Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Meluruskan Kesalahan Mendiang Buya Syakur Dalam Menjelaskan Kronologi Penyusunan Mushaf AlQuran (Bagian ke-1)

Saudaraku kaum muslimin, rahimakumullah…

Kaum beriman semestinya meyakini bahwa Allah Ta’ala menjaga kemurnian alQuran. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami yang menurunkan alQuran dan Kami benar-benar menjaganya (Q.S al-Hijr ayat 9)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: Kemudian (Allah) Taala menetapkan bahwasanya Dialah yang menurunkan adz-Dzikr yaitu alQuran. Dialah yang menjaga alQuran dari perubahan dan penggantian (Tafsir alQuranil Adzhim 4/527)

Namun, sebagian pihak ada yang membikin ragu akan kemurnian alQuran itu. Di antaranya, mendiang Buya Syakur dengan banyak kontroversi yang beliau buat, membuat pernyataan yang keliru tentang kronologi penyusunan alQuran, sehingga selain bisa mengesankan penilaian yang kurang tepat pada sebagian Sahabat Nabi, juga bisa membuat orang berpikir bahwasanya naskah mushaf alQuran yang ada di kalangan kaum muslimin saat ini belum tentu sama dengan transkrip aslinya.

Berikut ini akan dikutip pernyataan mendiang Buya Syakur dalam salah satu video ceramahnya. Kemudian, kita akan uraikan beberapa sanggahan terhadap pernyataan beliau itu. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq dan pertolongan.

Audio pernyataan Buya Syakur itu terdapat di sini:

Kutipan Pernyataan Buya Syakur

“Bahkan ketika Nabi meninggal dunia sendiri, setelah khilafah di pegang oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, orang-orang islam yang hapal Al qur’an banyak mati terbunuh dalam pertempuran, kemudian catatan-catatan qur’an masih berserakan dimana-mana, di pelepah korma, di batu, di kulit-kulit kambing dan sebagainya, yang pada rusak di makan rayap dan sebagainya, ide sayyidina Umar ini kan Al qur’an bisa hilang kalau begini, jadi gimana maksudnya? Kita kumpulkan saja dibukukan, ditolak oleh Abu Bakar, tidak disuruh oleh Rasulullah, tetapi karena Umar itu berulang-ulang meyakinkan akhirnya dia setuju juga, tapi sambil ngosom, ngosom tuh ya silakan sambil marah gitu tuh, setuju sambil jengkel juga, tapi biaya sendiri ya jangan pakai uang kas negara, untung ada sayyidina Umar yang dermawan di biayai oleh beliau.

Nah, sudah di kumpulkan yang aslinya itu di musnahkan semuanya dan ini menjadi masalah, sehingga kita ketika mencari aslinya yang mana, manuskrip yang asli yang ditulis para sahabat awal pertama mana ga ada, kita ga temukan, nah itu masalahnya…itu.

Kemudian ketika dakwah berkembang kemana-mana, kan bangsa-bangsa lain yang tidak bahasa arab kan tidak paham, disitulah mulai ada gerakan penafsiran-penafsiran.

Tetapi ketika mereka menafsirkan Al Qur’an berbeda-beda, sampai ketika mengkodifikasikan hukum islam berdasarkan Al qur’an juga hasilnya berbeda-beda, bahkan di ibadah-ibadah murni seperti wudhu juga ada yang nyebut disini bilang batal, ada yang bilang tidak batal, ada bilang tergantung padahal ayatnya sama

أو لمستم النساء

Imam syafi’i bilang batal, imam maliki bilang tidak batal, imam hambali tergantung, kalau ada syahwatnya batal kalau tidak ada tidak batal

Nah ketika berbeda pendapat, itu kan pikiran manusia, nah jadi akhirnya timbulllah pertanyaan oleh mu’tazilah, kaum rasional disitu, eh bung begini ini Al qur’an ini makhluk atau bukan makhluk? disinilah mulai perpecahan pemahaman budaya dan agama, itu sudah 1200 tahun yang lalu, dan ketika itu korbannya sampai 10 ribu kaum intelektual dibantai padahal sama-sama islam kaum mu’tazilah itu, jadi kalau seandainya kaum mu’tazilah waktu itu tidak di bantai mungkin islam sekarang akan menguasai dunia kok dengan pengetahuan-pengetahuan tapi bagaimana sejarahnya seperti itu.

Nah sampai para imam imam sendiri juga ditindas oleh raja-raja yang sunni itu, abu hanifah di penjara, di racun dalam penjara sampai mati, kemudian imam ibnu hambal disiksa sampai lumpuh dia, imam syafi’i yang cerdik, ketika diinteogasi, ditanya “imam syafi’i menurut kamu Al qur’an itu makhluk atau bukan makhluk?”

Kalau bilang makhluk dia mungkin tidak disiksa oleh raja, tapi kan disiksa di akhirat nanti, kalau bilang bukan makhluk ya mungkin ga disiksa sekarang ini, jadi dia dengan mengacungkan tangannya sambil menunjuk jari-jarinya

إن القرآن

Sambil memegang jari kelingking

والتورات

Jari manis

والزبور

Jari tengah

والإنجيل

Jari telunjuk

Ini semuanya adalah makhluk, hehehe

Selamatlah dia, itulah salah satu cerita tentang kecerdasan imam syafi’i. Jadi fitnahnya luar biasa.

Nah, jadi artinya dengan sampai kepada penulisannya juga berbeda-beda penulisan, makanya ada qiro’at saba’ itu beda-beda.Ada waddhuha, ada waddhuhe, ada maaliki ada maliki

(selesai penukilan ucapan Buya Syakur)

Bantahan Global terhadap Pernyataan Buya Syakur

Dalam pernyatan di atas, ada beberapa catatan kritikan dan sanggahan terhadap Buya Syakur, di antaranya:

  1. Mengesankan Abu Bakr tidak mendukung pernyataan Umar dan membiarkan Umar menggunakan biaya sendiri dalam penyusunan mushaf.
  2. Mengesankan naskah mushaf yang ada saat ini berbeda dengan transkrip aslinya.
  3. Menyesalkan terbunuhnya kaum intelektual Mu’tazilah
  4. Kesalahan kisah al-Imam asy-Syafii ketika menghindar dari hukuman raja dengan bertauriyah.
  5. Masalah perbedaan qiraat dalam alQuran.

Berikut ini akan dirinci per bagian sanggahan terhadap pernyataan mendiang Buya Syakur tersebut.

Mengesankan Abu Bakr Tidak Mendukung Pernyataan Umar Dan Membiarkan Umar Menggunakan Biaya Sendiri Dalam Penyusunan Mushaf

Buya Syakur menyatakan: “….ide sayyidina Umar ini kan Al qur’an bisa hilang kalau begini, jadi gimana maksudnya? Kita kumpulkan saja dibukukan, ditolak oleh Abu Bakar, tidak disuruh oleh Rasulullah, tetapi karena Umar itu berulang-ulang meyakinkan akhirnya dia setuju juga, tapi sambil ngosom, ngosom tuh ya silakan sambil marah gitu tuh, setuju sambil jengkel juga, tapi biaya sendiri ya jangan pakai uang kas negara, untung ada sayyidina Umar yang dermawan di biayai oleh beliau”.

Sanggahan terhadap pernyataan Buya Syakur tersebut:

Memang sebelumnya Abu Bakr tidak langsung menerima usulan Umar. Dengan pertimbangan bahwa hal itu tidak pernah dilakukan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Tapi setelah itu Abu Bakr mendukung sepenuhnya.

Bahkan Abu Bakr lah yang berusaha meyakinkan Zaid bin Tsabit untuk mengerjakan penyusunan mushaf itu. Sehingga, penyusunan mushaf itu kemudian dinilai oleh Ali bin Abi Tholib sebagai salah satu kebaikan Abu Bakr as-Shiddiq.

Pernyataan Buya Syakur itu mendiskreditkan Sahabat Abu Bakr. Terkesan bahwa pengerjaan itu murni atas biaya Umar dan Abu Bakr sama sekali tidak mendukung. Bahkan dinyatakan bahwa Abu Bakr sangat berat hati menerima usulan Umar itu dengan perasaan kesal atau sambil marah. Jelas itu suatu hal yang salah.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:

فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي، فَقَالَ: إِنَّ القَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ اليَمَامَةِ بِالنَّاسِ، وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ القَتْلُ بِالقُرَّاءِ فِي المَوَاطِنِ، فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنَ القُرْآنِ إِلَّا أَنْ تَجْمَعُوهُ، وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْمَعَ القُرْآنَ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: قُلْتُ لِعُمَرَ: كَيْفَ أَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ عُمَرُ: هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ، فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي فِيهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ لِذَلِكَ صَدْرِي، وَرَأَيْتُ الَّذِي رَأَى عُمَرُ، قَالَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ: وَعُمَرُ عِنْدَهُ جَالِسٌ لاَ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ، وَلاَ نَتَّهِمُكَ، كُنْتَ تَكْتُبُ الوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَتَبَّعِ القُرْآنَ فَاجْمَعْهُ، فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفَنِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنَ الجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ القُرْآنِ، قُلْتُ: «كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ، فَلَمْ أَزَلْ أُرَاجِعُهُ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ اللَّهُ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر

Abu Bakr berkata: Sesungguhnya Umar mendatangi aku dan berkata: Sesungguhnya banyak terjadi korban terbunuh dalam perang Yamamah. Aku khawatir akan banyak terbunuh para pembaca (penghafal) alQuran di berbagai tempat. Sehingga akan banyak bagian alQuran yang hilang kecuali jika dikumpulkan. Aku berpendapat sebaiknya dilakukan pengumpulan alQuran (digabungkan menjadi mushaf, pen). Abu Bakr berkata: Aku berkata kepada Umar: Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam? Umar berkata: Itu, demi Allah adalah kebaikan. Terus menerus Umar berdialog denganku hingga Allah membukakan dadaku. (Hingga) aku pun berpendapat seperti pendapat Umar. Zaid bin Tsabit berkata: Umar pada saat itu (beliau berdua bertemu denganku) duduk di sisi Abu Bakr tidak berbicara. Abu Bakr berkata: Sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang cerdas. Kami tidak menuduhmu (dengan keburukan). Engkau dulu sebagai penulis wahyu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Telusurilah alQuran dan gabungkanlah. Demi Allah (kata Zaid) kalau seandainya beliau membebankan kepadaku untuk memindahkan gunung itu tidak lebih berat bagiku dibandingkan perintah beliau untuk mengumpulkan alQuran. Aku (Zaid bin Tsabit) berkata: Bagaimana anda berdua akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam? Abu Bakr berkata: Itu, demi Allah adalah kebaikan. Aku terus menerus berdialog dengan beliau hingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana Dia melapangkan dada Abu Bakr dan Umar (H.R al-Bukhari)

Dalam riwayat hadits tersebut menunjukkan bahwa yang meyakinkan Zaid bin Tsabit adalah Abu Bakr. Sedangkan Umar hanya diam saja. Meskipun beliau yang mencetuskan awalnya. Namun, yang memfasilitasi dan memperjuangkannya, mengatur dengan kekuasaannya agar penyusunan mushaf itu berhasil adalah Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu.

Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu menyatakan:

أَعْظَمُ النَّاسِ فِي الْمَصَاحِفِ أَجْرًا أَبُو بَكْرٍ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ هُوَ أَوَّلُ مَنْ جَمَعَ كِتَابَ اللّهِ

Manusia yang paling besar pahalanya terkait (penyusunan) mushaf adalah Abu Bakr. Semoga rahmat Allah tercurah kepada Abu Bakr, karena dia adalah orang pertama yang mengumpulkan Kitab Allah (riwayat Ibnu Abi Dawud dalam al-Mashohif dinilai sanadnya hasan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari)

Dengan demikian, salahlah pernyataan Buya Syakur yang menilai bahwa dalam pengerjaan penyusunan mushaf alQuran, Umar yang mendukung dengan dananya sendiri, terkesan tanpa didukung oleh Abu Bakr as-Shiddiq.


<< Bersambung, insyaallah >>

Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan