Rab 26 Safar 1447AH 20-8-2025AD

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:

Rukun-rukun Islam adalah pondasi-pondasi bangunan (keislaman), yaitu 5 hal sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat (Abdullah) Ibnu Umar –semoga Allah meridhai keduanya- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda (yang artinya): Islam dibangun di atas 5 hal yaitu mentauhidkan Allah – dalam sebagian riwayat – persaksian bahwasanya tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji. Ada seorang laki-laki berkata: Haji dan puasa Ramadhan. Ibnu Umar berkata: Tidak . (Yang benar adalah) Berpuasa Ramadhan dan berhaji. Demikianlah aku mendengar dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat Muslim, pen).

Rukun Pertama: Dua Kalimat Syahadat

Adapun persaksian bahwasanya tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya adalah keyakinan teguh yang diungkapkan dengan lisan dengan persaksian ini. Seakan-akan sedemikian teguhnya ia mengungkapkan demikian, ia memang menyaksikan langsung. Persaksian ini dijadikan 1 rukun meskipun hal yang dipersaksikan lebih dari satu, adalah karena:

  • Bisa jadi karena Rasul shollallahu alaihi wasallam adalah penyampai dari Allah Ta’ala. Persaksian bahwa beliau (Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam) adalah hamba dan Rasul merupakan penyempurna persaksian bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah.
  • Bisa jadi karena dua persaksian ini adalah landasan sahnya amalan dan diterimanya amalan. Karena tidak ada amalan yang sah dan diterima kecuali dengan keikhlasan kepada Allah Ta’ala serta meneladani Rasul-Nya shollallahu alaihi wasallam.

Dengan keikhlasan kepada Allah akan terpenuhi syahadat bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah. Dan dengan meneladani Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, terpenuhi persaksian bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Di antara buah persaksian yang agung ini adalah melepaskan hati dan jiwa dari perbudakan kepada makhluk serta terlepaskan pula sikap ikut-ikutan (fanatik buta) pada pihak yang bukan Rasul.

Rukun Kedua: Menegakkan Shalat

Menegakkan shalat artinya beribadah kepada Allah Ta’ala dengan mengerjakannya secara istiqomah, menyempurnakan waktu-waktu dan tata caranya. Di antara buah (hasil baik) pelaksanaan rukun ini adalah membuat dada lapang, merasa nyaman dan tenteram, serta mencegah dari perbuatan keji dan munkar.

Rukun Ketiga: Menunaikan Zakat

Menunaikan zakat adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan mengeluarkan kadar wajib harta yang berhak dikeluarkan zakatnya. Di antara buah (hasil baik) pelaksanaan rukun ini adalah membersihkan jiwa dari akhlak yang tercela yaitu bakhil dan bisa memenuhi kebutuhan Islam serta kaum muslimin.

Rukun Keempat: Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan adalah beribadah kepada Allah dengan menahan dari dari pembatal-pembatal puasa di siang hari Ramadhan. Di antara buah (hasil baik) pelaksanaan rukun ini adalah melatih jiwa untuk meninggalkan hal-hal yang disukai dalam rangka mencapai keridhaan Allah Azza Wa Jalla.

Rukun Kelima: Haji ke Baitullah

Melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala menuju al-Baitul Haram (Ka’bah) untuk menunaikan syariat-syariat haji. Di antara buah (hasil baik) pelaksanaan rukun ini adalah melatih jiwa untuk mengeluarkan (pengorbanan) harta dan badan (tenaga) dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Karena itu, haji adalah termasuk bagian dari jihad di jalan Allah Ta’ala.

Buah-buah (hasil-hasil baik) dalam penerapan rukun-rukun Islam tersebut yang telah kami sebutkan ataupun yang belum disebutkan, menjadikan umat Islam sebagai umat yang bersih, beragama untuk Allah dengan agama yang benar, berinteraksi dengan makhluk dengan keadilan dan kejujuran. Karena syariat-syariat Islam yang lain akan baik penerapannya dengan baiknya pondasi-pondasi (rukun) tersebut. Akan baik keadaan umat dengan baiknya perkara agamanya. (Sebaliknya), semakin tidak diterapkan, akan terluputkan dari kebaikan sesuai kadar yang tidak diterapkan itu.

Barang siapa yang hendak mengetahui kejelasan hal itu, silakan membaca firman Allah Ta’ala:

‌وَلَوۡ ‌أَنَّ ‌أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦ أَفَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰٓ أَن يَأۡتِيَهُم بَأۡسُنَا بَيَٰتٗا وَهُمۡ نَآئِمُونَ ٩٧ أَوَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰٓ أَن يَأۡتِيَهُم بَأۡسُنَا ضُحٗى وَهُمۡ يَلۡعَبُونَ ٩٨ أَفَأَمِنُواْ مَكۡرَ ٱللَّهِۚ فَلَا يَأۡمَنُ مَكۡرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ٩٩

Kalau seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan bukakan untuk mereka keberkahan-keberkahan dari langit dan bumi. Namun mereka mendustakan, sehingga Kami siksa mereka disebabkan apa yang mereka perbuat. Apakah penduduk negeri itu merasa aman akan datangnya siksaan Kami di waktu malam pada saat mereka tidur. Apakah penduduk negeri merasa aman akan datangnya siksaan Kami di waktu Dhuha saat mereka bermain-main? Apakah mereka merasa aman dari makar (siksaan) Allah. Tidaklah ada yang merasa aman dari makar (siksaan) Allah kecuali kaum yang merugi (Q.S al-A’raf ayat 96-99)

Silakan melihat perjalanan hidup dari orang terdahulu. Karena perjalanan hidup (orang-orang yang sudah berlalu) adalah pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Hal itu bisa pula menjadi pencerah bagi orang yang hatinya belum tertutup. Hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan.


Terjemah Penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Kitab Nubdzah fil Aqidah al-Islamiyyah

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan