Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Kritikan Ilmiah Terhadap Ceramah Ust Das’ad Latif di Pengajian Muslim United Masjid Jogokariyan Yogyakarta (Bagian Ke-1)

Validitas Hadits: Enam Hal Pembatal Amal…

Seorang muslim semestinya bergembira ketika kajian ilmiah Islam disampaikan dengan baik dan benar, banyak kaum muslimin yang antusias mengikutinya. Tentu hati yang baik akan ikut senang saat kebaikan itu tersebar luas.

Namun, apabila ada kesalahan yang cukup fatal dalam penyampaian ilmu tersebut, bagian dari bentuk an-Nashihah adalah meluruskannya serta menjelaskan penyimpangan yang ada beserta hujjah yang ilmiah. Bukan dengan tendensi menjatuhkan dan merendahkan pribadi-pribadi tertentu.

Di channel youtube resmi milik ustadz Das’ad Latif telah diunggah video berjudul “Riuh Tawa Muslim United Yogyakarta Masjid Jogokariyan ( Ustad Das’ad Latif )”. Saat tulisan ini dibuat, video tersebut sudah sekitar 4,7 juta kali ditonton.

Ada beberapa kesalahan fatal dalam tinjauan ilmu dan akidah Islam dari penyampaian ust Das’ad Latif tersebut. Namun, penulis belum mengetahui adanya nasihat, kritikan atau bantahan ilmiah yang meluruskan kesalahan tersebut, terkhusus dari peserta yang mengikuti ceramah itu, seperti ust Felix Siauw maupun ust Salim A Fillah. Padahal, sebuah kesalahan yang tersebar luas sangat perlu untuk diluruskan dengan penyampaian yang disebarluaskan pula. Boleh saja dengan pernyataan rujuk atau permintaan maaf dari ust Das’ad Latif serta menjelaskan kesalahan itu baik tertulis atau secara lisan.

Tulisan ini insyaallah akan dibuat dalam beberapa seri, dan seri yang pertama ini adalah menyoroti status hadits yang menjadi inti pembahasan ceramah itu. Sepanjang ceramah itu disampaikan dalam durasi 50.56 menit bahasannya adalah mengulas hadits tersebut. Padahal sebenarnya hadits itu tidak shahih, dengan kelemahan yang sangat, bahkan sebagian Ulama menilainya sebagai hadits yang palsu.

Hadits apakah yang disampaikan oleh ust Das’ad Latif sebagai inti pembahasan ceramah sepanjang hampir 1 jam itu?

Haditsnya adalah:

سِتَّةُ أَشْيَاء تُحْبِطُ الْأَعْمَالَ: اْلإِشْتِغَالُ بِعُيُوْبِ الْخَلْقِ، وَقَسْوَةُ الْقَلْبِ، وَحُبُّ الدُّنْيَا، وَقِلَّةُ الْحَيَاءِ، وَطُوْلُ الْأَمَلِ، وَظَالِمٌ لَا يَنْتَهِي

6 hal yang menghapuskan amalan: Sibuk dengan (mencari) aib para makhluk, hati yang keras, cinta dunia, sedikitnya perasaan malu, panjang angan, dan orang dzhalim yang tidak berhenti (dari kedzhalimannya)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh ad-Dailamiy. Ad-Dailamiy meriwayatkan hadits itu dari Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy dari ad-Dhohhaak bin Makhlad dari Sa’dan bin Bisyr dari Makhlad bin Kholiifah dari Sahabat Adi bin Hatim.

Perawi yang dikritik keras oleh para Ulama hadits yang menjadi inti permasalahan adalah Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah salah seorang Ulama Syafiiyyah dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah menyatakan tentang perawi tersebut:

‌مُحَمَّدُ ‌بْنُ ‌يُونُسَ ‌الْكُدَيْمِيُّ وَهُوَ مُتَّهَمٌ فَلِهَذَا لَمْ نَكْتُبْهُ لِسُقُوطِهِ عِنْدَنَا

Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy, dia tertuduh (sebagai pendusta). Karena inilah, kami tidak menuliskan (riwayat hadits dari dia) karena gugurnya kredibilitas dia di sisi kami (al-Bidayah wan Nihayah 2/107)

Ulama lainnya, yaitu Ibnu Adiy (Abu Ahmad bin Adi al-Jurjaniy) rahimahullah – wafat tahun 365 H- menyatakan tentang perawi Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy tersebut:

اتُّهِمَ بِوَضْعِ الْحَدِيْثِ وَبِسَرِقَتِهِ وَادَّعَى رُؤْيَةَ قَوْمٍ لَمْ يَرَهُمْ وَرِوَايَةَ عَنْ قَوْمٍ لَا يَعْرِفُوْنَ وَتَرَكَ عَامَّةُ مَشَايِخِنَا الرِّوَايَةَ عَنْهُ

Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits dan pencuri hadits. Dia mengaku melihat kaum yang tidak dia lihat, serta mengaku meriwayatkan dari kaum yang tidak mereka kenal. Mayoritas guru kami meninggalkan periwayatan dari dia (al-Kamil fii Dhuafaa’ir Rijaal 1/553)

Bahkan, lebih keras dari itu, Ibnu Hibban memvonis dia sebagai pemalsu hadits, bukan sekedar tertuduh berpotensi memalsukan hadits. Dalam kitab al-Majruhiin, Ibnu Hibban rahimahullah menyatakan:

وَكَانَ يضع على الثِّقَات الحَدِيث وضعا وَلَعَلَّه قد وضع أَكثر من ألف حَدِيث

Dia (Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy) memalsukan hadits (seakan-akan riwayat) dari para perawi yang tsiqoh. Bisa jadi ia telah memalsukan lebih dari 1000 hadits (al-Majruhin libni Hibban 2/313)

Sehingga, para Ulama menilai hadits yang dikemukakan ust Das’ad Latif itu berkisar antara hadits yang lemah dengan tingkat kelemahan yang sangat, atau bahkan sebagian Ulama menilainya sebagai hadits palsu. Tergantung bagaimana penilaian terhadap perawi Muhammad bin Yunus al-Kudaimiy. Bagi yang menilai beliau sebagai tertuduh (muttaham) yang berpotensi memalsukan hadits, menilai hadits itu al-matruk yang masuk kategori sangat lemah. Al-Munawiy mengisyaratkan hal itu dalam kitab Faidhul Qodiir. Sedangkan Ulama yang menilai beliau sebagai pemalsu hadits akan menilai hadits itu sebagai hadits yang palsu. Syaikh al-Albaniy rahimahullah menilai hadits itu palsu dalam kitab Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah wal Maudhu’ah wa Atsaruha as-Sayyi’ lil Ummah pada nomor hadits 3694.

Apabila ada yang menyatakan: Bukankah tidak mengapa kita berdalil dengan hadits lemah selama pembahasannya adalah terkait fadhoilul a’mal (keutamaan beramal)? Kita jawab: Ya, sebagian Ulama membolehkan, namun dengan syarat bukan hadits yang lemah dengan kelemahan yang sangat.

Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah seorang Ulama yang wafat tahun 702 Hijriyah menyatakan:

وشرط جواز العمل به: أن لا يشتد ضعفه، بأن لا يخلو طريق من طرقه من كذاب أو مهتم بالكذب

…dan syarat bolehnya beramal (dengan hadits lemah tentang keutamaan amal) adalah kelemahannya tidak parah. Yaitu, tidak ada jalur yang mengandung perawi pendusta atau yang tertuduh (sebagai pendusta)(Syarh al-Arbain anNawawiyyah libni Daqiqil Ied 1/20).

Wallaahu A’lam


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan