Kompromi Jadwal Sholat Antara Penelitian Astronomi Dan Pengelihatan Mata

Pertanyaan:
Ada seseorang yang mengatakan (bertanya), bahwa pada bulan Ramadan terjadi beda pandang antar para imam masjid pada (kapan) munculnya fajar. Dalam keadaan telah diketahui di sana ada jadwal adzan yang telah disusun oleh ulama falaki dan sudah menjadi pegangan bagi menteri penetapan waktu dan petunjuk arah. Akan tetapi sebagian imam masjid tidak mengikuti jadwal tersebut, terkhusus di waktu shalat fajar, ketika mereka mengakhirkan adzan setara dengan seperempat jam dari jadwal. Dengan mengetahui tidak disaksikan terbitnya fajar, dengan beberapa sebab seperti adanya cahaya-cahaya (lampu penerangan) listrik.
Maka apa nasihat anda untuk semisal mereka ini, dan apa pandangan anda berkaitan dengan (jadwal hasil penelitian) para ahli astronomi? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Maka dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullahu ta’ala:
Tidak diragukan lagi bahwa para ahli astronomi (falaki) memiliki pengetahuan tentang falak. Akan tetapi Allah berfirman:
وَكُلوا وَاشرَبوا حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيطُ الأَبيَضُ مِنَ الخَيطِ الأَسوَدِ مِنَ الفَجرِ
“Dan silakan kalian makan minum, sampai jelas bagi kalian ‘benang putih’ dibandingkan ‘benang hitam’ dari fajar.” (QS. Al Baqoroh: 187)
Maka selama fajar belum tampak, seseorang boleh untuk makan dan minum.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah ketika seseorang berada di tempat atau desa yang padanya terdapat (penerangan) listrik yang tidak memungkinkan untuk melihat fajar terbit dari awal terbitnya dengan adanya cahaya putih. Sehingga sebagai bentuk kehati-hatian hendaknya seseorang apabila jadwal menunjukkan telah lewat waktu fajar, hendaknya dia menahan dari makan dan minum.
Adapun sholat dia menjaganya, dalam artian dia menunggu tidak segera menegakkan shalat walhamdulillah… Menunggunya shalat tersebut dalam rangka menyakinkan telah masuknya waktu shalat. Dan ini tidak terhitung sebagai mengakhirkan shalat dari awal waktunya.
Sehingga kehati-hatian disini adalah jika berpuasa mengikuti kesesuaian jadwal (yang telah diumumkan). Adapun mendirikan shalat dengan mengakhirkan sampai jelas bagimu (telah terbitnya) fajar.
Sumber:
Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb (8/2)
Artikel lain yang semoga juga bermanfaat:
- Pengakuan Akan Sebab Fisik (Kauni) Fenomena Alam Bukan Alasan Mengabaikan Sebab Syar’inya
- Bersholawat Untuk Nabi Setelah Mendengar Adzan
- Bacaan Surah Setelah Al-Fatihah Pada Sholat Sunnah Fajar
Naskah Fatwa:
يقول: في شهر رمضان يتم الاختلاف بين أئمة المساجد في بيان طلوع الفجر مع العلم بأنه يوجد بهذه المساجد تقويم للأذان من قبل علماء فلكيين ومعتمدين من قبل وزارة الأوقاف والإرشاد ولكن بعض الأئمة لا يتبعون هذا التقويم وخاصة في صلاة الفجر فقط حيث يؤخرون الأذان بمعدل ما يزيد على ربع ساعة عن وقت التقويم مع العلم بأنه لا يشاهد طلوع الفجر للأسباب التالية وهي أنوار الكهرباء فما نصيحتكم لمثل هؤلاء وما هي وجهة نظركم عن علماء الفلك مأجورين؟
فأجاب رحمه الله تعالى: لا شك أن علماء الفلك عندهم علم في الفلك ولكن الله عز وجل قال (وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ) فمادام الفجر لم يتبين فإن للإنسان أن يأكل ويشرب ولكن المشكلة الآن أن من كان في المدن أو القرى التي فيها الكهرباء لا يمكن أن يدرك طلوع الفجر من أول ما يطلع لوجود الأضواء فالاحتياط أن الإنسان إذا حل وقت الفجر حسب التوقيت أن يمتنع عن الأكل والشرب أما الصلاة فيحتاط لها بمعنى أنه لا يبادر بالصلاة ينتظر والحمد لله فانتظاره للصلاة من أجل أن يتحقق دخول الوقت لا يعد تأخيرا للصلاة عن أول وقتها فيكون الاحتياط هنا من جهة الصوم أن تمسك حسب التقويم ومن جهة الصلاة نقول الاحتياط أن تؤخر حتى يتبين لك الفجر.
Diterjemahkan oleh:
Abu Abdil Majid Fauzan