Nabi Adalah Manusia yang Seharusnya Paling Kita Cintai
Seorang yang beriman haruslah mencintai Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam lebih besar daripada kecintaannya kepada anaknya sendiri, orangtuanya sendiri, bahkan kecintaan kepada seluruh manusia.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga akulah yang paling ia cintai dibandingkan anaknya, orangtuanya, dan manusia seluruhnya
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Anas)
Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya seharusnya mengalahkan cinta kepada orangtua. Padahal orangtua adalah manusia sangat berjasa dalam kehidupan kita. Allah pun memerintahkan manusia untuk berbakti kepada orangtuanya. Namun, cinta kepada orangtua tidak boleh mengalahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Artikel lainnya yang relevan: Cinta Kepada Nabi yang Hakiki Adalah Taat dan Menjalankan Sunnah Beliau
Demikian juga cinta kepada anak sang buah hati, ataupun istri, tidak boleh lebih besar dibandingkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: jika ayah-ayah kalian, anak, saudara sekandung, istri, dan kerabat kalian, maupun harta yang kalian upayakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian senangi, lebih kalian cintai dibandingkan Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalanNya, tunggulah hingga Allah mendatangkan adzabNya. Dan Allah tidaklah memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik
(Q.S atTaubah ayat 24)
Bahkan kecintaan kepada Nabi, haruslah lebih besar dibandingkan kecintaan kita terhadap diri kita sendiri. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu pernah berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي
Wahai Rasulullah, sungguh anda adalah yang paling saya cintai dibandingkan segala sesuatu kecuali diri saya sendiri
Mendengar hal itu Nabi bersabda:
لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ
Tidak, Demi (Allah) yang jiwaku berada di TanganNya, (belum sempurna imanmu) hingga aku lebih dicintai dibandingkan dirimu sendiri
Maka Umar pun berkata:
فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي
Kalau begitu, sekarang, demi Allah, anda benar-benar lebih aku cintai dibandingkan diriku sendiri
Nabi pun bersabda:
الْآنَ يَا عُمَرُ
Maka sekarang wahai Umar, (telah sempurnalah imanmu)
(H.R al-Bukhari)
Jika kita memang cinta kepada Nabi, bersemangatlah untuk mempelajari ajaran-ajaran Nabi dalam alQuran dan hadits-haditsnya yang shahih. Jadikan Nabi sebagai panutan. Ikuti perintahnya. Jauhi larangannya. Benarkan khabar yang shahih darinya, meski bertentangan dengan akal dan perasaan kita. Janganlah beribadah kepada Allah kecuali dengan tuntunan dan teladan dari RasulNya. Tauhidkan Allah dalam ibadah, dan jadikan ittiba’ kita murni kepada teladan termulia, Rasulullah Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
Baca Juga: Bantahan Terhadap Artikel Berjudul: “Inilah Sejarah yang Benar Tentang Awal Perayaan Maulid Nabi”
Cinta kepada Nabi Adalah Karena Allah, Bukan Sebagai Tandingan Cinta Kepada Allah
Cinta kita kepada Nabi tidaklah boleh sebagai tandingan bagi Allah. Cinta kepada Allah haruslah di atas segala-galanya. Kita cinta kepada Nabi seharusnya karena Allah. Bukan cinta yang berdiri sendiri sebagai tandingan bagi Allah.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan yang mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Sedangkan orang-orang beriman, lebih besar kecintaannya kepada Allah…
(Q.S al-Baqoroh:165)
Nabi meskipun beliau adalah seorang Rasul, namun beliau adalah manusia biasa yang tidak berhak mendapatkan ibadah dan penghambaan dari kita. Itu pulalah yang diajarkan Nabi kepada para Sahabatnya dan kaum beriman.
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (79) وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (80)
Tidak boleh bagi seorang manusia yang Allah berikan kitab, hukum, dan kenabian, kemudian ia berkata kepada manusia: Jadilah kalian hambaku (yang menyembahku) selain Allah, namun mereka (para Nabi akan mengatakan): Jadilah kalian Robbaniyyin (orang yang berilmu dan memiliki hikmah) karena kalian mengajarkan kitab kepada orang lain dan kalian mempelajarinya. Dan Nabi itu tidaklah memerintahkan kepada kalian untuk menjadikan para Malaikat dan para Nabi sebagai Tuhan (yang disembah) selain Allah. Apakah dia (Nabi itu) memerintahkan kepada kalian untuk kufur setelah sebelumnya kalian adalah seorang muslim?!
(Q.S Ali Imran ayat 79-80)
Nabi melarang kita untuk memuji beliau berlebihan sebagaimana pujian Nashara kepada (Nabi) Isa putra Maryam.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu beliau mendengar Umar radhiyallahu anhu berbicara di atas mimbar dengan menyatakan: Saya mendengar Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian memujiku sebagaimana pujian Nashara kepada putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hambaNya. Maka ucapkanlah (aku sebagai) hamba Allah dan RasulNya
(H.R al-Bukhari)
Nabi pernah mendengar ada orang yang berkata: “Ini adalah sesuai kehendak Allah dan kehendak anda wahai Nabi”, Nabi marah dan menganggap itu berarti menyekutukan Allah dengan beliau. Nabi tidak rela beliau dijadikan tandingan untuk Allah.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ فَقَالَ أَجَعَلْتَنِيْ ِللهِ نِدًّا قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
Dari Ibnu Abbas beliau berkata : Seorang laki-laki berkata pada Rasulullah: Sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan yang engkau kehendaki. Rasul berkata : ‘Apakah engkau akan menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah!!!’ Cukup katakan : ‘Sesuai dengan apa yang Allah kehendaki saja!
(H.R Ibnu Mardawaih dan diriwayatkan pula oleh AnNasaa’i dan Ibnu Majah dari hadits Isa bin Yunus dari al-‘Ajlah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya)
Nabi tidak bisa menyelamatkan seseorang pun jika memang orang tersebut akan terkena adzab dari Allah. Nabi berpesan kepada putrinya Fathimah radhiyallahu anha:
وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah sekehendakmu dari hartaku. Aku tidak mampu menyelamatkanmu dari Allah sedikitpun
(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Nabi tidak bisa memberikan syafaat kepada siapapun jika tidak mendapatkan izin dan keridhaan dari Allah.
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
…Siapakah lagi yang bisa memberikan syafaat di sisi-Nya (Allah) kecuali dengan izin dari-Nya (Allah)…
(Q.S alBaqoroh ayat 255)
Dan juga firman-Nya:
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
…dan mereka tidaklah bisa memberikan syafaat kecuali bagi orang yang diridhai Allah…
(Q.S al-Anbiyaa’ ayat 28)
Dikutip dari:
Buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi (Mengupas Seluk Beluk Sholawat dalam Tinjauan Syariat)”, Abu Utsman Kharisman