Keringanan Bagi Orang Lanjut Usia yang Tidak Mampu Berpuasa Untuk Membayar Fidyah
KAJIAN KITABUS SHIYAAM MIN BULUGHIL MARAM (Bag ke-15)
Hadits no 675
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: – رُخِّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ أَنْ يُفْطِرَ, وَيُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا, وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَالْحَاكِمُ, وَصَحَّحَاهُ
Dan dari Ibnu Abbas –semoga Allah meridhai keduanya – ia berkata: Diberi keringanan bagi orang seorang yang sudah lanjut usia untuk tidak berpuasa dan memberikan makanan kepada seorang miskin pada setiap hari (yang tidak berpuasa). Tidak ada keharusan mengganti (di hari lain) baginya.
(Hadits riwayat ad-Daaraquthniy, al-Hakim, dan dishahihkan olehnya)
Penjelasan:
Dulu ada awal pensyariatan puasa Ramadhan, tidak semua orang diharuskan berpuasa. Masih ada pilihan lain bagi orang yang mampu berpuasa jika tidak mau berpuasa boleh membayar fidyah memberi makan orang miskin. Hal itu sesuai firman Allah Azza Wa Jalla:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan bagi orang yang mampu berpuasa hendaknya mereka membayar fidyah memberi makan seorang miskin (per hari yang tidak berpuasa, pent). Barang siapa yang membayar lebih suatu kebaikan, itu lebih baik baginya. Jika kalian berpuasa, itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya. (Q.S al-Baqoroh ayat 184)
Namun kemudian berlaku tahapan berikutnya bahwa puasa Ramadhan diwajibkan bagi setiap orang baligh berakal yang tidak memiliki udzur. Tidak ada lagi pilihan untuk membayar fidyah sebagai ganti puasa. Namun keringanan membayar fidyah bagi yang tidak mampu berpuasa tetaplah berlaku untuk orang yang lanjut usia.
Sahabat Nabi Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu menyatakan:
فَكَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَطْعَمَ مِسْكِينًا فَأَجْزَأَ ذَلِكَ عَنْهُ قَالَ ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْزَلَ الْآيَةَ الْأُخْرَى {شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ إِلَى قَوْلِهِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ} قَالَ فَأَثْبَتَ اللَّهُ صِيَامَهُ عَلَى الْمُقِيمِ الصَّحِيحِ وَرَخَّصَ فِيهِ لِلْمَرِيضِ وَالْمُسَافِرِ وَثَبَّتَ الْإِطْعَامَ لِلْكَبِيرِ الَّذِي لَا يَسْتَطِيعُ الصِّيَام
Dahulu barang siapa yang ingin berpuasa (dipersilakan) dan yang ingin (tidak berpuasa diganti dengan) memberi makan orang miskin (juga dipersilakan). Kemudian Allah Azza Wa Jalla menurunkan ayat yang lain (yang artinya): Bulan Ramadhan (bulan) diturunkannya al-Quran…hingga (kalimat): Barang siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan itu, ia harus berpuasa (Q.S al-Baqoroh ayat 185). Kemudian Allah menetapkan keharusan puasa itu bagi orang sehat yang mukim (tidak safar), dan Dia memberikan keringanan bagi orang yang sakit dan musafir (untuk tidak berpuasa dan mengganti di hari lain, pent). Dia (Allah) menetapkan kewajiban memberi makan kepada orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa. (H.R Ahmad, atThobaroniy, dishahihkan al-Hakim dan disepakati keshahihannya oleh adz-Dzahabiy)
Membayar fidyah (memberi makan) bisa dalam bentuk siap saji (matang) seperti yang dilakukan oleh Anas bin Malik ketika sudah tua, bisa juga dalam bentuk makanan yang belum matang (bahan mentah makanan pokok), ukurannya setengah sha’, sesuai hadits Nabi dari Ka’ab bin Ujroh:
لِكُلِّ مِسْكِينٍ نِصْفَ صَاعٍ
…setiap orang miskin (diberi) setengah sho’. (H.R alBukhari no 1688 pada bab al-Ith’aam fil fidyah nishfu sho’ dan Muslim no 2080)
Ukuran setengah sho’ adalah setara dengan kurang lebih 1,5 kg (beras) per hari tidak berpuasa.
Membayar lebih banyak dari ukuran yang ditetapkan itu adalah lebih baik, sebagaimana dinyatakan Allah dalam al-Quran :
فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ
Barangsiapa yang membayar dengan kelebihan, maka itu adalah lebih baik baginya.(Q.S al-Baqoroh ayat 184)
Misalkan, semestinya tanggungan seseorang adalah memberikan 1,5 kg per hari puasa yang ditinggalkan, namun dengan kerelaan hati ia lebihkan. Ia memberikan 2 kg per hari puasa yang ditinggalkan, atau ia lebihkan jumlah orang miskin yang diberi, maka ia termasuk mendapatkan pujian yang disebutkan dalam ayat ini.
Sahabat Nabi Anas bin Malik saat tua dan tidak mampu lagi berpuasa, beliau memberi makan orang miskin dengan makanan siap saji yang mengenyangkan mereka.
Al-Bukhari rahimahullah menyatakan:
وَأَمَّا الشَّيْخُ الْكَبِيرُ إِذَا لَمْ يُطِقْ الصِّيَامَ فَقَدْ أَطْعَمَ أَنَسٌ بَعْدَ مَا كَبِرَ عَامًا أَوْ عَامَيْنِ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا خُبْزًا وَلَحْمًا
Adapun orang yang lanjut usia jika tidak mampu berpuasa, maka (sebagaimana yang dilakukan) Anas beliau memberi makan orang miskin setahun atau dua tahun setelah mencapai usia tua (sebagai ganti) setiap hari (yang tidak berpuasa) dengan roti dan daging. (Shahih al-Bukhari)
عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسًا ضَعُفَ قَبْلَ مَوْتِهِ فَأَفْطَرَ وَأَمَرَ أَهْلَهُ أَنْ يُطْعِمُوْا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا
Dari Qotadah bahwasanya Anas merasa lemah (untuk berpuasa) sebelum beliau meninggal. Maka beliau pun tidak berpuasa dan menyuruh keluarganya untuk memberi makan orang miskin sebanyak hari (yang beliau tidak berpuasa). (H.R ad-Daraquthniy dalam Sunannya, dinyatakan sanadnya shahih oleh Syaikh al-Albaniy dalam Irwaul Ghalil)
Semakna dengan orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa adalah orang sakit yang tidak mampu lagi mengganti di hari lain. Orang yang demikian juga membayar fidyah. Sebagaimana penjelasan Ibnu Qudamah dalam al-Mughniy.
baca juga:
Kesempatan Mengganti Tanggungan Puasa Bulan Ramadhan yang Lalu di Bulan Sya’ban ini
Selain orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa dan juga orang yang sakit permanen tidak mampu mengganti di hari lain, siapakah golongan lain yang harus membayar fidyah jika tidak mampu berpuasa?
Sahabat Nabi Ibnu Abbas dan Ibnu Umar berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui juga membayar fidyah. Tidak harus mengganti di hari lain jika mereka tidak mampu berpuasa.
Ibnu Abbas menyatakan:
إذا خافت الحامل على نفسها والمرضع على ولدها في رمضان قال : يفطران ويطعمان مكان كل يوم مسكينا ولا يقضيان صوما
Jika seorang wanita hamil mengkhawatirkan atas dirinya dan seorang wanita menyusui (mengkhawatirkan) anaknya di (bulan) Ramadhan, maka mereka berdua berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan tiap hari (yang tidak berpuasa) 1 orang miskin. Mereka berdua tidak perlu mengganti puasa. (Riwayat atThobariy dalam tafsirnya dan dinyatakan sanadnya shahih sesuai syarat Muslim oleh Syaikh al-Albaniy dalam Irwaaul Gholil)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهُ رَأَى أمَّ وَلَدٍ لَهُ حَامِلاً أَوْ مُرْضِعًا، فَقَالَ: أَنْتِ بِمَنْزِلَة ِالَّذِي لَا يُطِيْقُهُ، عَلَيْكِ أَنْ تُطْعِمِي مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَلَا قَضَاءَ عَلَيْكِ
Dari Ibnu Abbas bahwasanya ia melihat Ummu Walad (hamba sahaya yang melahirkan anak) miliknya hamil atau menyusui. Maka ia berkata: Engkau kedudukannya seperti orang yang tidak mampu (berpuasa). Hendaknya engkau memberi makan setiap hari (yang tidak berpuasa) 1 orang miskin. Dan engkau tidak harus mengganti (puasa di hari lain). (riwayat atThobariy dalam Tafsirnya)
عن ابن عمر : أن امرأته سألته وهي حبلى فقال أفطري وأطعمي عن كل يوم مسكينا ولا تقضي
Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhainya- bahwasanya istrinya pernah bertanya kepadanya saat hamil, dan Ibnu Umar berkata: Berbukalah dan berikan makan setiap hari seorang miskin dan janganlah mengganti (puasa di hari lain). (Riwayat ad-Daaraquthniy, Syaikh al-Albaniy menyatakan sanadnya jayyid dalam Irwaul Gholil)
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwasanya pembayaran fidyah itu bisa dengan 2 cara, yaitu memberi makanan pokok mentah seperti beras ukuran sekitar 1,5 kg atau memberi makanan matang siap saji. Semacam nasi bungkus atau nasi kotak lengkap dengan lauknya dengan kadar menengah. Satu orang miskin satu nasi bungkus per hari yang ditinggalkan.
Pembayaran fidyah menurut Syaikh Ibn Utsaimin hanyalah bisa dilakukan untuk hari-hari yang telah berlalu. Sebagai contoh, jika seseorang sedang berada di tanggal 10 Ramadhan, kalau ia mau membayar fidyah untuk puasa tahun itu, ia hanya bisa membayar dari tanggal 1 sampai maksimal tanggal 9 Ramadhan. Karena itulah hari terlewat yang ia tidak mampu berpuasa. Sedangkan tanggal 10 sampai akhir Ramadhan tahun itu belumlah menjadi tanggungan dia, sehingga belum bisa dibayarkan.
Kewajiban membayar fidyah bagi orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa itu hanyalah untuk orang tua yang masih berakal. Adapun kalau sudah pikun total tidak ingat apa-apa lagi, ia tidak terbebani kewajiban berpuasa maupun membayar fidyah, karena sudah terangkat pena pembebanan syariat bagi dia (disarikan dari Taudhihul Ahkam karya Syaikh al-Bassam (2/596)).
Bagaimana jika ada seorang lanjut usia tidak mampu berpuasa dan juga tidak mampu membayar fidyah karena fakir?
Orang itu tidak punya tanggungan apa-apa lagi.
Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan:
فَإِنْ كَانَ عَاجِزًا عَنِ الْإِطْعَامِ أَيْضًا فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ ، وَ {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إلَّا وُسْعَهَا}
Jika (orang lanjut usia itu) juga tidak mampu memberi makan (membayar fidyah), ia tidak punya tanggungan apa-apa lagi. Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya (Q.S al-Baqoroh ayat 286). (al-Mughni (6/138))
Oleh: Abu Utsman Kharisman