Sedikit Pengenalan Tentang Dua Ulama Al-Qurthuby
Keduanya adalah Ulama besar, yang mewariskan ilmu dalam karya tulisnya. Keduanya disebut al-Qurthubiy karena berasal dari Cordoba atau Andalusia, atau sebut saja wilayah Spanyol. Ya, Spanyol.
Masyaallah, orang Eropa. Tapi mewariskan karya-karya dalam bahasa Arab. Maka orang Asia Tenggara seperti kita harusnya lebih bersemangat belajar bahasa Arab. Karena beberapa kosa kata bahasa Melayu ada yang diambil dari bahasa Arab. Lebih banyak kesamaannya dibandingkan bahasa orang-orang Eropa.
Al-Qurthubiy yang pertama adalah Abul Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim. Dilahirkan tahun 578 Hijriyah dan meninggal di tahun 656 Hijriyah. Beberapa karyanya di antaranya adalah Mukhtashar Shahih al-Bukhari, Talkhish Shahih Muslim beserta syarahnya yaitu al-Mufhim limaa Asykala min Talkhish Kitab Muslim. Beliau juga memiliki karya dalam Ushul Fiqh.
Khusus kitab beliau yang berupa syarah terhadap ringkasan Shahih Muslim, banyak dijadikan rujukan oleh Syaikh Muhammad Ali Adam al-Ityubiy dalam kitab al-Bahrul Muhiith ats-Tsajjaaj. Kitab al-Bahrul Muhiith ats-Tsajjaaj tersebut bisa jadi merupakan kitab syarh terlengkap terhadap Shahih Muslim. Terdiri dari 45 jilid dalam format pdfnya. Tiap jilidnya berkisar kurang lebih 500-an halaman.
Al-Qurthubiy kedua adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr. Beliau adalah murid dari al-Qurthubiy yang pertama tadi. Beliaulah yang menyusun kitab tafsir yang banyak disebut orang sebagai tafsir al-Qurthubiy. Sebenarnya judul asli kitab tafsir tersebut adalah al-Jaami’ li Ahkaamil Quran wal-Mubayyin li maa tadhommana minas Sunnah wa Aayil Furqaan (Kumpulan Hukum-hukum alQuran dan Penjelasan Kandungannya dari Sunnah dan Ayat-Ayat al-Furqan). Tafsir-Qurthubiy menjadi salah satu rujukan utama dalam penafsiran alQuran. Al-Imam Ibnu Katsir banyak merujuk dan menukil ucapan beliau dalam tafsirnya.
Karya beliau yang lain adalah penjelasan tentang kerusakan agama Nashara, berjudul al-I’laam bimaa fii Diinin Nashaara minal Fasaadi wal Awhaam (Pemberitahuan akan Kerusakan dan Kekeliruan pada Agama Nashara). Kitab itu ditulis sebelum jatuhnya Cordoba ke tangan Nashara. Ada pula karya beliau tentang kehidupan setelah kematian, berjudul atTadzkiroh fi Ahwaalil Mautaa wa Umuuril Aakhiroh (Pengingat akan Keadaan Orang-orang yang Mati dan Perkara-Perkara Akhirat).
Dalam kitab tafsirnya, al-Qurthubiy sedikit menceritakan kisah hidupnya dalam menghindari dan merasakan kekejaman musuh (Nashara). Ketika menafsirkan surah Ali Imran ayat ke-169, al-Qurthubiy membahas permasalahan yang dikaji oleh para Ulama tentang apakah seseorang yang terbunuh karena serangan musuh ke tempat tinggalnya, terhitung orang yang terbunuh di medan pertempuran atau tidak. Dalam pembahasan itu, al-Qurthubiy mengisahkan serangan musuh yang mengakibatkan ayahnya terbunuh.
Al-Qurthubiy menyatakan:
وَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ نَزَلَتْ عِنْدَنَا بِقُرْطُبَةَ أَعَادَهَا الله: أغار العدو قصمه اللَّهُ- صَبِيحَةَ الثَّالِثِ مِنْ رَمَضَانَ الْمُعَظَّمِ سَنَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَسِتِّمِائَةِ وَالنَّاسُ فِي أَجْرَانِهِمْ عَلَى غَفْلَةٍ، فَقَتَلَ وَأَسَرَ، وَكَانَ مِنْ جُمْلَةِ مَنْ قُتِلَ وَالِدِي رَحِمَهُ اللَّهُ
Permasalahan ini kami alami di Cordoba, semoga Allah mengembalikannya (ke pangkuan kaum muslimin, pent). Musuh –semoga Allah menghancurkannya- menyerang di pagi hari tanggal 3 Ramadhan tahun 627 Hijriyah, manusia berada di tempat-tempat mereka dalam keadaan tidak bersiap siaga. Musuh pun membunuh dan menawan mereka. Di antara yang terbunuh adalah ayahku, semoga Allah merahmatinya
Tafsir al-Qurthubiy (4/272)
Dalam pembahasan lain di kitab tafsirnya, al-Qurthubiy menceritakan pengalaman menegangkan lolosnya beliau dari sergapan musuh ketika beliau membaca ayat-ayat alQuran. Beliau sangat bersyukur akan hal itu. Ketika menafsirkan surah al-Israa’ ayat 45, beliau mengisahkan:
أَنِّي هَرَبْتُ أَمَامَ الْعَدُوِّ وَانْحَزْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ عَنْهُ، فَلَمْ أَلْبَثْ أَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِي فَارِسَانِ وَأَنَا فِي فَضَاءٍ مِنَ الْأَرْضِ قَاعِدٌ لَيْسَ يَسْتُرُنِي عَنْهُمَا شي، وَأَنَا أَقْرَأُ أَوَّلَ سُورَةِ يس وَغَيْرَ ذَلِكَ مِنَ الْقُرْآنِ، فَعَبَرَا عَلَيَّ ثُمَّ رَجَعَا مِنْ حَيْثُ جَاءَا وَأَحَدُهُمَا يَقُولُ لِلْآخَرِ: هَذَا دَيْبَلَةٌ ، يَعْنُونَ شَيْطَانًا. وَأَعْمَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبْصَارَهُمْ فَلَمْ يَرَوْنِي، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا عَلَى ذلك
Sesungguhnya aku lari di hadapan musuh, menuju salah satu sudut. Tidak berapa lama dua penunggang kuda mencariku. Aku sedang berada di permukaan bumi yang tandus, duduk, tidak ada sesuatupun yang menutupi aku. Aku pun membaca permulaan surah Yasin dan ayat-ayat alQuran yang lain. Kedua penunggang kuda itu melewati aku dan kembali ke posisi semula. Salah satu dari mereka berkata: Ini adalah setan. Allah Azza Wa Jalla membutakan penglihatan mereka sehingga tidak bisa melihatku. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak akan hal itu
Tafsir al-Qurthubiy (10/270)
al-Qurthubiy kedua ini melakukan rihlah (perjalanan ilmiyyah) menuju wilayah timur dan menetap di Mesir. Beliau wafat di tahun 671 Hijriyah.
Kedua Ulama al-Qurthubiy tersebut sama-sama bermadzhab Maliki. Sama-sama keras sikap permusuhannya terhadap Ahlul Bid’ah, seperti para sufi. Namun keduanya juga terpengaruh al-Asya’iroh dalam menakwilkan Sifat-Sifat Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan kepada keduanya.
Wallaahu A’lam.
Abu Utsman Kharisman
??????
WA al I’tishom