Kritikan Ilmiah Terhadap Ceramah Ust Das’ad Latif di Pengajian Muslim United Masjid Jogokariyan Yogyakarta (Bagian ke-4)
Gurauan dan Candaan yang Dusta, Berlebihan Serta Tidak Pada Tempatnya
Ust Das’ad Latif pada ceramah di pengajian Muslim United Masjid Jogokariyan Yogyakarta melontarkan setidaknya 2 guyonan yang dusta dan tidak pada tempatnya. Dusta karena kita tahu bahwa itu tidak nyata, dan tidak pada tempatnya karena yang dijadikan bahan gurauan adalah kehidupan akhirat (kehidupan di surga dan neraka).
Guyonan yang pertama adalah tentang kehidupan anggota DPR di akhirat nanti dan percakapan penghuni surga dengan Malaikat. Bahwa ada sebagian anggota DPR yang sebenarnya korupsi dan semestinya di neraka, tapi dilihat sedang berada di surga, kemudian Malaikat menjelaskan kalau mereka itu sedang reses, nanti ada masanya kembali ke tempatnya di neraka. Sedangkan guyonan yang kedua adalah tentang penghuni surga dan penghuni neraka yang saling SMS sehingga penghuni neraka ingin berkunjung ke surga, kemudian dilakukanlah pembangunan proyek jembatan dari neraka ke surga yang menjadi kesepakatan penghuni neraka dan surga, namun proyek itu mangkrak karena petugas-petugas penting dalam proyeknya semua di neraka. Innaa Lillaahi wa Innaa Ilayhi Raaji’un, sungguh candaan yang dusta, berlebihan, dan tidak pada tempatnya.
Berikut ini akan disampaikan kutipan pernyataan ust Das’ad Latif dalam ceramah beliau di video yang diunggah di channel youtube resmi milik ustadz Das’ad Latif berjudul “Riuh Tawa Muslim United Yogyakarta Masjid Jogokariyan ( Ustad Das’ad Latif ) kemudian akan diuraikan tanggapan terhadap pernyataan beliau tersebut.
Transkrip Pernyataan Ust Das’ad Latif
Guyonan pertama disampaikan dari menit 25.28 :
Adek adek, pernah dengar cerita anggota DPR di akhirat? Tidak. Jadi anggota DPR kan ada penghafal Qur’an. Masuk dalam surga. Begitu masuk dalam surga, dilihat. Ih, kok banyak anggota DPR di sini? Di negara aku banyak di OTT karena korupsi. Dia pergi protes sama Malaikat penjaga surga. Malaikat, Malaikat. Kenapa banyak ini? Masuk anggota Dewan dalam surga. Di negara saya banyak yang korupsi. Dia bilang penjaga surga: “Sstt, tidak usah ribut”. Kenapa? Dia cuma reses. Sebentar lagi pulang ke tempat asalnya.
Guyonan kedua disampaikan dari menit 26.25:
Malu dong jadi pejabat tapi korup. Malu dong jadi kontraktor tapi rampok. Pernah dengar cerita kontraktor di akhirat? Ini penghuni surga sama penghuni neraka, baku SMS. SMS-an dia. Bilang penghuni surga: “Mas bro, bagaimana kabarmu di situ?” Bah, gak ada enak di sini. Diblender terus kita di sini. Gak ada jam istirahat. Kau di situ bagaimana kabarmu di surga? Masya Allah, enak betul. Satu laki-laki, tujuh bidadari. Bayangkan Pak, tujuh. Dan itu bidadari tidak pernah kentut. Seperti istri kita di rumah, tujuh kali kentut satu hari. Gak pernah kentut. Perawan terus. Tujuh bidadari. Sampai jam berapa? …Lalu, kata penghuni surga. Wah, enak betul di sini. Penghuni neraka. Bolehkah kami jalan-jalan ke situ? Boleh. Jadi gimana? Penghuni neraka kan kreatif. Banyak solusinya. Gimana? Sudahlah, gak usah cemas. Kami bikin jembatan dari surga. Kamu juga bikin jembatan dari neraka. Kita ketemu di tengah. Setuju? Setuju. Lelang proyek. Keluar pemenang tender. Kerjalah. Hari pertama. Hancur juga ini stage. Nasib sial saya ini malam. Uang merah kek. Jauh-jauh dari Sulawesi. Sepuluh ribu. Nah. Halo. Lalu dia bilang. Hari pertama proyek dari neraka selesai 50%. Hari kedua selesai 70%. Hari ketiga tuntas efektif dan efisien. Selesai proyek. Sampai di tengah dilihat-lihatin proyek dari surga. Eh, kenapa belum mulai-mulai? Dia teriaklah ini dari neraka. Mas Bro, kenapa kau belum mulai proyekmu? Kami sudah sampai di tengah sesuai perjanjian. Kenapa kau belum mulai? Kata penghuni dari surga. Bagaimana mau dimulai? Pemborong, kontraktor, pengawas, panitia. Ada semua di situ.
Tanggapan terhadap Pernyataan Ust Das’ad Latif tersebut
Pertama: Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam di masa-masa tertentu kadang beliau bergurau. Namun gurauan atau guyonan Nabi itu tidaklah mengandung kedustaan sama sekali.
Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُوْلُ إِلَّا حقًّا
Sesungguhnya aku (adakalanya) bergurau, namun tidaklah aku mengucapkan kecuali kebenaran (H.R atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath dari Ibnu Umar, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dalam Shahihul Jami’)
Namun, gurauan dan guyonan tidak menjadi keadaan yang sering dalam kehidupan Nabi. Bahkan, terdapat hadits yang mencela kondisi banyak tertawa. Karena banyak tertawa itu bisa mematikan hati.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tertawa mematikan hati (H.R atThobaroniy dan lainnya dari Abu Hurairah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dalam Shahih al-Jami’)
Kedua: Terdapat ancaman yang keras dari Nabi shollallahu alaihi wasallam terhadap seseorang yang bercerita dusta untuk membuat orang tertawa. Dari konteks penyampaian hadits Nabi yang mengancam dengan kecelakaan atau adzab yang pedih (wayl) menunjukkan bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.
Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
Celaka bagi orang yang bercerita kemudian berdusta untuk membuat suatu kaum tertawa. Sungguh celaka baginya, dan sungguh celaka baginya (H.R Ahmad dan lainnya)
Ketiga: Lebih berbahaya lagi jika bahan guyonannya adalah terkait dengan Dien Islam, seperti kehidupan akhirat maupun cemoohan, perendahan, atau kedustaan terkait Malaikat. Para Ulama memandangnya sebagai salah satu hal yang bisa membuat seseorang murtad dari Islam. Sungguh suatu hal yang berbahaya. Meskipun kita tidak memvonis bahwa ust Das’ad Latif sudah murtad, karena banyak parameter yang perlu ditinjau untuk memvonis diri seseorang terjatuh pada kemurtadan, namun setidaknya apa yang beliau lakukan dengan menjadikan kehidupan akhirat (hari kiamat) sebagai bahan guyonan dusta atau guyonan dusta terkait Malaikat adalah sungguh berbahaya terhadap keselamatan agama seseorang. Tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang muslim apalagi dai yang mengajak kepada kebaikan. Hendaknya beliau bertobat kepada Allah Ta’ala Sang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Terkait dengan guyonan atau cemoohan dalam rangka mengundang tawa yang mengandung unsur berita hari kiamat, Syaikh Bin Baz rahimahullah menyatakan:
وهكذا كل عمل أو قول يتضمن تنقص الإسلام، أو الطعن في الإسلام، أو الاستهزاء بالإسلام، أو جحد ما جاء به الإسلام، من واجب من المحرم، يكون ردة عن الإسلام، كما لو استهزأ بالصلاة، أو استهزأ بالصيام أو بالحج، أو بأخبار يوم القيامة أو بغير ذلك من أمور الدين، يكون كفره أكبر، كما قال سبحانه: {قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ}
Demikian pula setiap amalan atau ucapan yang mengandung perendahan terhadap Islam atau celaan terhadap Islam atau ejekan terhadap Islam atau menentang ajaran Islam baik berupa hal yang diwajibkan atau hal yang diharamkan, menjadi kemurtadan (keluar) dari Islam. Sebagaimana kalau ada seorang yang mengejek shalat, puasa, atau haji atau dengan berita-berita hari kiamat atau perkara lain dari perkara agama, kekafirannya adalah kekafiran besar. Sebagaimana Allah Yang Maha Suci berfirman:
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian jadikan bahan cemoohan? Janganlah kalian minta maaf, kalian telah kafir setelah keimanan kalian (Q.S atTaubah ayat 65-66)
Guyonan dan cemoohan terhadap satu Malaikat saja dinilai oleh Ulama sebagai hal yang bisa membatalkan keimanan seseorang. Di antara Ulama yang menilai demikian adalah Ibn Hazm dalam kitab al-Fashl fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal serta Ibnu Nujaim al-Hanafiy dalam kitab al-Bahrur Ro-iq.
Keempat: Menjadikan agama sebagai bagian dari guyonan adalah kebiasaan buruk orang-orang kafir dan musyrik yang tidak boleh dicontoh oleh kaum beriman. Sudah menjadi kebiasaan mereka menjadikan materi gurauannya adalah kehidupan setelah kematian (akhirat), tentang Malaikat, bahkan tentang Tuhan. Kita akan melihat bahwa orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab maupun selainnya begitu mudah menyelipkan hal itu dalam komedi maupun guyonan mereka. Kadang divisualisasikan kehidupan setelah kematian kemudian percakapan dengan Malaikat, yang itu sekedar candaan saja. Sungguh disayangkan apabila kaum muslimin meniru hal itu yang justru akan berakibat fatal terhadap keselamatan agamanya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
Tinggalkan dan berpalinglah dari orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, serta mereka tertipu dengan kehidupan dunia…(Q.S al-An’aam ayat 70)
Kelima: Di masa Ulama hadits terdahulu, sudah ada sebagian orang yang menyampaikan kalimat atau pengajaran untuk membuat orang tertawa. Hal itu diingkari dengan keras dan dinasihati oleh para Ulama hadits, di antaranya adalah Sufyan ats-Tsauriy rahimahullah. Kisah itu dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menafsirkan surah al-Jatsiyah:
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: قَدِمَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ الْمَدِينَةَ، فَسَمِعَ الْمُعَافِرِيَّ يَتَكَلَّمُ بِبَعْضِ مَا يَضْحَكُ بِهِ النَّاسُ. فَقَالَ لَهُ: يَا شَيْخُ، أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّ لِلَّهِ يَوْمًا يَخْسَرُ فِيهِ الْمُبْطِلُونَ؟
Ibnu Hatim berkata: Sufyan ats-Tsauriy tiba di Madinah. Beliau mendengar bahwa al-Muafiriy berbicara dengan sebagian hal yang membuat orang tertawa. Maka Sufyan ats-Tsauriy berkata kepadanya: Wahai syaikh, tidakkah anda tahu bahwasanya Allah memiliki suatu hari yang di hari itu orang-orang yang menyampaikan kebatilan mengalami kerugian? (Tafsir alQuranil Adzhim karya Ibnu Katsir 7/270)
Keenam: al-Imam asy-Syafii rahimahullah menilai bahwa guyonan yang melampaui batas bisa menyebabkan seorang muslim tertolak persaksiannya. Al-Imam asy-Syafii rahimahullah menyatakan:
وكذلك المزاح لا ترد به الشهادة ما لم يخرج في المزاح إلى عضة النسب أو عضة بحر أو فاحشة فإذا خرج إلى هذا، وأظهره كان مردود الشهادة
Demikian juga guyonan, tidaklah menyebabkan persaksian seseorang tertolak. Selama guyonan seseorang tidak keluar menuju tuduhan dusta terhadap nasab, atau tuduhan dusta terkait perzinahan atau perbuatan keji. Apabila keluar menuju hal tersebut dan ia menampakkannya, maka ia tertolak persaksiannya (al-Umm 6/224)
Sedangkan sebagian Ulama Syafiiyyah menyoroti sisi kedustaan secara mutlak yang bisa menyebabkan tertolak persaksiannya. Dalam kitab al-Badrut Tamaam Syarh Bulughil Maram disebutkan:
وقد صرَّح الرُّوياني في “البحر” -من الشافعية- أنه كبيرةٌ وإن لم يَضر، وقال: من كذب قصدًا رُدَّت شهادته وإن لم يضر بغيره؛ لأن الكذب حرام بكل حال
Ar-Ruuyaaniy menegaskan dalam kitab al-Bahr -dan beliau termasuk Ulama Syafiiyyah- bahwasanya (kedustaan itu) adalah dosa besar meskipun tidak memudaratkan. Beliau berkata: Barang siapa yang berdusta secara sengaja, tertolak persaksiannya meskipun tidak memudaratkan orang lain. Karena kedustaan adalah haram dalam seluruh keadaan (al-Badrut Tamaam Syarh Bulughil Maram karya al-Husain bin Muhammad al-Maghribiy 10/338)
Karena itu, guyonan yang jelas-jelas dusta, berpotensi untuk dinilai bahwa seseorang tidak layak diterima persaksiannya, dalam pemahaman terhadap literatur Ulama Syafiiyyah.
Nasihat ini tidak terbatas untuk ust Das’ad Latif saja. Namun juga untuk seluruh penceramah maupun kaum muslimin secara umum. Jangan berdusta dalam pembicaraan anda meskipun sekedar candaan. Jangan pula menjadikan bagian dari keimanan terhadap agama seperti kehidupan akhirat, kitab Allah, para Nabi, ayat-ayat Allah, Malaikat, maupun tentang Allah sebagai bahan candaan. Karena hal itu sangat berbahaya, bisa menyebabkan batalnya keislaman seseorang.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa memperbaiki keadaan kita dan memberikan taufiq, pertolongan, dan ampunan kepada kita dan segenap kaum muslimin…
Penulis: Abu Utsman Kharisman