Penjelasan Syaikh Bin Baz Tentang Hukum Menyentuh Mushaf Tanpa Berwudhu
Pertanyaan:
Apakah hukum menyentuh mushaf tanpa berwudhu, atau memindahkan (mushaf) ke tempat lainnya. Apa pula hukum membaca (al-Quran) dalam kondisi seperti yang disebutkan (tanpa berwudhu, pent)?
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah:
Tidak boleh bagi seorang muslim menyentuh mushaf tanpa berwudhu. Demikianlah pendapat Jumhur (mayoritas) Ulama. Sebagaimana pendapat dari Imam 4 madzhab (fiqh). Demikian pula yang difatwakan oleh para Sahabat Nabi –semoga sholawat dan salam tercurah pada beliau-.
Telah tersebutkan dalam hadits shahih, yang berstatus “Laa Ba’sa bihi (tidak mengapa digunakan sebagai hujjah, pent) dari hadits ‘Amr bin Hazm –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam menulis surat kepada penduduk Yaman:
أَنْ لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Janganlah menyentuh mushaf kecuali orang yang suci
Hadits ini hadits yang jayyid (baik), memiliki jalur-jalur periwayatan yang saling menguatkan. Karena itu, telah diketahui bahwasanya tidak boleh menyentuh mushaf bagi seorang muslim kecuali ia telah suci dari 2 hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Baca Juga: Adanya Minyak Pada Bagian Anggota Wudhu
Begitu juga memindahkan mushaf dari suatu tempat ke tempat lain. (Tidak boleh) jika orang yang memindahkan tidak dalam kondisi suci. Namun, jika menyentuh atau memindahkannya menggunakan perantara, misalkan jika ia menggunakan sesuatu yang berlapis kain, atau kantong kulit, atau gantungannya, hal yang demikian tidak mengapa. Adapun jika menyentuhnya langsung dalam kondisi tidak suci, ini tidak boleh menurut pendapat yang benar sebagaimana pendapat jumhur Ulama seperti yang telah disebutkan terdahulu.
Adapun sekedar melantunkan bacaan (alQuran), tidak mengapa seseorang melantunkan bacaan dalam kondisi berhadats, berdasarkan hafalannya, atau ketika ia membaca, ada orang lain yang menyimak dari mushaf alQuran yang akan meluruskan jika ia salah, ini tidak mengapa. Namun, orang junub yang berhadats besar, tidak boleh melantunkan bacaan (alQuran). Karena telah sah berita dari (perbuatan) Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau tidaklah terhalangi untuk melantunkan bacaan (alQuran) kecuali jika beliau dalam kondisi junub.
Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang jayyid (baik) dari Ali –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah keluar dari toilet kemudian beliau membaca ayat dari alQuran. Beliau bersabda (yang artinya): Ini adalah untuk orang yang tidak junub. Adapun orang yang junub, tidak boleh melantunkan bacaan alQuran meskipun satu ayat.
Artinya, orang yang mengalami junub tidak boleh membaca dari mushaf ataupun berdasarkan hafalannya, sampai ia mandi (wajib). Sedangkan orang yang berhadats kecil, tidak dalam kondisi junub, boleh membaca alQuran dengan hafalan, tanpa menyentuh mushaf.
Baca Juga: Fatwa Dua Ulama Besar Tentang Membacakan Ayat-ayat AlQuran Untuk Mempermudah Kelahiran
Ada pula permasalahan yang terkait dengan hal ini, yaitu wanita yang haid dan nifas, bolehkah membaca alQuran, atau tidak?
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama. Ada sebagian Ulama yang berkata: Keduanya tidak boleh membaca alQuran, sebagaimana orang yang junub. Sedangkan pendapat kedua: Boleh membaca alQuran dengan hafalan tanpa menyentuh mushaf. Karena durasi masa haid dan nifas panjang tidak seperti orang yang junub.
Orang yang junub bisa mandi saat itu juga kemudian boleh membaca alQuran. Adapun wanita haid dan nifas, tidak bisa demikian kecuali setelah suci. Sehingga tidak benar mengqiyaskan keduanya dengan orang yang junub berdasarkan penjelasan yang telah lalu. Pendapat yang benar adalah bahwasanya tidak ada halangan bagi keduanya (wanita haid dan nifas) membaca dengan hafalan. Ini adalah pendapat yang terkuat. Karena tidak ada dalil yang menghalangi akan hal itu. Justru terdapat dalil yang menunjukkan (bolehnya) hal itu.
Baca Juga: Penentuan Batas Masa Haidh
Tersebut dalam hadits Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Muslim, pent) dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda kepada Aisyah ketika mengalami haid di saat berhaji:
افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Silakan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji, namun janganlah engkau thawaf di Baitullah hingga engkau suci (H.R al-Bukhari dan Muslim lafadz sesuai riwayat Muslim, pent)
Orang yang berhaji boleh membaca alQuran, dan itu tidak diperkecualikan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Sehingga hal itu menunjukkan bolehnya membaca alQuran bagi (wanita haid atau nifas). Begitu pula sabda Nabi kepada Asma’ bintu Umaiys ketika melahirkan Muhammad bin Abi Bakr di miqot saat Haji Wada’. Maka ini menunjukkan bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca alQuran, tapi tanpa menyentuh mushaf.
Adapun hadits Ibnu Umar dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda (yang artinya): “Janganlah wanita yang haid dan orang yang junub membaca bagian apapun dari alQuran”, ini adalah hadits yang lemah. Dalam sanadnya terdapat (perawi) Ismail bin Ayyasy dari Musa bin Uqbah. Para Ulama hadits melemahkan riwayat Ismail dari orang-orang Hijaz dan mereka menyatakan bahwa Ismail (bin Ayyasy) ini bagus periwayatannya jika meriwayatkan dari penduduk Syam, penduduk di negerinya sendiri. Namun ia lemah kalau meriwayatkan dari penduduk Hijaz. Sedangkan hadits ini adalah periwayatannya dari penduduk Hijaz, sehingga tergolong lemah.
Sumber:
https://binbaz.org.sa/fatwas/928/حكم-مس-المصحف-بغير-وضوء
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman