Kasih Sayang Allah Dalam Pengaturan Interaksi Laki-Laki Dan Wanita
Allah Azza Wa Jalla adalah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dialah yang menciptakan manusia berjenis laki-laki dan wanita. Padanya dianugerahkan naluri insani.
Laki-laki ada ketertarikan pada wanita. Demikian pula sebaliknya. Sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan.
Allah Azza Wa Jalla mengatur interaksi laki dan wanita dalam Islam. Ada aurat yang harus ditutup. Ada batasan dalam komunikasi maupun pergaulan satu sama lain.
Manusia diberitahu dalam alQuran siapa saja mahramnya. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi. Ada mahram karena sebab nasab (garis keturunan dan kekerabatan), sepersusuan, maupun karena pernikahan.
Mahram karena nasab, susuan, dan pernikahan, dijelaskan dalam al-Quran surah anNisaa’ ayat 23. Dalam ayat itu dijelaskan bahwa wanita yang haram dinikahi adalah:
- ibu (maupun nenek dari jalur ayah atau ibu ke atas),
- anak perempuan (dan keturunannya ke bawah),
- saudara perempuan,
- bibi dari jalur ayah,
- bibi dari jalur ibu,
- keponakan perempuan baik putri saudara laki atau putri saudara perempuan (maupun keturunannya ke bawah),
- ibu sepersusuan,
- saudara wanita sepersusuan,
- ibu mertua,
- anak tiri perempuan jika sudah terjadi hubungan suami istri dengan ibu kandungnya,
- dan menantu wanita (istri anak lelaki kita).
Dalam ayat itu juga terdapat larangan menikahi 2 wanita bersaudara sehingga menjadi istri bagi seorang laki-laki yang sama di waktu bersamaan.
Di hadapan mahramnya, seorang wanita boleh menampakkan anggota-anggota tubuh yang dibasuh atau diusap saat wudhu’, seperti kepala dan wajah, lengan, dan kakinya.
Sedangkan di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, sebagian Ulama berpandangan bahwa semua tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Ada pula pendapat sebagian Ulama yang berpandangan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat di hadapan lelaki yang bukan mahramnya, termasuk wajah dan telapak tangan.
Para istri Nabi shollallahu alaihi wasallam sebagai teladan para wanita beriman, menutup wajahnya. Sebelum turun ayat Hijab, wajah para wanita Sahabat Nabi terbuka, namun kemudian ditutup.
Sebagaimana yang dilakukan oleh ibunda kaum beriman, Aisyah radhiyallahu anha. Saat beliau tertidur tertinggal dari rombongan, beliau dilihat oleh Shofwan bin al-Mu’aththol radhiyallahu anhu yang mengenali wajah Aisyah sebelum turunnya ayat Hijab. Shofwan mengucapkan istirja’ (ucapan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun), kemudian Aisyah terbangun dan menutup wajahnya dengan jilbabnya. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim:
وَكَانَ رَآنِي قَبْلَ الْحِجَابِ فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي
Dan dia (Shofwan) pernah melihatku sebelum (turun ayat) Hijab. Kemudian aku terbangun karena (mendengar suara) istirja’nya saat ia mengenalku. Kemudian aku tutupi wajahku dengan jilbabku (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Para Sahabat Nabi yang wanita pun menutup wajah mereka. Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu anha menyatakan:
كُنَّا نُغَطِّي وُجُوْهَنَا مِنَ الرِّجَالِ وَكُنَّا نَتَمَشَّطُ قَبْلَ ذَلِكَ فِي الْإِحْرَامِ
Kami menutupi wajah kami dari para lelaki (yang bukan mahram), dan kami bersisir sebelum itu dalam ihram (H.R al-Hakim, juga dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan adz-Dzahabiy)
Beberapa ketentuan lain pakaian wanita beriman adalah longgar tidak ketat sehingga jangan sampai membentuk lekuk tubuh, tebal tidak transparan, tidak berupa perhiasan, tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak memakai wewangian saat di luar rumah, dan tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir atau pakaian untuk ketenaran.
Meskipun bersama mahram, laki-laki dan wanita sudah dianjurkan tidak tidur di tempat tidur yang sama –selain suami istri- sejak usia 10 tahun.
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat pada saat mereka berusia 7 tahun. Pukullah mereka (jika tidak mau shalat) pada saat mereka berusia 10 tahun. Pisahkanlah antar mereka di tempat tidurnya (H.R Abu Dawud)
Seorang laki-laki juga diperintah untuk menjaga auratnya (antara pusar hingga lutut) agar tidak terlihat oleh orang lain, kecuali pada istri atau hamba sahayanya.
احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ
Jagalah auratmu, kecuali dari istrimu atau hamba sahayamu (H.R atTirmidzi)
Laki-laki dan wanita yang bukan mahram semestinya berada di tempat yang terpisah, tidak bercampur aduk. Sebagaimana dalam ibadah shalat yang merupakan amalan paling mulia, shaf laki-laki terpisah dari shaf wanita.
Seorang wanita dilarang melakukan safar (perjalanan setidaknya 80 km atau lebih), tanpa ditemani suami atau mahramnya.
لَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
Janganlah seorang wanita melakukan safar tanpa bersama mahram (H.R al-Bukhari dari Ibnu Abbas)
Para wanita dilarang untuk melunakkan suara, memperindahnya agar terkesan ramah atau menarik, kepada para lelaki yang bukan mahram.
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Janganlah kalian (para wanita) melunakkan suara sehingga orang yang di hatinya ada penyakit akan memiliki keinginan (buruk). Namun ucapkanlah ucapan yang baik (Q.S al-Ahzab ayat 32)
Para wanita dianjurkan untuk tetap berada di rumah, tidak keluar kecuali karena keperluan yang mendesak. Apabila keluar, tidak memakai wewangian dan menutup aurat dengan sempurna.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
dan tinggallah kalian (wahai para wanita) di rumah-rumah kalian, janganlah bersolek (berhias) seperti berhiasnya orang-orang jahiliyyah terdahulu… (Q.S al-Ahzab ayat 33)
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَة
Wanita mana saja yang memakai wewangian, kemudian berjalan melewati suatu kaum agar mereka mencium aromanya, maka ia adalah wanita pezina (H.R anNasaai)
Lelaki dan wanita yang bukan mahram dilarang berjabat tangan dan berduaan.
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
Sesungguhnya aku tidaklah berjabat tangan dengan para wanita (yang bukan mahram beliau, pent) (H.R anNasaai, Ibnu Majah, Ahmad dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albaniy)
Aisyah radhiyallahu anha menyatakan:
وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا
Dan tidaklah tangan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menyentuh tangan seorang wanita kecuali wanita yang beliau miliki (istri atau hamba sahaya, pent) (H.R al-Bukhari dan Muslim)
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiga adalah Syaithan (H.R atTirmidzi dari Ibnu Umar, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Kerabat suami baik adik atau kakak suami, paman, atau keponakannya yang bukan mahram bagi sang istri tidak boleh berduaan dengan istri. Para kerabat suami itu disebut al-Hamwu.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Dari Uqbah bin Amir –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah masuk ke tempat para wanita”. Kemudian seorang laki-laki Anshar berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang al-Hamwu (kerabat laki-laki suami)? Nabi bersabda: al-Hamwu adalah kematian (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Al-Hamwu adalah kerabat laki-laki suami, seperti saudara laki-laki suami, paman suami, dan semisalnya (syarh Shohih al-Bukhari libni Utsaimin (6/456)).
Al-Hamwu tersebut bagi istri seseorang bukanlah mahramnya, sehingga tidak boleh berduaan, seperti naik kendaraan berboncengan berdua, dan semisalnya.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman laki-laki maupun wanita untuk menundukkan pandangan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنّ
Katakanlah kepada orang-orang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui secara rinci apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada orang-orang beriman wanita, hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka… (Q.S an-Nuur ayat 30-31)
Demikianlah sebagian contoh aturan syariat yang mengatur interaksi laki-laki dan wanita. Hal itu bagian dari kasih sayang Allah Ta’ala kepada manusia.
Dikutip dari buku “Islam Rahmatan Lil Alamin (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan alQuran dan Sunnah)”, Abu Utsman Kharisman