Menyebut-Nyebut Nikmat Adalah Ungkapan Syukur
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Adapun terhadap nikmat Rabbmu, maka sebut-sebutkanlah
(Q.S adh-Dhuhaa ayat 11)
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, tidaklah mensyukuri yang banyak. Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, tidaklah bersyukur kepada Allah. Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah syukur. Meninggalkannya adalah kufur. Berjamaah adalah rahmat, sedangkan perpecahan adalah siksaan
(H.R Ahmad dan lainnya, dihasankan Syaikh al-Albaniy dalam Shahih al-Jami’)
Umar bin Abdil Aziz rahimahullah menyatakan:
ذِكْرُ النِّعَمِ شُكْرٌ
Menyebut-nyebut nikmat-nikmat adalah syukur
(riwayat al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman)
Beberapa Artikel yang Relevan:
- Melihat Orang yang di Bawah Untuk Menumbuhkan Perasaan Bersyukur
- Selalu Bersyukur dalam Segala Situasi Kepada Allah Al Hamid
- Merasakan Kenikmatan dan Kebahagiaan dalam Berbagai Keterbatasan
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah menyatakan:
Adapun terhadap nikmat Rabbmu, maka sebut-sebutkanlah. Ini mencakup nikmat Dien maupun duniawi. Sebut-sebutkanlah, artinya: Pujilah Allah dengannya. Khususkan penyebutan-Nya jika di sana terdapat maslahat. Jika tidak, sebut-sebutkanlah nikmat-nikmat Allah itu secara mutlak. Karena menyebut-nyebut nikmat Allah akan mengajak untuk mensyukurinya. Membuat hati mencintai pihak yang memberi nikmat. Karena hati memiliki tabiat untuk mencintai pihak yang berbuat baik kepadanya (Taisiir Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan (1/928)).
Menyebut nikmat yang tercela adalah ketika ia menyandarkan nikmat itu sebagai keahlian dia. Ia berbangga dan sombong dengannya. Apalagi jika disertai sikap merendahkan orang lain dengan nikmat yang dia dapatkan itu.
Sedangkan jika ia menyebut nikmat itu sebagai anugerah dari Allah, kalau tidak karena pertolongan Allah ia tidak mendapatkannya, bukan karena kepintaran atau keahlian dia, hal itu adalah menyebut nikmat yang merupakan bagian dari syukur. Wallaahu A’lam.
Dikutip dari:
Buku “Keteladanan Umar bin Abdil Aziz” – dgn penyesuaian, Abu Utsman Kharisman