Tadarus, Tata-Cara dan Cakupannya
Al Quran merupakan pedoman bagi setiap mukmin. Untuk memperoleh petunjuk Al Quran, diperlukan upaya serius, sebagai salah satu jenis ibadah sekaligus perjuangan meraih hidayah Allah Yang telah berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran sehat.”
(QS. Shad:29)
Salah satu tempat yang dianjurkan membaca dan menyimak bacaan Al Quran adalah masjid, tempat ibadah yang Allah sendiri menyebutnya sebagai rumah-Nya. Ketika seseorang membaca dalam sholat maupun di luar sholat, semuanya disyariatkan membaca Kalam Allah.
Dari petikan nasihat lembut Nabi kepada seorang arab pedalaman (a’robi) yang telah kencing di masjid terdapat kesimpulan itu;
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak boleh ditimpa air kencing seperti ini, tidak pula kotoran. Hanyalah tempat ini disediakan untuk berdzikir kepada Allah Azza waJalla, sholat, dan membaca Al Quran .”
(HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu).
Di bulan Ramadhan istilah tadarus kerap kita dengar dan disampaikan. Jamaknya masyarakat melakukan dalam perkumpulan di masjid atau surau dengan bergiliran membaca bagian tertentu dari Al Quran secara berurutan. Model semacam inilah yang telah disebut sebagai tadarus. Bisa jadi yang dimaukan adalah terinspirasi dari mudarosah Nabi bersama Jibril alaihimasholatu wassalam. Jika memang demikian, menarik untuk dikaji, apakah mudarosah persis serupa dengan model tadarus di masyarakat kini? Mari kita cermati ulasan berikut ini, semoga Allah menjadikan kita para ulul albab.
Bagaimana sebaiknya teknis membaca Al Quran?
Tentang bagaimana seharusnya tilawah Al Quran, silakan baca penjelasannya di:
https://itishom.org/blog/artikel/nasihat/tilawah-alquran-yang-seharusnya/
Tadarus yang Dianjurkan
Berikut ini sekilas beberapa ayat dan hadits yang patut kita renungkan maknanya agar kita memahami benar maksud tadarus dalam nash-nash syariat:
Allah Ta’la berfirman,
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kalian menjadi orang-orang yang beribadah kepadaku bukan beribadah kepada Allah.’ Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kalian selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya.”
(QS. Ali Imran : 79)
Coba perhatikan pula pada Firman-Nya yang lain:
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ
“Atau adakah kalian (wahai orang-orang kafir) mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kalian membacanya?”
(QS. Al-Qalam : 37)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan tafsirnya:
وأن المجرمين إذا ادعوا ذلك، فليس لهم مستند، لا كتاب فيه يدرسون [ويتلون] أنهم من أهل الجنة، وأن لهم ما طلبوا وتخيروا
“Dan bahwa orang-orang-orang yang suka berbuat dosa, apabila mereka mengaku seperti itu (sebagai Nabi atau berhak diibadahi), tidaklah ada bukti rujukan mereka. Tidak ada rupa kitab yang mereka pelajari dan baca (yang menyebutkan) bahwa mereka termasuk penghuni surga, dan bahwa mereka bebas meminta segala yang mereka minta dan pilih.”
Baca Juga: Mensyukuri 6 Karunia Allah Bagi Mukminin
Apa yang Disebut Tadarus/Mudarosah?
Dalam hadits Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu anhuma disebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan. Dan kedermawanan beliau semakin bertambah di bulan Ramadhan ketika Jibril menemui beliau. Dan biasanya Jibril menemui Nabi setiap malam pada bulan Ramadhan, sehingga beliau berdua saling mempelajari Al Quran. Benar-benar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam lebih mudah memberikan kebaikan dibandingkan hembusan angin yang diutus.”
(HR. Al Bukhori & Muslim)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr hafidzahullah menjelaskan:
ﻟﻔﻆ المدارسة ﻳﻔﻴﺪ ﺣﺼﻮﻟﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﺠﺎﻧﺒﻴﻦ ﻭﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻋﻨﺪ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻳﻔﻴﺪ ﺣﺼﻮﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻴﻪ- ﻳﻌﺮﺽ ﻋﻠﻴﻪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ اﻟﻘﺮﺁﻥ، ﻭﻳﺪﻝ ﻟﺤﺼﻮﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻰ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ اﻟﺬﻱ ﺃﻭﺭﺩﻩ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻘﺐ ﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻝ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﻛﺎﻥ ﻳﻌﺮﺽ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﻞ ﻋﺎﻡ ﻣﺮﺓ، ﻓﻌﺮﺽ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﻡ اﻟﺬﻱ ﻗﺒﺾ ﻓﻴﻪ
“Lafadz al Mudarosah mengandung makna terjadinya penyampaian pelajaran dari kedua belah pihak. Sementara hadits ibnu Abbas dalam (shahih) Al Bukhori dalam Kitab Fadhoil Al Quran mengandung makna disampaikannya pelajaran dari sisi Nabi shollallahu alaihi wasallam. Yang demikian itu dalam ucapan beliau padanya:
يَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ
‘Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membacakan (dan menjelaskan) Al Quran.’
Sedangkan yang menunjukkan terjadinya pembacaan dan penjelasan dari sisi Jibril, hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang dicantumkan Al Bukhori (juga) dalam Kitab Fadhoil Al Quran, menyusul hadits Ibnu Abbas, tatkala beliau (Abu Hurairah) radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ يَعْرِضُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً فَعَرَضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِي الْعَامِ الَّذِي قُبِضَ
‘(Jibril) dulu biasa membacakan (dan menjelaskan) Al Quran kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam setiap tahun sekali. Lalu Jibril melakukannya kepada Nabi sebanyak 2 kali pada tahun beliau diwafatkan.'”
(‘Isyruna Haditsan min Shahih Al Bukhori hal. 57).
Kesimpulan Syaikh Abdul Muhsin di atas sesuai dengan penjelasan Al Hafidz ibnu Hajar dalam Fathul Bari, tatkala menyatakan:
ﻭﻗﺪ ﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﺩاﻭﺩ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﻨﺪ ﻗﺎﻝ ﻗﻠﺖ ﻟﻠﺸﻌﺒﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ اﻟﺬﻱ ﺃﻧﺰﻝ ﻓﻴﻪ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﺃﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻨﺰﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﺴﻨﺔ ﻗﺎﻝ ﺑﻠﻰ. ﻭﻟﻜﻦ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﻛﺎﻥ ﻳﻌﺎﺭﺽ ﻣﻊ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻣﺎ ﺃﻧﺰﻝ اﻟﻠﻪ ﻓﻴﺤﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻳﺸﺎء ﻭﻳﺜﺒﺖ ﻣﺎ ﻳﺸﺎء ﻓﻔﻲ ﻫﺬا ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﻜﻤﺔ ﻓﻲ اﻟﺘﻘﺴﻴﻂ اﻟﺬﻱ ﺃﺷﺮﺕ ﺇﻟﻴﻪ ﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﻣﻦ اﻟﻤﺤﻜﻢ ﻭاﻟﻤﻨﺴﻮﺥ ﻭﻳﺆﻳﺪﻩ ﺃﻳﻀﺎ اﻟﺮﻭاﻳﺔ اﻟﻤﺎﺿﻴﺔ ﻓﻲ ﺑﺪء اﻟﺨﻠﻖ ﺑﻠﻔﻆ ﻓﻴﺪاﺭﺳﻪ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﺈﻥ ﻇﺎﻫﺮﻩ ﺃﻥ ﻛﻼ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻠﻰ اﻵﺧﺮ
“Abu Ubaid telah menyebutkan riwayat dari jalur Dawud bin Abi Hind, dia berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada Asy Sya’bi rahimahullah tentang Firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
‘Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.’ (QS Al Baqoroh: 185 -pen)
apakah berkaitan semua ayat yang diturunkan kepada Nabi pada seluruh tahun? Beliau (Asy Sya’bi) menjawab: ‘Tentu saja, hanya saja Jibril biasa mempelajari bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan semua yang Allah turunkan hingga (dipahami) yang Allah tetapkan hukumnya sesuai kehendak-Nya.’
Maka pada (keterangan) ini terdapat isyarat terkait penyampaian berangsur yang saya sebutkan tentang hal itu dalam rangka menjelaskan secara rinci ayat-ayat yang telah disampaikan berupa kategori muhkam dan mansukh. Dikuatkan pula dengan riwayat terdahulu dalam Kitab Permulaan Penciptaan dengan lafadz;
ﻓَﻴُﺪاﺭِﺳُﻪُ اﻟﻘُﺮﺁﻥ
‘Sehingga beliau berdua saling mempelajari Al Quran.’
Karena yang tampak kuat bahwa masing-masing dari beliau berdua saling membacakan kepada yang lain.”
(Fathul Bari 9/45).
Makna ini memiliki penguat dari hadits lain. Mari cermati makna petikan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ ؛ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Dan tidaklah beberapa orang berkumpul di salah satu rumah (masjid) dari rumah-rumah (masjid) Allah yang mereka membaca kitabullah, dan saling mengajarkan di antara mereka, melainkan akan akan turun ketenangan kepada mereka, mereka akan diliputi kasih sayang, malaikat akan mengelilingi mereka, dan menyebut-nyebut (kebaikan) mereka kepada Allah di sisi-Nya.”
(HR. Muslim).
Pada hadits di atas jelas dipisahkan (sebagai athof) penyebutan membaca (يَتْلُون) dengan saling mengajarkan (يتدارسون). Walapun secara asal bahasa ada bagian arti tadarus sebagai sekedar kegiatan membaca, namun dengan memahami konteks kalimat dalam hadits di atas dapat dipahami bahwa tadarus jika demikian yang dimaksudkan bukan hanya membaca namun ditambah makna berikutnya (yang juga secara bahasa terwadahi) yaitu saling mengajarkan bacaan dan pemahaman makna maupun kandungan hukumnya.
Begitu pula apabila seseorang membaca dalam rangka menjaga hafalan Al Quran yang telah dia miliki, yang sebagian madrasah atau ma’had menyebutnya sebagai kegiatan muroja’ah.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:
ﺑﻞ ﺇﺫا ﻗﺮﺃ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺜﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺑﻜﻞ ﺣﺎﻝ، ﻭﻟﻮ ﻗﺼﺪ ﺑﻘﺮاءﺗﻪ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺮﺅﻩ ﻟﺌﻼ ﻳﻨﺴﺎﻩ، ﻓﺈﻥ ﻧﺴﻴﺎﻥ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﻦ اﻟﺬﻧﻮﺏ، ﻓﺈﺫا ﻗﺼﺪ ﺑﺎﻟﻘﺮاءﺓ ﺃﺩاء اﻟﻮاﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺩﻭاﻡ ﺣﻔﻈﻪ ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ، ﻭاﺟﺘﻨﺎﺏ ﻣﺎ ﻧﻬﻲ ﻋﻨﻪ ﻣﻦ ﺇﻫﻤﺎﻟﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻨﺴﺎﻩ، ﻓﻘﺪ ﻗﺼﺪ ﻃﺎﻋﺔ اﻟﻠﻪ.
“Tentu apabila seseorang membaca Al Quran ikhlas hanya bagi Allah Ta’ala sesungguhnya dia akan diberi pahala karena hal itu, dalam semua keadaan. Walaupun dia bermaksud ketika membacanya agar tidak melupakan hafalannya. Karena memang melupakan hafalan Al Quran merupakan bagian dosa. Sehingga apabila sesorang bermaksud membaca agar bisa menunaikan bagian kewajiban dalam terus menjaga hafalan Al Quran, dan menghindari hal yang dilarang berupa melalaikan hafalan hingga melupakannya, berarti dia telah bermaksud melakukan ketaatan kepada Allah.” (Al Fatawa Al Kubro 2/419).
Kesimpulannya bahwa tilawah bermakna qiroah (membaca), sementara mudarosah atau melakukan tadarus maknanya saling membacakan baik dari hafalan, bacaan ataupun pemahamannya satu sama lain.
Dan manapun dari kedua jenis ibadah di atas dilakukan seorang muslim tentu adalah hal terpuji yang diharapkan pahala dari Allah semata.
Baca Juga: Membaca dan Memahami AlQuran dan Sunnah Untuk Diterapkan
Perbedaan Pendapat tentang Teknis & Tata-cara Membaca AlQuran
Sementara teknis membacanya, terkait tempat, waktu maupun tata-caranya, terdapat perbedaan pandang para ulama madzhab.
Jumhur ulama dan madzhab AsySyafi’iyyah berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan disukainya berkumpul membaca Al Quran di masjid.
Berkata An Nawawi rahimahullah:
ﻭﻓﻲ ﻫﺬا ﺩﻟﻴﻞ ﻟﻔﻀﻞ اﻻﺟﺘﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺗﻼﻭﺓ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻫﻮ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﻭﻣﺬﻫﺐ اﻟﺠﻤﻬﻮﺭ
“Pada hadits (Abu Hurairah) ini terdapat dalil tentang keutamaan berkumpul untuk bersama membaca Al Quran di masjid. Hal itu merupakan pendapat madzhab kami dan pendapat jumhur” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim 17/21-22).
Juga disebutkan oleh An Nawawi rahimahullah:
ﻭاﻟﺴﻨﺔ ﻛﺜﺮﺓ ﺗﻼﻭﺓ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻴﻪ، ﻭالمدارسة ﺑﻪ، ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻳﻘﺮﺃ ﻏﻴﺮﻩ ﻋﻠﻴﻪ
“Dan merupakan sunnah memperbanyak tilawah Al Quran pada bulan Ramadhan, serta mudarosah Al Quran; yaitu dengan cara seseorang membacakan kepada orang lain, dan orang lainnya membacakan kepadanya.” (Roudhotu Ath Tholibin 2/368).
Sementara para ulama madzhab Malikiyyah malah memandang hal itu adalah sesuatu yang tidak disukai, sebagaimana lanjutan penjelasan An Nawawi rahimahullah masih dalam Al Minhaj:
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻜﺮﻩ ﻭﺗﺄﻭﻟﻪ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ
“Adapun Imam Malik telah menyatakan ‘tidak disukai’. Sedangkan sebagian ulama madzhab beliau telah menyebutkan alasan menurut mereka.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab).
Ibnu Rajab mengutip pernyataan Ibnu Wahb rahimahullah yang berkata:
“Aku telah mendengar Malik (bin Anas) berkata:
ﻟﻢ ﺗﻜﻦ اﻟﻘﺮاءﺓ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻣﻦ ﺃﻣﺮ اﻟﻨﺎﺱ اﻟﻘﺪﻳﻢ، ﻭﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ اﻟﺤﺠﺎﺝ ﺑﻦ ﻳﻮﺳﻒ. ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ: ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻛﺮﻩ ﺫﻟﻚ اﻟﺬﻱ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻲ اﻟﻤﺼﺤﻒ. ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻯ ﻫﺬا ﻛﻠﻪ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ اﻟﻨﻴﺴﺎﺑﻮﺭﻱ ﻓﻲ ” ﻛﺘﺎﺏ ﻣﻨﺎﻗﺐ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ
“Membaca Al Quran belum pernah terjadi di Masjid dalam sejarah generasi terdahulu. Adapun yang pertama mengadakan hal itu di masjid Al Hajjaj bin Yusuf. Imam Malik berkata pula: ‘Aku membenci hal itu, yaitu orang yang membaca Al Quran di masjid menggunakan mushaf.’ Ini semua telah diriwayatkan oleh Abu Bakr An Naisaburi dalam kitab Manaqib Malik rahimahullah.” (Jami’ul Ulum Wal Hikam 2/302)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan:
ﻭﻗﺮاءﺓ اﻹﺩاﺭﺓ ﺣﺴﻨﺔ ﻋﻨﺪ ﺃﻛﺜﺮ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻭﻣﻦ ﻗﺮاءﺓ اﻹﺩاﺭﺓ ﻗﺮاءﺗﻬﻢ ﻣﺠﺘﻤﻌﻴﻦ ﺑﺼﻮﺕ ﻭاﺣﺪ ﻭﻟﻠﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭﺟﻬﺎﻥ ﻓﻲ ﻛﺮاﻫﺘﻬﺎ، ﻭﻛﺮﻫﻬﺎ ﻣﺎﻟﻚ، ﻭﺃﻣﺎ ﻗﺮاءﺓ ﻭاﺣﺪ ﻭاﻟﺒﺎﻗﻮﻥ ﻳﺘﺴﻤﻌﻮﻥ ﻟﻪ ﻓﻼ ﻳﻜﺮﻩ ﺑﻐﻴﺮ ﺧﻼﻑ ﻭﻫﻲ ﻣﺴﺘﺤﺒﺔ، ﻭﻫﻲ اﻟﺘﻲ ﻛﺎﻥ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻳﻔﻌﻠﻮﻧﻬﺎ: ﻛﺄﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﻏﻴﺮﻩ. ﻭﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﺿﺮﺭ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﺃﻫﻠﻪ، ﺑﻞ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ
“Adapun membaca dengan metode idaroh merupakan hal yang baik menurut kebanyakan ulama. Termasuk jenis membaca dengan metode idaroh cara membaca yang mereka lakukan berkumpul dengan 1 suara. Sedangkan menurut Malikiyyah ada 2 penilaian dalam membencinya, Imam Malik sendiri tidak menyukainya.
Sementara cara membaca dengan 1 orang membacakan, dan yang lainnya menyimak bacaannya, metode ini tidak dibenci tanpa ada perselisihan, dan hal itu mustahab (dianjurkan). Itulah cara yang dulu biasa diterapkan para sahabat. Seperti oleh Abu Musa radhiyallahu anhu dan lainnya.
Adapun taklim (pengajaran) Al Quran di masjid tidak mengapa dilakukan, apabila tidak menimbulkan gangguan terhadap masjid maupun penghuninya. Bahkan, dianjurkan (mustahab) melakukan taklim Al Quran di Masjid.”
(Al Fatawa Al Kubro 5/344).
Kesimpulannya wallahu a’lam, bahwa tadarus disyariatkan, apakah sekadar membaca lafadznya ataukah dengan kajian (taklim) kandungan maknanya. Baik qiroah dari hafalan ataupun dengan tilawah (membaca) mushaf sebagaimana pendapat jumhur ulama.
Adapun kekhawatiran ulama Malikiyyah bahwa membaca dengan mushaf di masjid belum didapati pada generasi terdahulu (baca: Sahabat Nabi) dibawa pada kemungkinan bahwa hal itu tentu saja terjadi karena mushaf Al Quran belum banyak tersebar. Sementara telah jelas bahwa pengumpulan hafalan dan tulisan Al Quran yang belum pernah terjadi di masa Nabi shollallahu alaihi wasallam bukanlah bid’ah tercela karena hal itu merupakan sunnah yang disepakati Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma walaupun awalnya dirasakan berat. Tidaklah setiap hal yang belum pernah dilakukan di masa kenabian selalu dinilai bid’ah dan sesat. Ada sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang dihasung agar kita berpegang teguh dengannya. Ada pula masholih al mursalah yang dinilai secara hikmah oleh para ahli ilmu pewaris para Nabi dalam membimbing ummat agar terhindar dari kesesatan.
Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu mengisahkan, bahwa saat Abu Bakar telah setuju dengan usul Umar, beliau memerintahkan dirinya untuk mulai menghimpun tulisan dan hafalan Al Quran. Zaid bin Tsabitpun radhiyallahu anhu bertanya:
كَيْفَ تَفْعَلَانِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
“Bagaimana mungkin anda berdua hendak melakukan suatu perkara yang belum pernah dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam?”
Maka Abu Bakar radhiyallahu anhu memberikan jawaban singkat tegas:
هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ
“Hal ini demi Allah adalah hal yang baik.”
(HR. Al Bukhori).
Baca Juga: Penulisan dan Pengumpulan AlQuran
Model Membaca yang Lebih Utama
Setelah diketahui bahwa membaca sendiri ataupun membaca dalam perkumpulan dengan saling menyimak adalah 2 model membaca Al Quran yang diperbolehkan menurut kebanyakan ulama, lalu manakah dari keduanya yang lebih utama dilakukan?
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan:
فقراءة ﻛﻞ ﻭاﺣﺪ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﺗﻪ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻗﺮاءﺗﻪ ﻣﺠﺘﻤﻌﻴﻦ ﺑﺼﻮﺕ ﻭاﺣﺪ ﻓﺈﻥ ﻫﺬﻩ ﺗﺴﻤﻰ ﻗﺮاءﺓ اﻹﺩاﺭﺓ ﻭﻗﺪ ﻛﺮﻫﻬﺎ ﻃﻮاﺋﻒ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻛﻤﺎﻟﻚ ﻭﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﻣﻦ ﺭﺧﺺ ﻓﻴﻬﺎ ﻛﺒﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﺣﻤﺪ ﻟﻢ ﻳﻘﻞ ﺇﻧﻬﺎ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻗﺮاءﺓ اﻻﻧﻔﺮاﺩ ﺇﺫ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻜﻞ ﻭاﺣﺪ ﻓﻲ ﻗﺮاءﺓ اﻻﻧﻔﺮاﺩ ﺟﻤﻴﻊ القراءﺓ ﻭﺃﻣﺎ ﻫﺬﻩ ﻓﻼ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻜﻞ ﻭاﺣﺪ ﺟﻤﻴﻊ اﻟﻘﺮاءﺓ ﺑﻞ ﻫﺬا ﻳﺘﻢ ﻣﺎ ﺑﺪﺃ ﻓﻴﻪ ﻫﺬا ﻭﻫﺬا ﻳﺘﻢ ﻣﺎ ﺑﺪﺃ ﻓﻴﻪ ﻫﺬا
“Jadi membaca Al Quran oleh setiap orang sendiri-sendiri lebih utama daripada model membaca secara bersama dengan 1 suara, yang model ini disebut membaca secara idaroh. Cara itu tidak disukai oleh beberapa ulama seperti Imam Malik dan beberapa ulama madzhab Imam Ahmad dan selain mereka. Sedangkan yang memberi toleransi seperti sebagian ulama madzhab Imam Ahmad lainnya, mereka tidak menilai model itu lebih utama (afdhol) dibandingkan membaca sendiri-sendiri untuk menuntaskan seluruh bagian bacaan. Adapun model (idaroh) ini, tidaklah setiap orang yang membaca tidak memperoleh seluruh bagian bacaan, namun masing-masing hanya melanjutkan bagian yang telah dimulai oleh temannya, kemudian orang lainnya hanya melanjutkan bagian yang telah dibaca oleh temannya yang lain.” (Mukhtashor Al Fatawa Al Mishriyyah hal. 393).
Baca Juga: Mengkhatamkan AlQuran Setiap Pekan itu Sudah Ringan Sekali Bagi Mereka
Cakupan Tadarus Al Quran
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:
دراسة القرآن وتعاهده من أفضل القربات، والاجتماع على ذلك للمدارسة والمذاكرة في رمضان وفي غيره، وفيه تعاون على الخير، وقد كان النبي ﷺ يدارس جبرائيل القرآن في رمضان كل سنة ختمة، في السنة الأخيرة ختمتين، ويقول ﷺ: ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه فيما بينهم إلا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده. هذا فضل عظيم، والمساجد بيوت الله محل العبادة، محل القراءة، ومحل حلقات العلم، وهكذا في منزل الإنسان أو في الصحراء أو في أي مكان إذا اجتمعوا فهم على خير عظيم في طلب العلم وحلقات العلم والمذاكرة في العلم، في تعاهد القرآن والمذاكرة فيه وفي تلاوته وفي حفظه كل هذا خير عظيم،
“Mempelajari dan menjaga hafalan Al Quran termasuk upaya mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama. Begitu juga berkumpul untuk mempelajari ataupun mengingat kembali hal itu, baik di bulan Ramadhan maupun di waktu lain.
Merupakan kebiasaan Nabi shollallahu alaihi wasallam kembali mempelajari Al Quran sekali khatam bersama Jibril di bulan Ramadhan setiap tahunnya. Sedangkan di tahun terakhir dari usia beliau, sebanyak 2x khatam.
Beliau shollallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ؛ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
‘Tidaklah beberapa orang berkumpul di salah satu rumah (masjid) dari rumah-rumah (masjid) Allah yang mereka membaca kitabullah, dan saling mengajarkan di antara mereka, melainkan akan akan turun ketenangan kepada mereka, mereka akan diliputi kasih sayang, malaikat akan mengelilingi mereka, dan menyebut-nyebut (kebaikan) mereka kepada Allah di sisi-Nya.’
Hal ini merupakan keutamaan agung. Dan masjid-masjid rumah Allah memang tempat untuk beribadah, tempat untuk qiraah, serta tempat halakah ilmu.
Demikian pula di tempat tinggal seseorang, atau di padang luas, maupun di mana saja (selain yang terlarang-pen), apabila mereka berkumpul melakukannya, berarti mereka berada pada kebaikan;
- pada usaha berkumpul menuntut ilmu
- berbagai majelis ilmu
- berkumpul mengulang pelajaran ilmu
- dalam mengikat hafalan Al Quran maupun mengulang-ulang hafalan Al Quran
- membaca Al Quran
- dan (menambah) hafalan Al Quran,
semua ini merupakan kebaikan besar.”
(Ta’liq ‘ala Riyadh Ash Sholihin Bab Istihbab Ijtima’ ala Al Qiro’ah)
Selain Dibaca Perlu Diingat, Dipelajari, Disampaikan dan Dijelaskan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz melanjutkan nasihat beliau rahimahullah:
فالمشروع لأهل الإيمان أن يعتنوا بهذا الكتاب العظيم دراسة وتلاوة وتدبرا وتعقلا ومذاكرة فيما بينهم حتى يفهموا مراد الله منه لأن الله جعله بلاغ قال: هَٰذَا بَلَاغٌ لِّلنَّاسِ [إبراهيم:52]، وقال تعالى: وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَٰذَا الْقُرْآنُ لِأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ ۚ [الأنعام:19]
“Merupakan hal yang disyariatkan bagi orang beriman agar mereka memberikan perhatian terhadap Kitab Yang Agung ini. Baik dengan mempelajari, membaca, melakukan tadabbur, memikirkan, maupun saling mengingatkan sesama mereka, sehingga mereka bisa memahami maksud Allah tentang hal itu. Karena Allah menjadikannya sebagai penjelasan sempurna. Dia berfirman:
هَٰذَا بَلَاغٌ لِّلنَّاسِ
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia.” (QS. Ibrahim: 52).
Dan juga Dia Ta’ala telah berfirman:
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَٰذَا الْقُرْآنُ لِأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ ۚ
“Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepada mereka).” (QS. Al An’am: 19)
Begitu pula Dia Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An Nahl: 89).
(Ta’liq ‘ala Riyadh Ash Sholihin Bab Istihbab Ijtima’ ala Al Qiro’ah)
Tadarus dengan Menggunakan Pengeras Suara
Seringkali kita dapati penggunaan pengeras suara untuk memperdengarkan bacaan Al Quran ke luar masjid. Padahal tak jarang di saat yang bersamaan banyak muslimin saudaranya yang perlu keheningan dan ketenangan. Baik bertepatan dengan waktu istirahat orang lain, saat bertamu, adanya pertemuan atau malah ada pihak lain yang juga sedang beribadah. Diakui atau tidak jelas suara bacaan Al Quran yang melebihi batas yang semestinya, tidak sesuai dengan bimbingan syariat.
Kutipan fatwa seputar larangan mengganggu mengeraskan bacaan dzikir maupun tilawah Al Quran bisa dibaca di:
https://itishom.org/blog/artikel/fatwa/hukum-berdzikir-dan-berdoa-bersama-setelah-shalat/
Apalagi dengan ditetapkannya Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, kewajiban untuk membatasi durasi waktu dan volume suara semakin ditekankan. Silakan unduh aturannya di:
https://cdn.kemenag.go.id/storage/archives/1645415500.pdf
Karena takwa identik dengan ketaatan, sementara ketaatan dalam Islam mencakup ketaatan kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan mematuhi aturan pemerintah muslim. Maka, apapun model tadarus yang akan kita lakukan; apakah membaca dari hafalan, hendak membaca sendiri dengan mushaf, pakai model idaroh, mengkaji tafsir, belajar ilmu qiroah, murojaah hafalan maupun saling menyimaknya, tentunya etika perlu kita jaga dengan memenuhi ketentuan syariat dan aturan pemerintah.
Semoga Allah Jalla wa’Ala memberikan taufiq kepada kita sebagai para pembaca Al Quran lafadz dan maknanya dan mengamalkan kandungan hukumnya dengan sebenarnya.
اللهم اجعلنا ممن يتلون كتابك حق تلاوته
واجعل القرآن حجة لنا لا علينا وشفيعا لنا يوم القيامة
?️Penulis:
Abu Abdirrohman Sofian