Serial Kajian Kitabut Tauhid: Seputar Ilmu Nujum (Perbintangan) Bagian Pertama
Pendahuluan
Ilmu perbintangan yang terlarang dan termasuk kesyirikan adalah keyakinan bahwa peredaran bintang di langit mempengaruhi kehidupan dan kejadian-kejadian di bumi (disarikan dari Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah (35/192)). Seperti keyakinan jika seseorang menikah bertepatan dengan munculnya bintang tertentu maka akan terjadi suatu kejadian yang diramalkan, atau keyakinan bahwa barang siapa yang safar saat munculnya bintang tertentu maka akan terjadi kejadian tertentu, dan semisalnya (diriwayatkan secara makna sebagai ucapan Qotadah, riwayat al-Khothib dalam Kitabun Nujum).
Atsar Ucapan Tabi’i Qotadah
خَلَقَ هَذِهِ النُّجُومَ لِثَلَاثٍ جَعَلَهَا زِينَةً لِلسَّمَاءِ وَرُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَعَلَامَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيهَا بِغَيْرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ وَأَضَاعَ نَصِيبَهُ وَتَكَلَّفَ مَا لَا عِلْمَ لَه
Dia (Allah) menciptakan bintang-bintang ini untuk 3 tujuan: (1) Dia menjadikannya sebagai perhiasan bagi langit, (2) Melempar setan, (3) Tanda-tanda sebagai petunjuk. Barang siapa yang menafsirkannya selain itu, maka ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya. Orang itu juga telah membebani diri dengan sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya
(Shahih al-Bukhari)
Penjelasan:
Qotadah rahimahullah menjelaskan bahwa Allah menciptakan bintang adalah untuk 3 hal, yaitu:
1. Perhiasan bagi langit.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
Sesungguhnya Kami menghias langit dunia dengan perhiasan bintang
(Q.S as-Shoffaat ayat 6)
2. Suluh api untuk melempar setan yang berusaha mencuri berita langit
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Dan sungguh Kami telah menghias langit dunia dengan bintang-bintang dan Kami menjadikannya untuk melempar setan-setan. Kami pun menyediakan untuk mereka siksaan di neraka
(Q.S al-Mulk ayat 5)
3. Tanda petunjuk
وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
dan adanya tanda-tanda. Dengan bintang mereka mendapat petunjuk
(Q.S anNahl ayat 16)
Sebagai petunjuk arah. Tidak mengapa pula menjadikan peredaran bintang atau bulan sebagai penunjuk waktu pergantian musim. Selama tidak menganggap bahwa bintang atau bulan itulah yang menurunkan hujan atau menimbulkan cuaca dingin, dan semisalnya (disarikan dari al-Qoulul Mufid ala Kitabit Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin (2/11)).
Qotadah juga menyatakan: “Barang siapa yang menafsirkannya selain itu, maka ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya. Orang itu juga telah membebani diri dengan sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya”.
Penjelasan Syaikh Yasin al-Adaniy rahimahullah
Syaikh Yasin al-Adaniy rahimahullah menyatakan: Saya katakan bahwa ilmu perbintangan itu terbagi 2, yaitu:
Pertama: Ilmu untuk mencari petunjuk akan kejadian-kejadian di bumi.
Misalkan ada yang berkata: Jika bintang tertentu beriringan dengan bintang tertentu, akan terjadi kejadian demikian dan demikian di bumi. Atau terjadinya kebahagiaan atau kesengsaraan, dan semisalnya. (Keyakinan) ini menafikan tauhid. Karena berupa ketergantungan hati kepada selain Allah, dan mengakui ada yang berserikat dengan Allah dalam hal pengetahuan ghaib. Padahal pengetahuan ghaib itu hanya Allah saja yang tahu.
Kedua: Ilmu untuk mencari petunjuk kiblat, waktu, dan arah-arah.
Ini diperbolehkan. Bahkan kadangkala menjadi wajib, sebagaimana penjelasan para ahli fiqh. Jika telah masuk waktu shalat, wajib bagi seseorang mempelajari tanda-tanda (arah) kiblat.
Lihat kitab al-Ibanah karya Ibnu Baththoh (1/244), al-Qoulus Sadid halaman 108, dan al-Majmu’ ats-Tsamiin (2/140-142)).
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman