Al-Wazir Ibnu Hubairoh: Perdana Menteri Salafi, Pejuang Sunnah, Memuliakan Ilmu dan Ulama (Bag ke-1)
Adz-Dzahabiy rahimahullah, Ulama yang wafat tahun 748 Hijriyah/1348 Masehi menilai Ibnu Hubairah sebagai:
سَلَفِيّاً أَثرِيّاً
Beliau seorang Salafiy (pengikut salaf) dan mengikuti bimbingan atsar (Siyar A’lamin Nubalaa’)
“Akidah beliau sesuai dengan mazhab Salaf”. Demikian Ibnu Katsir menyebutkan dalam al-Bidayah wan Nihayah.
“Beliau bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah dan (meneladani) perjalanan hidup Salaf”. Begitulah Ibnul Jauzi menggambarkan sosok gurunya.
Kita bisa membaca itu dalam goresan pena Ibnu Rajab pada karyanya berjudul Dzail Thobaqot al-Hanabilah.
Gambaran Ringkas tentang Ibnu Hubairah
Ibnu Hubairah atau dipanggil juga dengan sebutan al-Wazir (Sang Perdana Menteri), memiliki kuniah Abul Mudzhaffar. Gelar yang disematkan pada beliau juga adalah Aunud Dien (Sang Penolong Agama).
Perdana Menteri terbaik dalam sejarah Daulah Abbasiyyah, kepemimpinan khalifah keturunan Abbas paman Nabi shollallahu alaihi wasallam. Terlahir di Duur (sebuah daerah di Irak) tahun 599 H. Allah takdirkan beliau menorehkan jejak kehidupan di dunia selama kurang lebih 61 tahun. Sebuah perjalanan hidup seorang pejabat tinggi negara yang adil, berilmu, berakhlak mulia, sangat dermawan, ahli ibadah, yang doanya mustajab.
Sarat keteladanan. Di antaranya keteladanan dalam memuliakan ilmu dan Ulama, serta berjiwa besar memaafkan orang-orang yang pernah mendzhaliminya. Tidak sekedar memaafkan, justru memuliakan. Kebesaran dan kelapangan jiwa yang sulit dicari padanannya.
Tumbuh dari Keluarga Miskin
Terlahir dari keluarga yang miskin. Ayah beliau seorang tentara Dinasti Abbasiyah. Tapi semangat menuntut ilmu beliau tak terpadamkan. Kemiskinan memang seharusnya bukan penghambat tunas muda tumbuh berkembang menjadi pohon ilmu rindang yang nantinya banyak dimanfaatkan buahnya.
Saking miskinnya, beliau bercerita bahwa untuk sekedar menyeberangi sungai Dajlah, sepotong roti pun tak beliau punya. Cerita kemiskinan di masa lampau yang sering beliau kisahkan saat beliau sudah menjadi Perdana Menteri. Itu cerita berbalut syukur, sekaligus menggambarkan ketawadhuan seorang pejabat.
Pengembaraan Menuntut Ilmu
Memasuki Baghdad di usia dini. Wilayah yang dihuni berjibun Ulama. Dari Ulama Baghdad itulah Ibnu Hubairah menimba ilmu. Kalau mau disebut sebagian gurunya, sebutlah Abu Utsman Ismail bin Mallah al-Asbahaniy dan Hibatullah bin al-Hushain. Beliau belajar fiqh di antaranya dari Abu Bakr ad-Dinawariy. Abu Abdillah Muhammad bin Yahya az-Zabiidiy pun termasuk guru beliau yang mempengaruhi kepribadian dan semangat tinggi dalam ibadah.
Dalam pengembaraan menuntut ilmu itulah beliau kumpulkan berlimpah ilmu yang begitu jernih sinarnya. Beliau hafal alQuran beserta 7 ragam qiroahnya. Beliau pun mengumpulkan banyak ilmu hadits dan fiqh.
Madzhab Hanbali memang dominan mewarnai perkembangan awal ilmu fiqh beliau. Meskipun nantinya karya beliau yang mengurai paparan kesepakatan dan perbedaan pendapat lintas 4 madzhab menjadi rujukan Ulama setelahnya.
Kemahiran beliau dalam Nahwu, struktur bahasa Arab, dipuji oleh banyak Ulama setelahnya. Itu mewarnai kefasihan beliau dalam merangkai untaian kata menjadi kalimat yang lugas dan mudah dipahami.
Memang benar perjuangan remaja miskin itu dalam mengumpulkan ilmu. Ilmu pun dikaji dari dasarnya secara bertahap dan terstruktur dengan baik. Taufiq dan kemudahan dari Allah semata. Ilmu adalah sebaik-baik bekal dan pondasi terbaik yang membentuk bangunan kepribadian dan karakter seseorang.
Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu menyatakan:
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
Belajarlah ilmu, sebelum kalian diangkat menjadi pemimpin (disebutkan secara ta’liq oleh al-Imam Bukhari dalam Shahihnya)
Jenjang Karier di Lingkungan Istana
Kemiskinan membuat beliau harus bekerja, tidak melulu menuntut ilmu. Bermula dari juru catat, kemudian merangkak naik mendapat amanah di tingkatan berikutnya. Pernah pula menjabat sebagai Kepala Pergudangan (Inventory). Hingga naik menjadi Auditor.
Berjenjang jabatan itu beliau dapatkan dari bawah. Kepercayaan diperoleh setelah melihat rekam jejak, kejujuran, amanah, dan kebaikan akhlak beliau yang luar biasa. Bukan lewat “jalur orang dalam” kemudian langsung menempati posisi yang istimewa. Sampai pada tahun 544 Hijriyah atau saat sekitar berusia 45 tahun beliau ditunjuk sendiri oleh Khalifah al-Muqtafi Li Amrillah sebagai Perdana Menteri. Tidak cukup satu khalifah, ternyata khalifah berikutnya yaitu al-Mustanjid, masih mempercayakan beliau sebagai Perdana Menteri.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:
وَكَذَلِكَ مَا كَانَ فِي زَمَنِهِ مِنْ خِلَافَةِ بَنِي الْعَبَّاسِ وَوِزَارَةِ ابْنِ هُبَيْرَةَ لَهُمْ فَإِنَّهُ كَانَ مِنْ أَمْثَلِ وُزَرَاءِ الْإِسْلَامِ. وَلِهَذَا كَانَ لَهُ مِنْ الْعِنَايَةِ بِالْإِسْلَامِ وَالْحَدِيثِ مَا لَيْسَ لِغَيْرِهِ
Demikian pula yang terjadi di masa kekhalifahan Bani al-Abbas dan kepemimpinan Perdana Menteri Ibnu Hubairah. Beliau adalah termasuk perdana menteri terbaik dalam Islam. Beliau sangat perhatian terhadap Islam dan hadits (dengan perhatian) yang lebih dibandingkan selainnya (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah)
Insyaallah bersambung….
Penulis: Abu Utsman Kharisman