’ wal Matrukiin karya Ibnul Jauziy 1/189).

Sedangkan jalur riwayat yang kedua juga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah karena sangat lemah. Setidaknya karena perawi Jaami’ bin Sawaadah. Adz-Dzahabiy menilainya sebagai seorang yang tertuduh berdusta. Adz-Dzahabiy rahimahullah menyatakan:

جَامع بن سوَادَة عَن آدم بن أبي إِيَاس بِخَبَر كذب فِي الْجمع بَين الزَّوْجَيْنِ كَأَنَّهُ وَضعه

Jaami’ bin Sawaadah dari Aadam bin Abi Iyaasy dengan khabar yang dusta tentang (keutamaan) menjodohkan 2 orang menjadi sepasang suami istri. Sepertinya ia memalsukannya (al-Mughniy fid Dhuafaa’ 1/127)

Al-Imam Ibnu Abdil Barr sendiri sebelum menukil periwayatan dari al-Imam Malik itu sudah menegaskan keyakinan yang seharusnya terhadap hadits-hadits Nabi yang shahih terkait Sifat Allah. Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah menyatakan:

وأمّا قولُه – صلى الله عليه وسلم – في هذا الحديث: “يَنزِلُ ربُّنا تباركَ وتعالى إلى سَماءِ الدُّنيا” فقد أكثرَ الناسُ التَّنازُعَ فيه، والذي عليه جمهورُ أئمةِ أهلِ السُّنةِ أنَّهم يقولون: ينزلُ. كما قال رسولُ الله – صلي الله عليه وسلم -، ويُصَدِّقون بهذا الحديث، ولا يُكَيِّفُونَ، والقولُ في كيفيّة النزول كالقولِ في كيفيّةِ الاستواءِ والمَجيء، والحُجَّةُ في ذلك واحدة

Adapun sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam dalam hadits (yang artinya): “Rabb kita Tabaroka Wa Taala turun ke langit dunia”. Begitu banyak pertentangan di kalangan manusia. Pendapat yang diikuti oleh mayoritas Imam Ahlussunnah adalah bahwasanya mereka mengatakan: turun. Sebagaimana Nabi shollallahu alaihi wasallam sabdakan. Mereka membenarkan hadits ini, tidak mempertanyakan seperti apa kaifiyatnya. Pernyataan tentang kaifiyat turunnya (Allah) adalah sama seperti pernyataan tentang kaifiyat istiwa’ maupun datang. Hujjah tentang hal itu adalah satu (atTamhiid 5/155).

Penjelasan Riwayat yang Benar dari al-Imam Malik

Riwayat Pertama: Riwayat Ibnu Abiz Zamanaiyn.

Ibnu Abiz Zamanayn meriwayatkan:

وَأَخْبَرَنِي وَهْبٌ عَنْ اِبْنِ وَضَّاحٍ، عَنْ زُهَيْرِ بْنِ عُبادة قَالَ: كُلُّ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنْ اَلْمَشَايِخِ: مَالِكٍ وَسُفْيَانَ وَفُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ وَعِيسَى وَابْنِ اَلْمُبَارَكِ وَوَكِيعٍ كَانُوا يَقُولُونَ: اَلنُّزُولُ حَقٌّ

dan telah mengkhabarkan kepadaku Wahb dari Ibnu Wadhdhooh dari Zuhair bin Ubadah ia berkata: Semua masyayikh yang saya temui, baik itu Malik, Sufyan, Fudhail bin Iyadh, Isa, Ibnul Mubarok, dan Waki’ mereka mengatakan: an-Nuzul (turunnya Allah) adalah benar adanya (Ushulus Sunnah karya Ibnu Abiz Zamanaiyn halaman 113)

Wahb yang disebutkan dalam riwayat itu adalah Abul Hazm Wahb bin Masarroh al-Hijaaziy. As-Suyuthiy menilainya:

وَكَانَ حَافِظًا للفقه بَصيرًا بِهِ وَبِالْحَدِيثِ وبالرجال والعلل ذَا ورع وَفضل دارت عَلَيْهِ الْفتيا بِبَلَدِهِ

Beliau adalah seorang hafidz yang sangat paham ilmu fiqh, mahir dalam ilmu hadits, rijal, dan illat-illat hadits. Beliau seorang yang wara’ dan memiliki keutamaan. Menjadi rujukan fatwa di negerinya (Thobaqootul Huffaadz karya as-Suyuthiy 1/364)

Sedangkan Ibnu Waddhooh tersebut adalah Abu Abdillah Muhammad bin Wadhdhooh. Ibnu Hajar al-Asqolaaniy menilainya:

هَوُ صَدُوْقٌ فِي نَفْسِهِ رَأْسٌ فِي الْحَدِيْث

Beliau shoduq (bisa diterima riwayatnya) dalam dirinya dan termasuk pemimpin dalam ilmu hadits (Lisaanul Miizaan 5/416)

Zuhair bin Ubbaad (dalam sebagian naskah tertulis bin Ubaadah, tapi yang benar bin Ubbad) dinilai tsiqoh oleh Ibnu Hibban.

Maka riwayat ini lebih kuat dibandingkan riwayat penakwilan al-Imam Malik yang disebutkan oleh UAS tersebut.

Riwayat kedua: riwayat dari Abu Nashr as-Sijziy.

Al-Imam adz-Dzahabiy dalam kitab Siyar A’lamin Nubalaa’ menukil ucapan Abu Nashr as-Sijziy dalam kitab al-Ibaanah:

قَالَ أَبُو نَصْرٍ ‌السِّجْزِيُّ فِي كِتَابِ “الإِبَانَةِ”: وَأَئِمَّتُنَا كَسُفْيَانَ، ‌وَمَالِكٍ، ‌وَالحَمَّادَيْنِ، وَابنِ عُيَيْنَةَ، وَالفُضَيْلِ، وَابنِ المُبَارَكِ، وَأَحْمَدَ بنِ حَنْبَلٍ، وَإِسْحَاقَ، مُتَّفِقُوْنَ عَلَى أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ فَوْقَ العَرشِ، وَعِلمُه بِكُلِّ مَكَانٍ، وَأَنَّهُ يَنزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، وَأَنَّهُ يَغضَبُ وَيَرضَى، وَيَتَكلَّمُ بِمَا شَاءَ

Abu Nashr as-Sijziy menyatakan dalam kitab al-Ibaanah: “dan para imam kita seperti Sufyan, Malik, dan 2 Hammaad, Ibnu Uyainah, al-Fudhail, Ibnul Mubarak, Ahmad bin Hanbal, dan Ishaq mereka sepakat bahwasanya Allah Yang Maha Suci berada di atas Arsy, ilmu-Nya di semua tempat, dan bahwasanya Dia turun ke langit dunia, dan bahwasanya Dia marah maupun ridha, serta berbicara sesuai dengan yang dikehendaki-Nya” (Siyar A’laamin Nubalaa’ 13/271)

Riwayat ketiga, adalah sebagaimana pernyataan al-Imam atTirmidzi dalam Sunannya:

وَقَدْ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ وَمَا يُشْبِهُ هَذَا مِنْ الرِّوَايَاتِ مِنْ الصِّفَاتِ وَنُزُولِ الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالُوا قَدْ تَثْبُتُ الرِّوَايَاتُ فِي هَذَا وَيُؤْمَنُ بِهَا وَلَا يُتَوَهَّمُ وَلَا يُقَالُ كَيْفَ هَكَذَا رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ وَسُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُمْ قَالُوا فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ أَمِرُّوهَا بِلَا كَيْفٍ وَهَكَذَا قَوْلُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأَمَّا الْجَهْمِيَّةُ فَأَنْكَرَتْ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ

Lebih dari 1 Ulama menyikapi hadits ini maupun hadits lain yang semisal dengan ini berupa periwayatan tentang Sifat-Sifat dan Turunnya Allah Ta’ala pada tiap malam ke langit dunia, mereka berkata: Riwayat-riwayat tentang ini adalah sah, wajib diimani, tidak boleh dipersangkakan atau dikatakan : ‘Bagaimana?’. Demikianlah yang diriwayatkan dari Malik, Sufyan bin Uyainah, Abdullah bin alMubarok, bahwasanya mereka menyatakan tentang hadits-hadits semacam ini: Tetapkanlah tanpa bertanya ‘bagaimana’. Demikian juga ucapan para Ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Adapun al-Jahmiyyah, mereka mengingkari riwayat-riwayat ini (Sunan atTirmidzi)

Riwayat keempat, yang merupakan riwayat secara umum, pernyataan dari al-Walid bin Muslim yang pernah bertanya langsung kepada al-Imam Malik terkait hadits-hadits tentang Sifat Allah.

Beliau dan Ulama Ahli Hadits lain memerintahkan untuk menetapkan hadits-hadits shahih itu sebagaimana adanya.

Al-Walid bin Muslim berkata:

سألتُ الأوزاعِيَّ، وسُفيان الثَّورِيَّ، ومالك بن أنسٍ، واللَّيث بن سَعْدٍ، عن الأحادِيثِ التي فيها الصِّفاتُ، فكلُّهُم قال: ‌أمِرُّوها كما جاءَت بلا تفسِيرٍ

Aku bertanya kepada al-Auza’iy,Sufyan ats-Tsauriy, Malik bin Anas, dan al-Laits bin Sa’ad tentang hadits-hadits yang menjelaskan Sifat-Sifat (Allah). Semuanya berkata: Tetapkanlah sebagaimana adanya tanpa ditafsirkan (riwayat Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah, Ibnu Abdil Barr dalam atTamhiid)

Ibnu Hajar al-Asqolaaniy menukil ucapan al-Waliid bin Muslim itu dalam Fathul Baari. Sedangkan al-Qodhiy Abu Ya’la Muhammad bin al-Husain menukil ucapan tersebut di dalam kitabnya yang berjudul Ibtholut Ta’wiilaat yang kalau diartikan adalah “Membatalkan Penakwilan-penakwilan (Batil)”.

Ini semua menunjukkan bahwa riwayat yang benar dari al-Imam Malik adalah menetapkan Sifat an-Nuzul tanpa mentakwilkannya dengan takwil yang batil.

Penyebutan Ucapan Al-Imam Asy-Syafii Terkait Sikap Yang Benar Terhadap Nash-Nash tentang Nama Dan Sifat Allah

Ibnu Hajar al-Asqolaaniy rahimahullah menukil perkataan al-Imam asy-Syafii yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib asy-Syafii. Al-Imam asy-Syafii rahimahullah menyatakan:

لِلَّهِ أَسْمَاءٌ وَصِفَاتٌ لَا يَسَعُ أَحَدًا رَدُّهَا وَمَنْ خَالَفَ بَعْدَ ثُبُوتِ الْحُجَّةِ عَلَيْهِ فَقَدْ كَفَرَ وَأَمَّا قَبْلَ قِيَامِ الْحُجَّةِ فَإِنَّهُ يُعْذَرُ بِالْجَهْلِ لِأَنَّ عِلْمَ ذَلِكَ لَا يُدْرَكُ بِالْعَقْلِ وَلَا الرُّؤْيَةِ وَالْفِكْرِ فَنُثْبِتُ هَذِهِ الصِّفَاتِ وَنَنْفِي عَنْهُ التَّشْبِيهَ كَمَا نَفَى عَنْ نَفْسِهِ فَقَالَ لَيْسَ كمثله شَيْء

Allah memiliki Nama-Nama dan Sifat-Sifat yang tidak boleh bagi siapapun menolaknya. Barang siapa yang menyelisihinya setelah tegak hujjah padanya, maka ia kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia mendapatkan udzur karena kebodohannya. Sesungguhnya pengetahuan tentang hal itu tidaklah didapatkan dengan akal maupun penglihatan serta pemikiran. Maka kita tetapkan Sifat-Sifat ini dan kita menafikan penyerupaan (dengan makhluk-Nya, pen). Sebagaimana Dia (Allah) menafikan dari Diri-Nya dengan firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada sesuatupun yang semisal (serupa) dengan-Nya (Q.S asy-Syuuraa ayat 11)(Fathul Bari 13/407)

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, pertolongan, dan ampunan kepada segenap kaum muslimin.


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan