Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Kesabaran Nabi Saat Menghentikan Khotbah Beliau Sejenak Kemudian Mengajarkan Ilmu Kepada Abu Rifaah

Di saat Nabi shollallahu alaihi wasallam sedang berkhotbah, datanglah Abu Rifa’ah menyampaikan bahwa ia sangat berharap mendapatkan pengajaran ilmu. Harapan Abu Rifa’ah itu diungkapkan dengan penyampaian yang lembut dan beradab. Mendengar hal itu, Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan ketawadhuan beliau menghentikan sejenak khotbah beliau untuk melayani kebutuhan ilmu Abu Rifa’ah. Nabi turun dari mimbar. Diambilkanlah kursi untuk Nabi duduk di atasnya. Hingga Nabi shollallahu alaihi wasallam mengajari Abu Rifa’ah sembari duduk di atas kursi.

Posisi Nabi yang berada di atas kursi itu memungkinkan Sahabat lainnya juga bisa melihat Nabi serta mendengarkan pengajaran Nabi kepada Abu Rifa’ah. Setelah selesai memberikan pengajaran kepada Abu Rifa’ah, Nabi shollallahu alaihi wasallam melanjutkan khotbah beliau yang sempat terputus, hingga selesai.

Kisah tersebut terdapat dalam hadits Shahih Muslim:

 قَالَ أَبُو رِفَاعَةَ انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَخْطُبُ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِينِهِ لاَ يَدْرِى مَا دِينُهُ – قَالَ – فَأَقْبَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَىَّ فَأُتِىَ بِكُرْسِىٍّ حَسِبْتُ قَوَائِمَهُ حَدِيدًا – قَالَ – فَقَعَدَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِى مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا.

Abu Rifa’ah berkata: Aku tiba di dekat Nabi shollallahu alaihi wasallam pada saat beliau sedang berkhotbah, kemudian aku berkata: Wahai Rasulullah, aku adalah seorang laki-laki asing yang datang bertanya tentang Diennya. Ia tidak mengetahui apakah (ajaran dalam) Dien-nya itu. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menghadap ke arahku dan meninggalkan khotbah. Hingga beliau mendekat ke arahku, kemudian didatangkan kursi yang kakinya dari besi. Maka duduklah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam di kursi itu, beliau mengajarkan kepadaku apa yang Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau kembali berkhotbah dan menyempurnakan khotbah itu hingga berakhir (H.R Muslim)

Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah ditanya: Apakah dari hadits Abu Rifa’ah bisa diambil pelajaran bahwa seorang imam (khotib) boleh menghentikan sejenak khotbahnya ketika ada keperluan? Syaikh Bin Baz menjawab: Ya. Khotib boleh memutus khotbahnya karena ada keperluan yang muncul sewaktu-waktu. Seperti ketika ia hendak memberikan peringatan pada seseorang yang dalam kondisi bahaya, mengingkari kemunkaran, dan keperluan lainnya. Seperti ketika Nabi shollallahu alaihi wasallam saat sedang berkhotbah kemudian masuklah seseorang yang langsung duduk. Nabi pun bersabda:

قُمْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ

Bangkitlah, dan shalatlah dua rakaat (H.R al-Bukhari dari Jabir, pen).

(Penjelasan Syaikh Bin Baz dalam salah satu pelajaran Syarh Riyadhis Sholihin)

Dalam musnad asy-Syihab karya al-Qodho’iy disebutkan riwayat bahwa salah satu isi pengajaran Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada Abu Rifa’ah tersebut adalah:

إِنَّكَ لَا تَدَعُ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ مَكَانَهُ خَيْرًا مِنْهُ

Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, kecuali Allah akan menggantikan untukmu pengganti yang lebih baik darinya (riwayat al-Qodho’iy dalam Musnad asy-Syihab)

Jika ada yang bertanya: Bukankah kemaslahatan umum lebih layak untuk dikedepankan dibandingkan kemaslahatan orang tertentu? Keperluan orang ini (yaitu Abu Rifa’ah) adalah keperluan khusus, sedangkan Nabi shollallahu alaihi wasallam berkhotbah di hadapan banyak orang (yang itu merupakan kemaslahatan umum). Mengapa Nabi mendahulukan kepentingan orang tersebut untuk menyela khotbah beliau? Jawabannya adalah: Ya, seharusnya kepentingan umum harus didahulukan jika dengan memperhatikan kepentingan khusus itu menyebabkan kepentingan umum itu terabaikan. Namun (di sini) kemaslahatan umum tidaklah terabaikan. Justru mereka (para Sahabat yang lain) akan mengambil faidah dari pengajaran Rasul shollallahu alaihi wasallam kepada seorang laki-laki asing tersebut. Kemaslahatan umum tidaklah terabaikan (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Syarh Riyadhis Sholihin).

Selain itu, ada tambahan faidah dari anNawawiy rahimahullah:

وَفِيهِ الْمُبَادَرَةُ إِلَى جَوَابِ الْمُسْتَفْتِي وَتَقْدِيمُ أَهَمِّ الْأُمُورِ فَأَهَمِّهَا وَلَعَلَّهُ كَانَ سَأَلَ عَنِ الْإِيمَانِ وَقَوَاعِدِهِ الْمُهِمَّةِ وَقَدِ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ مَنْ جَاءَ يَسْأَلُ عَنِ الْإِيمَانِ وَكَيْفِيَّةِ الدُّخُولِ فِي الْإِسْلَامِ وَجَبَ إِجَابَتُهُ وَتَعْلِيمُهُ عَلَى الْفَوْرِ

Di dalam hadits ini (terkandung pelajaran) hendaknya bersegera menjawab pertanyaan dari orang yang meminta fatwa. Mendahulukan mana perkara yang terpenting. Bisa jadi orang itu bertanya tentang iman dan kaidah-kaidah pentingnya. Para Ulama telah sepakat bahwasanya barang siapa yang datang bertanya tentang keimanan dan tata cara masuk Islam, wajib untuk segera dipenuhi keperluannya itu dan harus segera disampaikan pengajaran kepadanya (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj)

Hadits Abu Rifaah ini juga menunjukkan begitu besarnya ketawadhuan, kelembutan, dan kasih sayang Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada orang-orang beriman. Beliau sangat bersemangat untuk memberi bimbingan dan arahan terlebih kepada orang yang sangat membutuhkan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang menjelaskan sifat Nabi shollallahu alaihi wasallam:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari jenis kalian, yang terasa berat baginya hal-hal yang menyusahkan kalian. Beliau sangat bersemangat (untuk kebaikan kalian). Beliau sangat pengasih lagi penyayang terhadap orang-orang beriman (Q.S atTaubah ayat 128)


Disarikan dengan penambahan dari faidah penjelasan Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam al-Ityubiy dalam al-Bahrul Muhiith ats-Tsajjaaj (17/361)

Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan