Menghormati Hak Saudara Muslim yang Terlebih Dahulu Meminang, Menawar, Atau Menyewa
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ وَلاَ يَسُومُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ وَلاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا وَلاَ تَسْأَلُ الْمَرْأَةُ طَلاَقَ أُخْتِهَا لِتَكْتَفِئَ صَحْفَتَهَا وَلْتَنْكِحْ فَإِنَّمَا لَهَا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهَا
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Janganlah seseorang meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, dan janganlah menawar barang yang telah ditawar saudaranya, dan janganlah wanita dipoligami bersama dengan bibinya (baik dari saudara ayah atau ibu), dan janganlah seorang wanita meminta (kepada seorang pria) agar menceraikan istrinya, dengan harapan agar segala kebutuhannya terpenuhi, akan tetapi silakan dia menikah (tanpa mempersyaratkan agar calon suaminya menceraikan istrinya yang sudah ada), karena sang wanita itu mendapatkan sesuai yang ditetapkan (dalam takdir) Allah.
(H.R Muslim)
Penjelasan:
Jika seorang muslim telah mengkhitbah (meminang) seorang wanita, haram bagi muslim lain untuk mengkhitbah wanita itu. Kecuali jika sudah jelas ada penolakan pada khitbah yang pertama tadi.
Bagaimana jika mendapat izin dari orang yang telah mengkhitbahnya? Hal itu boleh asalkan izin itu diberikan bukan karena malu atau sungkan (terlihat dari indikasinya).
Bagaimana dengan khitbah seorang Nashrani thd wanita Nashraniyyah, bolehkah seorang muslim menyerobotnya? Semestinya hal itu tidak dilakukan karena:
Pertama : Memperburuk citra muslim
Kedua: menumbuhkan kebencian
Ketiga: suatu saat dikhawatirkan seorang Nashrani itu akan membalas dendam (misalkan membunuhnya).
Larangan menawar barang yang ditawar saudaranya berlaku untuk penjualan yg sudah ditawar dan penjual sudah condong akan menyerahkan pada orang itu. Tapi kemudian ada seorang yang menawar lebih. Berbeda dengan pelelangan terbuka, hal itu tidak termasuk yang dilarang.
Termasuk yang dilarang dalam penawaran ini adalah dalam hal ijarah, misalkan mengontrak rumah. Saat seseorang sudah condong hendak menyewakan rumahnya kepada orang lain, jangan ada orang lain yang menyerobotnya.
Penjelasan di atas disarikan dari Ta’liq ala Shahih Muslim karya Syaikh Ibn Utsaimin.
anNawawiy rahimahullah menjelaskan:
وَمَعْنَى هَذَا الْحَدِيثِ نَهْيُ الْمَرْأَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ أَنْ تَسْأَلَ الزَّوْجَ طَلَاقَ زَوْجَتِهِ وَأَنْ يَنْكِحَهَا وَيَصِيرَ لَهَا مِنْ نَفَقَتِهِ وَمَعْرُوفِهِ وَمُعَاشَرَتِهِ وَنَحْوِهَا مَا كَانَ لَلْمُطَلَّقَةِ
Makna hadits ini adalah larangan bagi seorang wanita ajnabiyyah untuk meminta kepada seorang suami menceraikan istrinya, agar sang laki-laki itu justru menikahinya sehingga nafkah, kebaikan, dan pergaulan baik dari laki-laki tersebut justru berpindah kepada dia yang sebelumnya didapatkan oleh wanita yang diceraikan itu (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj)
Abu Ubaid menilai bahwa larangan dalam hadits itu juga mencakup sikap seorang istri yang meminta agar suaminya menceraikan istri yang lain yang sebelumnya sudah sama-sama dinikahi oleh sang suami (disarikan dari Kasyful Musykil min Haditsi as-Shahihayn karya Ibnul Jauzi 3/351).
Dalam hadits tersebut dinyatakan:
فَإِنَّمَا لَهَا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهَا
karena sang wanita itu mendapatkan sesuai yang ditetapkan (dalam takdir) Allah
Artinya, seorang wanita tidaklah mendapatkan rezeki kecuali apa yang ditakdirkan Allah kepadanya. Seandainya sang suami menceraikan orang yang dia duga menyaingi dia dalam hal rezeki (tetap saja ia akan mendapatkan sesuai kadar yang Allah takdirkan baginya). Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا
Katakanlah: Tidak ada yang menimpa kami kecuali yang Allah tetapkan untuk kami (Q.S atTaubah ayat 51)
Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: Hadits ini adalah termasuk hadits terbaik dalam menyebutkan tentang takdir sesuai keyakinan para Ulama Ahlussunnah. Di dalamnya terdapat faidah bahwasanya seseorang tidak akan mendapatkan kecuali sesuai dengan yang ditakdirkan (Allah) untuknya (atTamhid limaa fil Muwattho’ minal Ma’aaniy wal Asaaniid 18/165).
Hadits ini juga memberikan pelajaran berharga yang menunjukkan demikian besarnya perhatian syariat Islam dalam memutus segala sebab yang menghasilkan permusuhan, kebencian, dendam, hasad, antar manusia. Sehingga diharamkanlah hal-hal seperti yang disebutkan dalam hadits (merebut pinangan, penawaran, atau meminta agar seorang suami menceraikan istrinya) (disarikan dari al-Bahrul Muhiith ats-Tsajjaaj karya Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam al-Ityubiy 25/143).
Oleh: Abu Utsman Kharisman