Apakah Berbekam Membatalkan Puasa?
KAJIAN KITABUS SHIYAAM MIN BULUGHIL MARAM (Bag ke-12)
Hadits no 665
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا; – أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ, وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ – رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dan dari Ibnu Abbas –semoga Allah meridhai keduanya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam berbekam dalam keadaan berihram, dan beliau berbekam dalam keadaan berpuasa.
(Hadits riwayat al-Bukhari)
Hadits no 666
وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ – رضي الله عنه – – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ وَهُوَ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ. فَقَالَ: ” أَفْطَرَ اَلْحَاجِمُ [وَالْمَحْجُومُ ] ” – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا اَلتِّرْمِذِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ
Dan dari Syaddaad bin Aws –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mendatangi seorang laki-laki di Baqi’ pada saat orang itu berbekam di bulan Ramadhan. Nabi bersabda: Telah batal (puasa) orang yang membekam dan yang dibekam.
(Hadits riwayat Imam yang Lima kecuali atTirmidzi, dishahihkan oleh Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Hadits no 667
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – أَوَّلُ مَا كُرِهَتِ اَلْحِجَامَةُ لِلصَّائِمِ; أَنَّ جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ اِحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَمَرَّ بِهِ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: ” أَفْطَرَ هَذَانِ “, ثُمَّ رَخَّصَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بَعْدُ فِي اَلْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ, وَكَانَ أَنَسٌ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَقَوَّاهُ
Dan dari Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Pada permulaan berbekam tidaklah disukai (diharamkan) bagi orang yang berpuasa. Sesungguhnya Ja’far bin Abi Tholib berbekam dalam keadaan berpuasa. Nabi shollallahu alaihi wasallam lewat dan bersabda: Kedua orang ini (orang yang membekam dan yang dibekam) telah batal puasanya. Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam memberikan keringanan setelah itu untuk berbekam bagi orang yang berpuasa. Anas pun berbekam dalam keadaan berpuasa.
(Hadits riwayat ad-Daaraquthniy dan dia menguatkannya)
Penjelasan:
Berbekam adalah proses pengobatan mengeluarkan darah kotor dari tubuh. Di masa dahulu orang yang membekam menyedot darah pasien dengan mulut. Karena itu di dalam hadits Syaddaad bin Aws disebutkan bahwasanya orang yang membekam maupun yang dibekam batal puasanya.
Dalam pembahasan ini disebutkan 3 hadits. Hadits Ibnu Abbas menunjukkan bahwa berbekam tidaklah membatalkan puasa karena Nabi pernah berbekam dalam keadaan berpuasa. Hadits Syaddaad bin Aws menunjukkan bahwa Nabi bersabda akan batalnya puasa orang yang membekam dan yang dibekam. Sedangkan hadits Anas bin Malik menunjukkan bahwa dulu berbekam itu membatalkan puasa, namun kemudian Nabi memberikan keringanan bagi orang yang berpuasa untuk berbekam.
Mayoritas Ulama dalam 3 madzhab fiqh yaitu Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafiiyyah berpendapat bahwasanya berbekam tidaklah membatalkan puasa. Sebagian Ulama berpendapat bahwasanya hadits Syaddaad bin Aws meskipun shahih namun hukumnya mansukh (terhapus). Artinya, dulu Nabi shollallahu alaihi wasallam menilai bahwasanya pembekam dan yang dibekam sama-sama batal puasanya. Namun kemudian beliau memberi keringanan atau membolehkan.
Selain hadits Ibnu Abbas dan hadits Anas yang menunjukkan bolehnya berbekam bagi orang berpuasa, ada juga hadits Abu Said al-Khudriy:
رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَرَخَّصَ فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِم
Nabi shollallahu alaihi wasallam memberikan keringanan untuk mencium bagi orang yang berpuasa dan beliau memberikan keringanan berbekam bagi orang berpuasa. (H.R anNasaai, Ibnu Khuzaimah, ad-Daaraquthniy. Syaikh al-Albaniy menilai sanadnya shahih dan beliau merajihkan bahwa hadits itu marfu’ dalam penilaian hadits Shahih Ibnu Khuzaimah dan Irwaul Ghalil)
Anas bin Malik radhiyallahu anhu tidak melarang seseorang yang berpuasa berbekam, namun hal itu tidak disukai karena menyebabkan kelemahan pada tubuh dengan keluarnya darah itu.
سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لَا إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya- ditanya: Apakah kalian dulu membenci (mengharamkan) berbekam bagi orang yang berpuasa? Anas berkata: Tidak, kecuali karena (berbekam itu) menyebabkan seorang lemah. (H.R al-Bukhari)
Artinya, Anas bin Malik berpandangan bahwa berbekam tidaklah membuat seseorang yang berpuasa batal puasanya. Namun, sebagai anjuran sebaiknya jangan dilakukan saat berpuasa, misalkan diganti di waktu malam agar tidak membuat lemah orang yang berpuasa. Orang berpuasa tanpa berbekam saja bisa dalam kondisi lemah apalagi jika ia berbekam saat berpuasa.
Sebagaimana Ibnu Umar sebelumnya berbekam saat berpuasa. Namun karena hal itu menyebabkan kelemahan, beliau tidaklah berbekam kecuali setelah berbuka puasa (di waktu malam).
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ تَرَكَهُ فَكَانَ يَحْتَجِمُ بِاللَّيْل
Dulu Ibnu Umar –semoga Allah meridhai keduanya– berbekam dalam keadaan berpuasa, kemudian beliau tinggalkan itu. Jika beliau berbekam kemudian beliau berbekam di waktu malam. (Disebutkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya dan diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam Sunan al-Kubro)
Semakna dengan berbekam adalah donor darah yang mengeluarkan darah dalam jumlah yang cukup banyak. Secara asal, tidaklah membatalkan puasa. Namun sebaiknya dilakukan di waktu malam karena bisa membuat tubuh lemah.
Sahabat Nabi Ibnu Abbas juga berpendapat bahwa berbekam tidaklah membatalkan puasa. Karena berbekam itu mengeluarkan darah. Sedangkan pembatal puasa itu adalah dengan adanya sesuatu yang masuk ke tubuh seperti makan atau minum. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
الْفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ، وَلَيْسَ مِمَّا يَخْرُجُ
Pembatal (puasa) itu adalah untuk sesuatu yang masuk, bukan sesuatu yang keluar. (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, seluruh perawinya adalah rijal al-Bukhari dan Muslim)
____________________________________
baca kajian puasa sebelumnya:
Bolehnya Mencium Istri Saat Berpuasa Bagi yang Mampu Menjaga Syahwatnya
Tidak Mengapa Memakai Celak Mata Bagi yang Berpuasa
Hadits no 668
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا, – أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – اِكْتَحَلَ فِي رَمَضَانَ, وَهُوَ صَائِمٌ – رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ.قَالَ التِّرْمِذِيُّ: لَا يَصِحُّ فِيهِ شَيْءٌ
Dari Aisyah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam memakai celak mata di bulan Ramadhan dalam keadaan berpuasa.
(Hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah. atTirmidzi menyatakan: Tidak ada hadits shahih tentang hal itu)
Penjelasan:
Hadits bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam memakai celak mata saat berpuasa Ramadhan dinyatakan sanadnya lemah oleh al-Hafidz Ibnu Hajar. atTirmidzi pun melemahkan hadits-hadits tentang itu.
____________________________________
pengertian hadits lemah bisa anda baca di:
Syaikh al-Albaniy pernah menshahihkan hadits itu dalam Shahih Ibn Majah, namun kemudian melemahkannya dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah pada nomor hadits 6108.
Sebab kelemahan hadits itu adalah perawi yang disebut sebagai az-Zubaidiy. Sebagian Ulama menilainya majhul dan sebagian lagi melemahkan.
Syaikh Abdullah al-Bassam menjelaskan hadits-hadits yang melarang bercelak ataupun yang membolehkan bercelak sama-sama lemah. Karena itu kembali kepada hukum asal bahwa bercelak bagi orang yang berpuasa adalah diperbolehkan (Taudhihul Ahkaam (2/581)).
Oleh: Abu Utsman Kharisman