Bolehkah Menggunakan Kata Sayyidina Sebelum Menyebut Nama Nabi?
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah sayyid (pimpinan; pemuka) dari seluruh manusia. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ
Aku adalah sayyid (pimpinan; pemuka) anak Adam, dan (pernyataan ini) bukanlah kesombongan
(H.R Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
Aku adalah pemuka anak Adam pada hari kiamat. Akulah yang pertama kali dibelah kuburnya. Akulah yang pertama memberi syafaat dan yang pertama diterima syafaatnya
(H.R Muslim)
Menggelari Nabi kita dengan sebutan sayyidina adalah boleh. Karena demikianlah kenyataannya. Menggandengkan kata sayyidina dalam sholawat yang mutlak di luar sholat, tidaklah mengapa.
Namun, manakah yang lebih utama dalam ungkapan sholawat? Menyematkan sayyidina atau tidak?
Untuk menjawab hal itu, rujukannya adalah hadits-hadits Nabi. Bukan sekedar perasaan kita.
Apabila kita cermati di dalam hadits-hadits Nabi yang shahih tentang lafadz bacaan sholawat yang diajarkan Nabi kepada beberapa Sahabat, tidak disebutkan kata sayyidina. Sehingga, pelafadzan yang lebih mengikuti ajaran Nabi adalah yang tidak menggunakan kata sayyidina.
Berikut ini akan dikutipkan terjemahan fatwa al-Lajnah ad-Daaimah tentang hal itu.
Pertanyaan:
Manakah yang lebih benar, kita mengucapkan ketika disebutkan tentang Rasul shollallahu alaihi wasallam: Sayyidina Muhammad shollallahu alaihi wasallam, atau kita katakan: shollallahu alaihi wasallam (saja)?
Jawaban al-Lajnah ad-Daaimah:
Dalam hal ini ada keleluasaan. (Silakan memilih). Boleh menyebutkan Muhammad shollallahu alaihi wasallam atau sayyidina Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Karena beliau adalah sayyid (pemuka) seluruh orang dari yang terdahulu hingga yang terakhir. Semoga sholawat dan salam tercurah untuk beliau.
Namun, dalam adzan dan iqomat tidak dikatakan: sayyidina. Bahkan, semestinya diucapkan tepat sesuai yang ada dalam hadits-hadits:
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
(Artinya) Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah
Demikian juga, dalam tasyahhud shalat, tidak diucapkan sayyidina. Bahkan yang semestinya diucapkan saat kondisi demikian adalah (persis lafadznya) sebagaimana yang tersebut dalam hadits-hadits. Karena yang demikian itu lebih dekat kepada adab terhadap sunnah dan lebih sempurna dalam meneladani (Nabi) dalam penyebutan tanpa sayyid.
Hanya milik Allahlah pemberian taufiq, dan semoga sholawat dan salam dari Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para Sahabatnya.
Al-Lajnah ad-Daaimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Iftaa’
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Abdurrazzaq Afifi
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan
Anggota: Abdullah bin Qu’ud
(Fatawa al-Lajnah ad-Daaimah volume I jilid ke-24, pertanyaan pertama nomor 2759)
Dikutip dari:
Buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi”, Abu Utsman Kharisman