Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Kasih Sayang dan Cinta Allah Bagi Orang yang Bertobat

Apabila ada seseorang yang pernah bersalah kepada kita, kemudian orang itu meminta maaf, bisa jadi kita kemudian memaafkan, namun perasaan cinta kepadanya tidak lagi sama. Kadar cinta kita bisa jadi kurang dari sebelumnya. Karena mungkin ada perasaan dikhianati dalam hubungan pertemanan, persaudaraan, atau pernikahan. Bahkan, ada pula yang sekedar memaafkan, namun sudah tidak cinta lagi. Kecintaan itu tidak pernah kembali lagi pada sebagian orang. Itu keadaan yang mungkin terjadi dalam interaksi antar manusia.

Hal itu berbeda dengan kasih sayang dan kecintaan Allah. Jika seseorang hamba-Nya melakukan dosa, kemudian orang itu bertobat dengan sebenarnya kepada Allah, Allah akan menerima tobat-Nya dan kembali mencintainya. Bahkan kecintaan Allah kepada hamba itu akan meningkat lebih besar lagi dibandingkan dengan sebelum ia bertobat, apabila ia menjadi semakin baik dan semakin taat.

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ

Dan Dia adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai
(Q.S al-Buruuj ayat 14)

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan:

وَفِيْهِ سِرٌّ لَطِيْفٌ وَهُوَ أَنَّهُ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَأَنَّهُ يُحِبُّ عَبْدَهُ بَعْدَ الْمَغْفِرَةِ فَيَغْفِرُ لَهُ وَيُحِبُّهُ كَمَا قَالَ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ فَالتَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ

Dalam (penyebutan ayat itu) terdapat rahasia bahwasanya Dia (Allah) mencintai orang-orang yang bertobat dan Dia mencintai hamba-Nya setelah pemberian ampunan. Sehingga Dia mengampuni dan mencintainya. Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya): Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan Dia mencintai orang-orang yang menyucikan dirinya (Q.S al-Baqoroh ayat 222, pent). Maka orang yang bertobat adalah orang yang dicintai oleh Allah (Roudhotul Muhibbin (1/47)).


Baca Juga: Allah Adalah yang Paling Penyayang Dari Seluruh Penyayang


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

كَيْفَ يُقَالُ : إنَّهُ لَا يَعُودُ لِمَوَدَّتِهِ {وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ [] ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ [] فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ} وَلَكِنَّ وُدَّهُ وَحُبَّهُ بِحَسَبِ مَا يَتَقَرَّبُ إلَيْهِ الْعَبْدُ بَعْدَ التَّوْبَةِ ؛ فَإِنْ كَانَ مَا يَأْتِي بِهِ مِنْ مَحْبُوبَاتِ الْحَقِّ بَعْدَ التَّوْبَةِ أَفْضَلَ مِمَّا كَانَ يَأْتِي بِهِ قَبْلَ ذَلِكَ كَانَتْ مَوَدَّتُهُ لَهُ بَعْدَ التَّوْبَةِ أَعْظَمَ مِنْ مَوَدَّتِهِ لَهُ قَبْلَ التَّوْبَةِ . وَإِنْ كَانَ أَنْقَص كَانَ الْأَمْرُ أَنْقَصَ؛ فَإِنَّ الْجَزَاءَ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ؛ وَمَا رَبُّك بِظَلَّامِ لِلْعَبِيدِ

Bagaimana bisa dikatakan bahwa kecintaan-Nya tidak akan kembali (setelah hamba-Nya berdosa, pent) (sedangkan Dia berfirman, yang artinya): dan Dia (Allah) Maha Pengampun lagi Maha Mencintai. Dia Pemilik Arsy yang agung. Dia Maha Berbuat sesuai yang diinginkan-Nya (Q.S al-Buruuj ayat 14-16, pent). Namun kecintaan-Nya sesuai bagaimana keadaan taqorrub hamba itu setelah tobatnya. Jika kecintaan hamba itu kepada kebenaran setelah ia bertobat lebih utama dibandingkan dengan sebelum itu, maka kecintaan-Nya setelah tobat lebih besar dibandingkan sebelum tobat. Jika berkurang dalam hal itu, maka kecintaan-Nya juga berkurang. Sesungguhnya balasan sesuai dengan perbuatan. Dan Rabbmu tidaklah mendzhalimi para hamba-Nya (Majmu’ul Fataawa (10/304-305))

Apabila seorang hamba bertobat, Allah sangat bergembira. Kegembiraan Allah bukan karena butuh pada tobat seorang hamba. Tobatnya seorang hamba tidaklah menambah kekuasaan Allah sedikitpun. Kalaupun seluruh makhluk semuanya bermaksiat dan tidak bertobat, Allah tidak dirugikan sama sekali. Namun Allah gembira karena Dia lebih suka merahmati dibandingkan mengadzab. Allah sangat gembira ketika hamba-Nya bertobat.


Baca Juga: Satu Bagian Kasih Sayang di Dunia


Kegembiraan Allah itu lebih besar dibandingkan kegembiraan seseorang yang sempat putus asa kehilangan hewan tunggangannya yang membawa perbekalan makan dan minumnya di padang tandus yang luas. Orang itu sempat putus asa hingga sudah pasrah akan menghadapi kematian. Ketika hewan tunggangannya kembali, ia pun sangat bergembira hingga salah ucap saking gembiranya. Kegembiraan orang itu masih di bawah kegembiraan Allah ketika seorang hamba-Nya bertobat.

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ. أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

Sungguh Allah lebih gembira dengan tobat hamba-Nya ketika hamba itu bertobat kepada-Nya dibandingkan seseorang yang berada di atas kendaraannya di tanah yang luas kemudian hewan tunggangannya itu terlepas hilang darinya padahal di atas kendaraan itu ada makanan dan minumannya. Ia pun putus asa mencarinya. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon, berbaring di naungannya. Ia sudah putus asa mencari hewan tunggangannya itu. Ketika ia dalam keadaan demikian, ternyata hewan tunggangannya itu berdiri di sisinya. Ia pun mengambil tali kendalinya kemudian karena saking gembiranya ia berkata: Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu. Dia salah (berucap) karena saking gembiranya
(H.R Muslim dari Anas)

Sebesar apapun dosa seseorang, janganlah putus asa dari rahmat Allah. Janganlah ia berhenti untuk bertobat.


Baca Juga: Salah Satu Penyakit Orang yang Berdoa: Putus Asa dan Tergesa-Gesa


Seorang pembunuh 100 jiwa saja masih Allah ampuni dosanya. Ketika ia benar-benar bertobat dan memiliki keinginan kuat untuk berubah menjadi baik.

كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنَ تَوْبَةٍ فَقَالَ لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ. وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ. فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِى صُورَةِ آدَمِىٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الأَرْضِ الَّتِى أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ

Pada umat sebelum kalian ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 jiwa. Kemudian ia bertanya tentang siapakah penduduk bumi yang paling berilmu. Ia pun ditunjukkan pada seorang ahli ibadah.

Ia mendatanginya dan berkata bahwasanya ia telah membunuh 99 jiwa. Apakah masih ada peluang tobat untuk dia. Ahli ibadah itu menjawab: Tidak. Orang itu pun membunuh ahli ibadah tersebut. Sehingga genaplah menjadi 100 jiwa (yang pernah dibunuhnya).

Kemudian ia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu. Ia ditunjukkan pada seorang yang berilmu. Orang itu berkata bahwa ia telah membunuh 100 jiwa. Apakah masih ada tobat untuknya. Orang berilmu berkata: Ya, siapakah yang bisa menghalangi antara dirinya dengan pertobatan? Pergilah ke tempat ini dan ini karena di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka. Jangan kembali ke tempat asalmu karena itu tempat yang buruk.

Ia pun pergi hingga di pertengahan jalan ia meninggal. Malaikat rahmat berdebat dengan Malaikat azab. Malaikat rahmat berkata: Ia telah datang dengan bertobat menghadapkan hatinya kepada Allah. Malaikat azab berkata: Sesungguhnya ia belum melakukan kebaikan sama sekali.

Kemudian datanglah Malaikat dalam bentuk manusia. Mereka pun menjadikannya sebagai hakim pemutus perkara di antara mereka. Malaikat (dalam bentuk manusia) itu berkata: Ukurlah antar 2 tempat itu. Ke manakah yang lebih dekat, diputuskan dengannya. Mereka pun mengukurnya dan didapati bahwa ia lebih dekat ke tempat yang dituju. Kemudian ia dibawa oleh Malaikat rahmat
(H.R Muslim dari Abu Said al-Khudriy)

 

Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin”, Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan