Hukum Menggugurkan Janin Dalam Kandungan Ketika Mengkhawatirkan Kemudaratan
Pertanyaan:
Surat pertama pada pertemuan ini yang sampai kepada program (radio) ini berasal dari Republik Arab Suriah. Pengirimnya adalah salah seorang saudari pendengar yang menyatakan: Saya mengalami hamil. Kemudian di masa hamil itu saya minum suatu obat yang saya tidak tahu bahwasanya hal itu memudaratkan dan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil. Telah nampak bahwasanya hal itu menyebabkan janin yang menjadi nampak buruk. Ketika kami berkonsultasi dengan seorang dokter, dokter itu berkata kepada kami dan kepada suami saya bahwa yang utama adalah menggugurkan janin. Karena tidak ada jaminan ketika masa kehamilan tetap berlangsung. Atas dasar ucapan dokter itu saya pun menggugurkan janin tersebut. Usia janin itu adalah 1 bulan lebih 10 hari. Apakah hukum syar’i Islam tentang keadaan ini? Berikanlah kepada kami faidah, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah:
Bismillaahirrahmaanirrahiim (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Segala puji bagi Allah. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah, keluarga beliau dan para Sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau.
Amma Ba’du.
Masalah menggugurkan janin, ada perinciannya. Jika masa kehamilan masih pada 40 hari pertama, lebih ada keleluasaan. Meskipun (secara asal) tidak boleh digugurkan. Namun, jika maslahat syar’i menuntut untuk digugurkan karena memudaratkan sang ibu, atau karena sebab ini yang telah disetujui oleh para dokter, yaitu memperburuk janin karena perbuatan sang ibu (tanpa kesengajaan, pen) , hal itu tidak mengapa.
Adapun kalau sudah berada di tahapan 40 hari ke-2, atau di tahapan 40 hari ke-3, tidak boleh digugurkan. Kadangkala persangkaan itu salah. Tidak seperti yang disangka oleh seorang dokter. Tidak terjadi keadaan yang memperburuk janin. Secara asal, haram untuk menggugurkan janin kecuali karena mudarat (bahaya) besar yang dikhawatirkan akan menyebabkan kematian sang ibu.
Demikian juga, saat telah ditiupkan ruh (pada janin) terlebih lagi haram untuk digugurkan. Karena ia telah menjadi manusia. Tidak boleh dibunuh. Tidak halal. Namun, apabila terdapat keadaan yang dikhawatirkan menyebabkan kematian sang ibu, para dokter telah memastikan bahwa keberadaan janin itu bisa menyebabkan kematian sang ibu, maka upaya untuk menyelamatkan nyawa sang ibu diutamakan. Hendaknya para dokter melakukan operasi yang mengeluarkan janin itu dalam keadaan hidup jika memungkinkan.
Sedangkan sebelum dititupkannya ruh pada tahapan 40 hari ke-2 dan ke-3, perkaranya lebih mudah. Namun tidak boleh digugurkan kecuali dipastikan oleh dokter spesialis bahwasanya keberadaan janin itu menyebabkan bahaya bagi sang ibu, yaitu kematian bagi sang ibu.
Hendaknya kepastian itu didapatkan dari 2 orang dokter spesialis terpercaya atau lebih. Tidak boleh bermudah-mudahan dalam hal itu. Tidak boleh juga hanya diputuskan oleh seorang dokter saja, atau diputuskan oleh dokter yang tidak terpercaya. Harus diputuskan oleh 2 dokter atau lebih, yang terpercaya yang spesialis yang menilai bahwa keberadaan janin itu akan menyebabkan kebinasaan sang ibu. Ini adalah kondisi diperbolehkan melakukan operasi untuk mengeluarkan janin itu dalam keadaan hidup jika memungkinkan, atau dikeluarkan dalam keadaan mati.
Adapun dalam tahapan (usia janin masih) berada di 40 hari pertama, perkaranya lebih lapang. Apabila maslahat menuntut untuk digugurkan di 40 hari pertama, tidak mengapa. Demikian.
Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/9735/حكم-اسقاط-الجنين في-الاربعين-الاولى-من-الحمل-بقرار-طبي
Transkrip Fatwa dalam Bahasa Arab
السؤال
أولى رسائل هذه الحلقة رسالة وصلت إلى البرنامج من الجمهورية العربية السورية، باعثتها إحدى الأخوات المستمعات من هناك تقول: حملت وأثناء فترة الحمل تناولت دواءً لم أعلم أنه مضر، ولا يجوز تناوله للحامل، وقد ظهر، وتبين أنه قد سبب تشوهًا للجنين، وعندما راجعنا الطبيب قال لنا ولزوجي: إنه من الأفضل إسقاط الجنين؛ لأنه لا يضمن في حين استمرار الحمل، وبناءً على كلام الدكتور أسقطت الجنين، وكان عمره شهرًا و عشرًا، فما هو الحكم الشرعي الإسلامي في هذه الحالة؟ أفيدونا جزاكم الله خيرًا
الجواب
بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله، وصلى الله وسلم على رسول الله، وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه، أما بعد
فإسقاط الجنين فيه تفصيل: فإذا كان في الأربعين الأولى فالأمر فيه أوسع، ولا ينبغي إسقاطه، لكن إذا اقتضت المصلحة الشرعية بإسقاطه؛ لمضرة على الأم، أو لهذا السبب الذي قرر الأطباء أنه قد يتشوه بأسباب فعلتها الأم؛ فلا حرج في ذلك، أما إذا كان في الطور الثاني، أوفي الطور الثالث؛ فلا يجوز إسقاطه، وقد يخطئ الظن، ولا يقع ما ظنه الطبيب، ولا يحصل التشوه، والأصل حرمة إسقاط الجنين إلا عن مضرة كبرى يخشى منها موت الأم
وهكذا بعد أن تنفخ فيه الروح من باب أولى يحرم إسقاطه؛ لأنه صار إنسانًا، فلا يجوز قتله، ولا يحل، لكن لو وجدت حالة يخشى منها موت الأم، وقد تحقق الأطباء أن بقاءه يسبب موتها فحياتها مقدمة، فيعمل الأطباء ما يستطيعون من الطرق التي يحصل بها خروجه حيًا إذا أمكن ذلك
وأما ما قبل نفخ الروح فيه في الطور الثاني والثالث؛ فالأمر أسهل، لكن لا يجوز إسقاطه إلا على وجه يتحقق الطبيب المختص أن بقاءه يسبب خطرًا على الأم، موت الأم، فينبغي أن يكون في ذلك طبيبان فأكثر، مختصان ثقتان يقرران هذا الشيء، ولا يجوز التساهل في ذلك، لا مع طبيب واحد، ولا مع غير الثقات، بل لابد من طبيبين فأكثر، ثقتين مختصين يقرران أن بقاءه يسبب هلاك أمه، هذا هو وجه السماح بعمل ما يلزم لإسقاطه حيًا إذا أمكن، أو غير حي
وأما في الطور الأول فالأمر فيه أوسع إذا اقتضت المصلحة في إسقاطه في الأربعين الأولى؛ فلا حرج في ذلك. نعم
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman