Meluruskan Kesalahan Mendiang Buya Syakur Dalam Menjelaskan Kronologi Penyusunan Mushaf AlQuran (Bagian Ke-4 – selesai)
Masalah Perbedaan Qiraat Dalam AlQuran
Buya Syakur menyatakan: “Nah, jadi artinya dengan sampai kepada penulisannya juga berbeda-beda penulisan, makanya ada qiro’at saba’ itu beda-beda. Ada waddhuha, ada waddhuhe, ada maaliki ada maliki”.
Tanggapan terhadap Pernyataan Buya Syakur:
Jangan sampai perbedaan qiraat alQuran membuat kita meragukan keotentikan alQuran. Karena beragamnya qiraat itu justru memberi kemudahan bagi umat – yang beragam asal bangsa dan bahasa kesehariannya- untuk melafadzkannya. Selain juga memperkaya makna alQuran dengan ragam qiraat yang menguatkan dan membenarkan satu sama lain, tidak bertolak belakang. Memperbesar keutamaan pada umat ini dengan perjuangannya mengumpulkan beragam qiraat itu, memilah mana yang berdasar riwayat yang shahih, mana yang tidak. Menguatkan mukjizat dan penjagaan alQuran, karena begitu detail bisa ditelusuri dengan perangkat keilmuan sanad periwayatan masing-masing qiraat, tetap terjaga huruf per hurufnya, meski berganti zaman dan masa.
Ibnul Jazariy rahimahullah menjelaskan manfaat-manfaat beragamnya qiraat:
“Adapun faidah perbedaan qiraah dan ragamnya, sesungguhnya hal itu memiliki manfaat-manfaat selain yang telah kami sebutkan berupa sebab kemudahan dan keringanan bagi umat. Di antara manfaatnya (yang lain) adalah kesempurnaan balaghah (keindahan sastra Arab), kesempurnaan mukjizat, peringkasan, dan keindahan ungkapan yang lugas. Karena masing-masing qiraat kedudukannya seperti ayat (yang berbeda). Masing-masing lafadz yang beragam menduduki posisi seperti ayat. Jika petunjuk setiap lafadz pada ayat itu disendirikan, tidaklah dikhawatirkan pembacaannya menjadi lebih panjang (bertele-tele).
Di antara manfaat lain (beragamnya qiraat) adalah agungnya bukti dan jelasnya petunjuk. Karena meskipun qiraatnya berbeda-beda tidaklah bertolak belakang dan menunjukkan perselisihan. Justru semuanya saling membenarkan, saling memperjelas, saling membuktikan (kebenarannya) dalam satu cara dan metode yang sama. Tidaklah hal itu melainkan ayat yang sempurna (pengungkapannya) dan bukti yang tegas akan benarnya ajaran yang dibawa oleh beliau (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam.
Selain itu juga memudahkan untuk dihafal dan dinukil pada umat ini, karena sifat balaghah (keindahan sastra Arab) dan kelugasan yang ada padanya. Karena seseorang yang menghafal sebuah kata yang memiliki beberapa ragam, akan lebih mudah baginya untuk memahami, lebih mudah diterima dalam hafalannya karena masing-masing qiraat memiliki makna yang beragam. Terutama jika huruf-huruf penyusunnya sama (meski harakat berbeda, pen). Sesungguhnya hal itu lebih mudah dihafal dan lebih ringan untuk dilafadzkan.
Di antara manfaat beragamnya qiraat adalah memperbesar pahala bagi umat ini, karena mereka berjuang untuk mengumpulkan makna-makna qiraat yang beragam itu dan mengambil kesimpulan hukum dari petunjuk tiap lafadz, mengungkap rahasia yang tersembunyi dan isyarat-isyarat yang sebelumnya tidak nampak. Membuat mereka sering menelaah dan mengkaji arah, penyebab, dan penguatan sebagian makna, merinci sesuai kadar keilmuan mereka, berupaya maksimal hingga puncak pemahaman mereka. Maka Rabb mereka pun menjawab (upaya itu):
أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى
Sesungguhnya Aku (Allah) tidaklah menyia-nyiakan (pahala) bagi setiap orang yang beramal di antara kalian, baik laki maupun wanita (Q.S Ali Imran ayat 195)
Sedangkan pahala akan didapat sesuai kadar kesulitan (perjuangan).
Di antara manfaat beragamnya qiraat adalah menunjukkan keutamaan dan kemuliaan umat ini dibandingkan umat-umat yang lain. Dari sisi bagaimana mereka mengambil (ilmu) kitab Rabb mereka ini dalam kondisi demikian. Bagaimana mereka menerima dengan penerimaan seperti itu. Mereka mengkaji lafadz per lafadz. Mengungkap berbagai bentuk, menjelaskan mana qiraah yang benar dengan yang tidak, memastikan kebenaran tajwidnya, hingga mereka bisa melindunginya dari celah penyelewengan, menjaga dari sikap melampaui batas dan kecurangan. Mereka tidak mengabaikan mana lafadz yang berharakat maupun yang mengalami sukun, mana yang dibaca secara tafkhim (tebal) dengan tarqiq (tipis). Hingga mereka memastikan berapa kadar mad-nya, perbedaan imalah, mereka pisahkan antara huruf dan sifatnya. Yang tidak pernah terfikirkan (ketelitian seperti itu) oleh umat-umat sebelumnya. Tidaklah bisa sampai pada kondisi demikian melainkan melalui ilham dari Sang Pencipta makhluk yang bernafas.
Di antara manfaat beragamnya qiraat itu adalah Allah sediakan untuk umat ini keutamaan yang besar, nikmat yang mulia lagi banyak. Berupa penyandaran sanad dari Kitab Rabbnya sehingga menyampaikan sebab Ilahiy ini hingga umat Nabi Muhammad memperoleh keistimewaannya. Memperbesar kedudukan penganut agama yang Hanif ini. Masing-masing pembaca akan menyampaikan hurufnya dengan penukilan (yang benar) dari asalnya. Terangkatlah keraguan dari orang-orang yang mulhid dengan menyambungkan pada asalnya secara pasti. Kalaulah tidak didapatkan faidah melainkan hanya faidah ini, niscaya hal itu sudah cukup. Apabila tidak ada kekhususan lain melainkan ini, niscaya sudah terpenuhi.
Di antara manfaat beragamnya qiraat itu adalah nampaknya rahasia Allah dalam menjaga Kitab-Nya yang mulia dan melindungi Kalam-Nya yang diturunkan dengan penjelasan dan pembedaan yang sempurna. Karena Allah Ta’ala tidaklah membuat kosong suatu zaman maupun tempat dari hujjah yang tegak dalam menukil Kitab Allah Ta’ala, begitu detail kepastian huruf dan riwayatnya, dikoreksi secara rinci sisi dan qiraatnya, sehingga aktivitas itu menjadi sebab tetap terjaganya keberadaan alQuran ini meskipun masa silih berganti. Tetapnya aktivitas demikian menunjukkan tetap kekalnya alQuran (terjaga) di mushaf-mushaf maupun dada-dada (para penghafalnya).
(an-Nasyr fi Qirooaatil ‘Asyr karya Syamsuddin Abul Khoyr Ibnul Jazariy 1/54)
Penulis: Abu Utsman Kharisman