Jum 10 Syawal 1445AH 19-4-2024AD

Salah Satu Kebiasaaan Jahiliyyah Terdahulu yang Dibatalkan Islam: Mewarisi Istri

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا

Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa (Q.S anNisaa’ ayat 19)

Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menjelaskan:

كَانُوا إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ كَانَ أَوْلِيَاؤُهُ أَحَقَّ بِامْرَأَتِهِ إِنْ شَاءَ بَعْضُهُمْ تَزَوَّجَهَا وَإِنْ شَاءُوا زَوَّجُوهَا وَإِنْ شَاءُوا لَمْ يُزَوِّجُوهَا فَهُمْ أَحَقُّ بِهَا مِنْ أَهْلِهَا فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي ذَلِكَ

Dulu (di masa jahiliyyah) jika seorang laki-laki meninggal, maka para ahli waris laki-laki itu adalah orang yang paling berhak terhadap istrinya. Jika ahli waris itu mau, sebagian menikahinya dan jika mereka mau mereka menikahkannya (dan bagi mereka mahar wanita itu), dan jika mereka mau mereka (menahan) tidak menikahkannya (hingga sang perempuan terpaksa menyerahkan sebagian harta agar bisa menikah atau hingga meninggal dan mewarisi hartanya).

Para ahli waris laki-laki itu lebih berhak terhadap istri yang ditinggalkan dibandingkan wali wanita itu. Hingga kemudian Allah turunkan ayat ini.

(Hadits riwayat al-Bukhari)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada masa jahiliyyah jika seorang istri meninggal, maka kerabat/ ahli waris suami lebih berhak baginya. Berbeda dengan aturan Islam selanjutnya (yang menghapus hukum jahiliyyah tersebut), bahwa jika suami meninggal, maka istri akan kembali kepada para walinya sebagaimana keadaan ketika ia belum bersuami.

Ada hal-hal di masa jahiliyyah yang dihapuskan dan dibatalkan oleh Islam dan ada pula yang tetap dibiarkan berjalan dan disempurnakan. Aturan di masa jahiliyyah yang dibiarkan tetap ada dalam Islam contohnya adalah aturan perwalian, bahwa seorang wanita yang akan menikah harus berdasarkan persetujuan walinya.

(Disarikan dari transkrip ceramah Syarh Sunan Abi Dawud)


Dikutip dari buku “Nasihat-nasihat Pernikahan”, Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan