Berbicaralah Saat Dibutuhkan dan Jangan Berbicara Kecuali Berlandaskan Ilmu
Sahabat Nabi Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu menyatakan:
مَنْ عَلِمَ عِلْمًا فَلْيَقُلْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلْ اللَّهُ أَعْلَمُ مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ أَنْ يَقُولَ لِمَا لَا عِلْمَ لَهُ بِهِ اللَّهُ أَعْلَمُ
Barang siapa yang mengetahui suatu ilmu, ucapkanlah berdasarkan ilmu itu. Barang siapa yang tidak mengetahui, ucapkanlah: Allahu A’lam (Allah yang lebih mengetahui). Termasuk kefahaman seseorang adalah ia berkata: Allahu A’lam terhadap hal yang tidak dia ketahui
(Riwayat al-Bukhari dalam Shahihnya)
Seseorang yang mengetahui tentang suatu ilmu dan dirasa akan bermanfaat pada orang lain, tidak menimbulkan fitnah atau mudharat, disampaikan di waktu dan kondisi yang tepat, hendaknya menyampaikan ilmu itu. Lenyap dan sirnanya ilmu adalah karena ilmu dibiarkan tersembunyi, tidak dinampakkan dan disebarluaskan.
Baca juga:
Menjelaskan Kebenaran Bagian Perjanjian Orang Berilmu kepada Allah
Umar bin Abdil Aziz rahimahullah menyatakan:
وَلْتُفْشُوا الْعِلْمَ وَلْتَجْلِسُوا حَتَّى يُعَلَّمَ مَنْ لَا يَعْلَمُ فَإِنَّ الْعِلْمَ لَا يَهْلِكُ حَتَّى يَكُونَ سِرًّا
Hendaknya ilmu disebar. Duduklah kalian (di majelis ilmu) hingga diajari orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya ilmu tidaklah sirna hingga ia disembunyikan
(Dinukil oleh al-Bukhari dalam Shahihnya)
Apabila tepat waktunya untuk berbicara, berbicaralah. Jangan diam saat seharusnya anda berbicara. Berbicaralah dengan dilandasi ilmu dan ketakwaan kepada Allah Azza Wa Jalla.
Al-Ahnaf bin Qoys –seorang tabi’i- rahimahullah menyatakan:
اْلكَلاَمُ بِالْخَيْرِ أَفْضَلُ مِنَ السُّكُوْتِ وَالسُّكُوْتُ خَيْرٌ مِنَ اْلكَلاَمِ بِاللَّغْوِ وَاْلبَاطِلِ
Mengucapkan kalimat yang baik adalah lebih baik daripada diam, dan diam lebih baik daripada ucapan yang sia-sia dan batil
(Dinukil oleh Ibnu Abdil Bar dalam atTamhiid (17/447))
Baca Juga:
Berkata Baik Atau Diam
Thowus bin Kaisaan –seorang tabi’i- rahimahullah menyatakan:
مَنْ قَالَ وَاتَّقَى اللهَ خَيْرٌ مِمَّنْ صَمَتَ وَاتَّقَى اللهَ
Barang siapa yang berbicara dan bertakwa kepada Allah lebih baik dibandingkan orang yang diam dan bertakwa kepada Allah
(Riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’ (4/5)).
Ketika berbicara, seorang harus berlandaskan ilmu. Dalam kitab Majmu’ul Fataawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa kondisi yang tercela pada seseorang ketika ia berbicara. Di antaranya adalah:
1. Berbicara tanpa ilmu, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Israa’ ayat 36 dan al-A’raaf ayat 33.
2. Menjelaskan sesuatu yang sudah benar-benar diketahui dan dipahami, kemudian dijelaskan lagi secara bertele-tele dan berlebihan (sebagaimana yang banyak didapati pada ilmu kalam dan filsafat, -pen) . Hal ini tercela sebagaimana dalam surah Shaad ayat 86.
3. Banyak berbicara tanpa faidah.
Allah Ta’ala memerintahkan agar kita berbicara dengan al-Qoul as-Sadiid (ucapan yang lurus: jujur; adil) dan al-Qoul al-Baligh (ucapan yang mengena; tepat sasaran) (disarikan dari Majmu’ul Fataawa (9/43)).
Baca juga:
Menjauhi Perbuatan Dusta
Semoga Allah Azza Wa Jalla senantiasa memberikan taufiq kepada kita untuk berbicara berlandaskan ilmu di saat yang tepat dan dibutuhkan.
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman