Keburukan dan Mafsadah Perselisihan Atau Pertikaian
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah menyatakan:
Pasal: Sebagian Mafsadah dan Mudarat Akibat Perselisihan, Pertikaian, Saling Benci, dan Saling Menjauh
Seorang yang berakal tidaklah ragu bahwasanya Allah Tabaroka wa Ta’ala tidaklah melarang kita dari suatu perkara melainkan di dalamnya terdapat mafsadah-mafsadah yang umum maupun khusus sesuai dengan hikmah dan rahmat-Nya.
Kemudaratan pertama akibat sikap saling dendam, saling benci, dan perselisihan adalah: menyia-nyiakan landasaan agung ini, bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya yang menyebabkan berhak mendapatkan siksaan, terhalangi dari pahala, berkurangnya keimanan, terjadinya penyesalan dan kerugian, mengabaikan petunjuk ayat-ayat alQuran, dan hadits-hadits Nabi.
Kemudaratan yang lain di antaranya adalah terjadinya sikap saling berperang, saling bertikai, loyalitas dan kebencian yang dibangun di atas hal itu yang menjadikan kaum muslimin menjadi berpecah belah. Masing-masing kelompok ingin menolong ucapannya baik berupa kebenaran ataupun kebatilan. Akibatnya, menjadikan mereka terjatuh dalam kesalahan, kesesatan, dan hawa nafsu yang berupa mafsadah-mafsadah umum maupun khusus yang tidak diketahui (secara rinci) kecuali oleh Allah.
Hal tersebut juga menyebabkan sikap meninggalkan kebenaran yang ada pada lawannya semata-mata karena membela hawa nafsunya dan karena benci terhadap personal orang yang menyampaikan kebenaran itu. Akibatnya, bisa membenci kebenaran yang ada pada orang itu. Menyebabkan terjadinya ghibah, namimah (menukil ucapan kepada orang lain untuk merusakkan hubungan, pen), dan upaya (menyulut permusuhan) yang itu termasuk kemaksiatan terbesar. Membuat orang yang menginginkan petunjuk dan memiliki itikad yang baik merasa bingung. Jika ia hanya memiliki sedikit pengetahuan. Ia tidak tahu mana di antara 2 kelompok (yang bertikai itu) yang layak untuk ia ikuti ucapannya.
Sedangkan orang yang memiliki keinginan yang buruk yang mengikuti hawa nafsu mendapati (perselisihan itu) sebagai celah dan kesempatan untuk menyerang kehormatan para Ulama dan orang-orang sholih, para pemimpin kaum muslimin, dan menisbatkan ucapannya kepada salah satu kelompok, berpakaian seperti pakaian mereka, padahal hatinya adalah hati kemunafikan yang penuh makar dan tipu daya. Dengan itu ia berupaya mencapai tujuan-tujuan buruknya.
Dia menebarkan benih-benih (keburukan) di hati orang-orang yang mengikuti mereka, yang menghasilkan kehinaan. Bukanlah yang disayangkan kebinasaan dari orang yang seperti itu. Ini memang puncak tujuannya. Ia memang meniti jalan kebinasaan sendiri.
Namun yang patut disayangkan adalah orang yang masih mau mendengar orang-orang (yang buruk hatinya seperti itu) memasukkan (syubhat mereka) ke dalam hati dan sanubarinya. Terus menyimak ucapan-ucapannya karena menyangka bahwa orang-orang seperti ini adalah orang yang memiliki sikap an-Nashihah. Padahal hakikatnya ia adalah musuh dan penipu terbesar. Ini adalah sebagian dari hasil perselisihan.
Di antara keburukan perselisihan adalah akan menyebabkan 2 pihak yang terpecah itu menjadi semakin menjauh, saling memboikot, hingga masing-masing tidak mau belajar kepada yang lain, tidak mau memberikan nasihat kepada yang lain, sehingga terlalaikanlah maslahat-maslahat yang jika dalam kondisi mereka bersatu, akan terlaksana kewajiban-kewajiban yang terpenting, upaya taqorrub (mendekatkan diri kepada Allah) yang terbesar, dan ketaatan yang paling agung, dan berbagai hal lain (yang telalaikan) yang diinginkan oleh para musuh dakwah terhadap mereka. Untuk memecah belah mereka dan memporakporandakan urusan mereka.
Sumber: Risalah fil Hatstsi alajtima’i Kalimatil Muslimiina wa Dzammit Tafarruq wal Ikhtilaf halaman 22-23
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman