Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Mengenal Berbagai Keutamaan dan Hikmah Ibadah Kurban

Islam mengajarkan ragam ritual penyembelihan hewan ternak sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah. Penyembelihan dalam rangkaian ritual hajji dan umroh disebut hadyu. Sementara bagi selain jemaah hajji di seluruh dunia pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq disebut menyembelih udhiyah atau kurban. Sedangkan bagi orang tua yang baru dikarunia anak sebagai tebusan agar terbebas dari gangguan setan secara khusus diistilahkan sebagai aqiqah. Tentu semuanya adalah ibadah yang harus dipersembahkan hanya kepada Allah semata. Sebenarnya apa saja hikmah dan keutamaan jenis ibadah ini? Berikut dirangkumkan sebagian di antara keutamaan & hikmahnya, merujuk tafsir ayat, syarh hadits dan penjelasan ulama seputar hal tersebut.

Ajang Bersaing Mempersembahkan Ibadah Terbaik antar Ummat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
(QS. Al Hajj: 34)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

ﻭﻫﺬﻩ اﻵﻳﺔ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﺬﺑﺢ ﺗﻘﺮﺑﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻲ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﻠﺔ ﻟﻜﻞ ﺃﻣﺔ، ﻭﻫﻮ ﺑﺮﻫﺎﻥ ﺑﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻭﻣﺼﻠﺤﺔ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻣﻜﺎﻥ ﻭﺃﻣﺔ

“Ayat ini menunjukkan bahwa penyembelihan (kurban) yang merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah hal yang disyariatkan bagi setiap agama pada semua ummat. Dan ini menjadi bukti kuat yang jelas bahwa hal itu merupakan (salah satu) jenis ibadah sekaligus kemaslahatan pada setiap zaman, tempat dan ummat.” (Ahkamul Udhiyah dalam Kumpulan Risalah Ash Shoid Ats Tsamin 2/213)

Selaras dengan penjelasan itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menyimpulkan:

جعلنا منسكا، أي: فاستبقوا إلى الخيرات وتسارعوا إليها، ولننظر أيكم أحسن عملا

“Kami jadikan penyembelihan (kurban) yaitu hendaklah kalian bersaing menuju berbagai kebaikan dan bersegera mengerjakannya, serta agar dapat dilihat siapakah diantara kalian yang terbaik amalannya.” (Taisir Al Karim Ar Rahman 1/538)


Artikel terkait yang semoga bermanfaat: Nabi Berkurban Untuk Diri, Keluarga, dan Umat Beliau


Mengingat dan Menyebut Nikmat Allah dengan Makan Sebagian Kurban

Binatang ternak merupakan salah satu nikmat Allah yang banyak dirasakan manfaatnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمِنَ الْأَنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا ۚ كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ (142) ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ ۖ مِّنَ الضَّأْنِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْمَعْزِ اثْنَيْنِ ۗ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الْأُنثَيَيْنِ ۖ نَبِّئُونِي بِعِلْمٍ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ (143) وَمِنَ الْإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ ۗ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الْأُنثَيَيْنِ ۖ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَٰذَا ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِّيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (144)

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan sebagai sarana angkutan dan ada yang untuk disembelih. Silakan kalian makan dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. (142)

(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari kambing. Katakanlah: “Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?” Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kaliam memang orang-orang yang benar, (143)

dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagi kalian? Lalu siapakah yang lebih zalim dibandingkan orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dalam rangka menyesatkan manusia tanpa ilmu?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (144)

(QS. Al An’am: 142-144)

Al ‘Allamah Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi Asy Syafi’i rahimahullah (w. 510 H) menjelaskan:

ﺃﻱ: ﻭﺃﻧﺸﺄ ﻣﻦ اﻷﻧﻌﺎﻡ ﺛﻤﺎﻧﻴﺔ ﺃﺯﻭاﺝ ﺃﺻﻨﺎﻑ، ﻣﻦ اﻟﻀﺄﻥ اﺛﻨﻴﻦ، ﺃﻱ: اﻟﺬﻛﺮ ﻭاﻷﻧﺜﻰ، ﻓﺎﻟﺬﻛﺮ ﺯﻭﺝ ﻭاﻷﻧﺜﻰ ﺯﻭﺝ، ﻭاﻟﻌﺮﺏ ﺗﺴﻤﻲ اﻟﻮاﺣﺪ ﺯﻭﺟﺎ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﻨﻔﻚ ﻋﻦ اﻵﺧﺮ

“Maksudnya; Kami telah menciptakan 8 pasangan dari jenis binatang ternak. (Yang pertama) berupa Adh Dho’n yang berpasangan, yaitu: jenis kelamin jantan dan betinanya. Sehingga jantan pasangan dan betina pasangan. Bangsa Arab biasa memberi istilah 1 pihak sebagai zauj (pasangan), jika tidak mungkin terpenuhi kebutuhannya tanpa (pasangan) lainnya.” (Ma’alim At Tanzil 2/165).

Ketika menjelaskan tafsir ayat ke-142 dari surah Al An’am itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah memaparkan: “Adapun dari sisi manfaat untuk dikonsumsi dan beragam manfaat (lainnya), sesungguhnya jenis-jenis binatang tersebut semuanya boleh dimakan dan diambil manfaatnya.” (Taisir Al Karim Ar Rahman hal. 276)

Bahkan pada hari-hari penyembelihan termasuk di hari-hari tasyriq (tgl. 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) diharamkan berpuasa dan ditetapkan sebagai hari-hari makan dan minum. Berdasarkan hadits dari Nubaisyah Al Hudzali radhiyallahu anhu beliau berkata, Nabi shollallahu alaihi wasallam telah bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.”
(HR. Muslim)

Makan dan minum dari sembelihan kurban. Sebagai bagian dzikir khusus kepada Allah di hari-hari yang berbilang tersebut tidak mungkin terwujud tanpa adanya pihak yang berkurban. Sehingga melakukan kurban, secara langsung maupun tidak langsung mewujudkan dzikir secara khusus mengingat Allah. Akan semakin besar keutamaannya ketika bagian kurban ada yang disedekahkan bagi fakir miskin. Selebihnya boleh dikonsumsi sendiri dan dihadiahkan kepada kerabat, tetangga maupun hadai taulan.

Akan tetapi tidak ada ketentuan mutlak untuk harus mengkonsumsi daging kurban. Hal itu merupakan kelonggaran dan keluhuran syariat Islam.

Dalam menjelaskan makna Firman Allah

فَكُلُوا مِنْهَا

“Makanlah sebagiannya”

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengutip pernyataan Imam Sufyan Ats Tsauri rahimahullah:

ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺸﺮﻛﻮﻥ ﻻ ﻳﺄﻛﻠﻮﻥ ﻣﻦ ﺫﺑﺎﺋﺤﻬﻢ ﻓﺮﺧﺺ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻓﻤﻦ ﺷﺎء ﺃﻛﻞ، ﻭﻣﻦ ﺷﺎء ﻟﻢ ﻳﺄﻛﻞ

“Dahulu kaum musyrikin tidak terbiasa menkonsumsi dari bagian sembelihan mereka. Justru Allah memberi kelonggaran bagi muslimin. Sehingga siapapun yang ingin silakan makan, sedangkan yang tidak ingin tidak perlu makan.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 5/417)


Baca Juga: Bab Ke-10: Kesyirikan Menyembelih Untuk Selain Allah Bag.2


Bentuk Dzikir Syukur terhadap Nikmat Allah

Sebagai bentuk syukur terhadap nikmat Allah berupa binatang-binatang ternak, syariat mulia ini membimbing ummat Islam menunaikan ibadah adhohi. Menyembelih binatang ternak dari 8 jenis pasangan hewan tadi, yang bangsa kita menyebutnya sebagai ibadah qurban. Berasal dari asal kata bahasa Arab قرب – يقرب – قربانا yang bermakna mendekatkan.

Karena memang misi utama ibadah kurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan mengeluarkan harta, tenaga, menumpahkan darah binatang ternak yang telah memenuhi kriteria dengan memutus 2 urat nadi dan kerongkongan serta tenggorokan di bagian leher, makan dagingnya dan berbagi sebagai sedekah serta hadiah kepada masyarakat.

Syaikh As Sa’di rahimahullah menegaskan:

والحكمة في جعل الله لكل أمة منسكا، لإقامة ذكره، والالتفات لشكره

“Adapun hikmah disyariatkannya ibadah penyembelihan (kurban) pada setiap ummat oleh Allah adalah dalam rangka menegakkan dzikir mengingat-Nya, dan menyempatkan diri untuk bersyukur kepada-Nya.” (Taisir Al Karim Ar Rahman hal. 276)

Bukti Menyelisihi Setan, Musuh Manusia

Syaikh As Sa’di rahimahullah melanjutkan:

“Karenanyalah Dia Ta’ala berfirman:

كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ

‘Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan.’

Yaitu (waspadailah) cara-cara dan perbuatannya, yang salah satu bentuknya dengan mereka mengharamkan sebagian jenis konsumsi yang dihalalkan Allah.

إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

‘Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.’

Sehingga tentu setan tidak akan mengajak kalian kecuali menuju hal yang berakibat buruk dan menyengsarakan kalian secara abadi.” (Taisir Al Karim Ar Rahman hal. 276)


Baca Juga: Beberapa Ketentuan Syariat di Hari-Hari Tasyriq


Gerbang Menyantuni Fakir Miskin

Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman:

لِّيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka silakan kalian memakan sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”
(QS. Al Hajj: 28)

Pada ayat lainnya juga ditekankan hikmah serupa, Allah berfirman:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka bacalah basmalah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu bagi kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.”
(QS. Al Hajj: 36)

Ritual Yang Menjadi Syiar Allah Sekaligus Bukti Ketakwaan

Al Munawi mengutip penjelasan Ath Thibbi rahmatullahi ‘alaihima jami’an:

“Sedangkan penyembelihan kurban, apabila kita memperhatikannya bahwa hal itu merupakan bagian nasak (ritual penyembelihan untuk Allah), dan bahwa hal tersebut merupakan syiar Allah sebagaimana Allah berfirman:

وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

‘Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.’ (Al Hajj: 32). Maksudnya orang yang memuliakannya termasuk sikap orang yang memiliki hati bertakwa.” (Faidhul Qodir 5/458)

Membedakan dengan Ritual Penyembelihan Musyrikin

Al Qurthubi rahimahullah ketika menafsirkan bagian ayat:

وَيَذْكُرُواْ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍۢ مَّعْلُومَٰتٍ

Beliau mengatakan:

ﻭاﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺬﻛﺮ اﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﺫﻛﺮ اﻟﺘﺴﻤﻴﺔ ﻋﻨﺪ اﻟﺬﺑﺢ ﻭاﻟﻨﺤﺮ، ﻣﺜﻞ ﻗﻮﻟﻚ: ﺑﺎﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، اﻟﻠﻬﻢ ﻣﻨﻚ ﻭﻟﻚ. ﻭﻣﺜﻞ ﻗﻮﻟﻚ ﻋﻨﺪ اﻟﺬﺑﺢ: ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻲ ﻭﻧﺴﻜﻲ [اﻻﻧﻌﺎﻡ: 162] اﻵﻳﺔ. ﻭﻛﺎﻥ اﻟﻜﻔﺎﺭ ﻳﺬﺑﺤﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﺳﻤﺎء ﺃﺻﻨﺎﻣﻬﻢ، ﻓﺒﻴﻦ اﻟﺮﺏ ﺃﻥ اﻟﻮاﺟﺐ اﻟﺬﺑﺢ ﻋﻠﻰ اﺳﻢ اﻟﻠﻪ

“Sedangkan yang dimaksud dengan dzikir menyebut Nama Allah yaitu berdzikir membaca basmalah ketika memyembelih (sapi atau kambing) dan memutus 2 nadi pada leher unta dengan tusukan. Seperti ucapan anda membaca “BISMILLAH ALLAHU AKBAR, ALLAHUMMA MINKA WALAKA.” ataupun semisal ucapan anda saat menyembelih dengan membaca “INNA SHOLATI WANUSUKI …” (yakni membaca ayat ke-162 dari surah Al An’am). Sementara orang-orang kafir mereka suka menyebut nama berhala-berhala yang mereka sembah. Sehingga Allah menerangkan bahwa membaca Nama Allah di kala menyembelih merupakan kewajiban.” (Al Jami’ li Ahkam Al Quran 12/41-42)

Syaikh Muhammad Al Amin AsySyinqithi rahimahullah ketika menjelaskan makna ayat ﻗﻞ ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻲ ﻭﻧﺴﻜﻲ Beliau menyatakan:

ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﻌﻠﻤﺎء: اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺎﻟﻨﺴﻚ ﻫﻨﺎ اﻟﻨﺤﺮ، ﻷﻥ اﻟﻜﻔﺎﺭ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺘﻘﺮﺑﻮﻥ ﻷﺻﻨﺎﻣﻬﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﺓ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ اﻟﻌﺒﺎﺩاﺕ: ﻫﻲ اﻟﻨﺤﺮ، ﻓﺄﻣﺮ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻧﺒﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻪ ﻭﻧﺤﺮﻩ ﻛﻼﻫﻤﺎ ﺧﺎﻟﺺ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻭﻳﺪﻝ ﻟﻬﺬا ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻓﺼﻞ ﻟﺮﺑﻚ ﻭاﻧﺤﺮ

“Sebagian ulama mengatakan, ‘Yang di maksud dengan Nusuk dalam hal ini adalah Nahr (pemotongan). Karena dulu orang-orang kafir mereka biasa mendekatkan kepada berhala-berhala mereka dengan salah satu bentuk ibadah yang paling agung, yaitu nahr (pemotongan hewan).’ Sehingga Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya untuk berikrar bahwa sholat beliau, pemotongan hewan yang beliau persembahkan, seluruhnya hanya ikhlas untuk Allah Ta’ala semata. Begitu juga turut menunjukkan makna ini pada firman Allah Ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

‘Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan potonglah hewan kurban!'”

(Adhwa’ Al Bayan 1/549)

Barometer Kesesuaian dengan Sunnahnya Muslimin

Kurban tidak boleh serampangan dilakukan. Ada syarat, ketentuan dan aturan yang harus dipenuhi. Seorang muslim taat akan berusaha menyesuaikan dengan aturan yang dibimbingkan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Salah satu yang beliau bimbingkan adalah pelaksanaanya tidak boleh dilakukan sebelum sholat Idul Adha. Siapapun yang telah memenuhi syarat dan ketentuan kurban serta melakukan setelah sholat id. Sahabat Al Barro’ bin ‘Azib radhiyallahu berkata bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

“Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya setelah sholat (id) sungguh dia telah menyempurnakan ritual penyembelihannya dan sesuai dengan sunnah muslimin.”
(HR. Al Bukhori)

Setelah menerangkan bahwa yang disebut ritual adalah ibadah, dan sunnah maksudnya adalah metode/jalan (muslimin), Al Hafidz Ibnu Hajar mengutipkan riwayat lain yang terdapat redaksi:

فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا

“Sungguh dia telah sesuai dengan sunnah kita.” (Fathul Bari 10/16).

Berarti muslimin yang dimaksud adalah yang taat dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, wallahu a’lam.

Meneladani Bukti Kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah

Sebagaiamana dimaklumi, Allah telah memilih Nabi Ibrahim alaihissalam sebagai kholil, yang berkonsekwensi hanya mempersembahkan kecintaan hati secara mutlak kepada Allah semata. Karunia Allah berupa anak shalih lagi berbakti yang dicintai, Nabi Isma’il bagi Nabi Ibrahim alaihimassalam sejatinya merupakan ujian tingkat kecintaan beliau kepada Allah.

Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah memaparkan kesimpulannya:

ﻓﺄﻣﺮﻩ ﺑﺬﺑﺢ اﻟﻤﺤﺒﻮﺏ، ﻓﻠﻤﺎ ﺃﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺫﺑﺤﻪ ﻭﻛﺎﻧﺖ ﻣﺤﺒﺔ اﻟﻠﻪ ﺃﻋﻈﻢ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ ﻣﺤﺒﺔ اﻟﻮﻟﺪ ﺧﻠﺼﺖ اﻟﺨﻠﺔ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻣﻦ ﺷﻮاﺋﺐ اﻟﻤﺸﺎﺭﻛﺔ، ﻓﻠﻢ ﻳﺒﻖ ﻓﻲ اﻟﺬﺑﺢ ﻣﺼﻠﺤﺔ، ﺇﺫ ﻛﺎﻧﺖ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻓﻲ اﻟﻌﺰﻡ ﻭﺗﻮﻃﻴﻦ اﻟﻨﻔﺲ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻘﺪ ﺣﺼﻞ اﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﻓﻨﺴﺦ اﻷﻣﺮ ﻭﻓﺪﻱ اﻟﺬﺑﻴﺢ، ﻭﺻﺪﻕ اﻟﺨﻠﻴﻞ اﻟﺮﺅﻳﺎ، ﻭﺣﺼﻞ ﻣﺮاﺩ اﻟﺮﺏ

“Sehingga Allah memerintahkan beliau alaihissalam untuk menyembelih sosok (anak) yang dicintai itu. Tatkala beliau alaihissalam telah maju hendak menjalankan penyembelihan terhadap putranya, karena memang kecintaan beliau kepada Allah jauh lebih besar dari pada rasa cintanya kepada si-anak, ketika itulah kemurnian derajat cinta tertinggi (khullah) terbebaskan dari gangguan hal lain yang menyainginya. Sejak saat itu tindakan penyembelihan tidak lagi memiliki nilai penting. Karena memang sebenarnya nikai pentingnya sebetulnya sebagai pembuktian tekad bulat dan kesungguhan jiwa untuk patuh menjalaninya. Dan sungguh telah tercapai tujuan tersebut. Sehingga digantilah perintahnya dan ditebuslah sasaran pemyembelihan. Sosok yang paling dicinta Allah itupun telah memenuhi amanat yang tersebut dalam mimpi beliau. Serta telah tercapailah hal yang dikehendaki Tuhan Sang Maha Pengatur.” (Zaad Al Ma’ad 1/73)

Hindari Anggapan Tidak Valid

Di samping sekian hikmah di atas, beredar di tengah masyarakat beberapa anggapan tentang keutamaan kurban. Berikut ini sekadar contoh beberapa keutamaan kurban yang dalilnya tidak valid. Semoga kita bisa memilahnya secara bijak untuk tidak turut meyakininya secara pasti.

Salah satunya munculnya keyakinan bahwa hewan-hewan kurban tersebut akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, rambut-rambutnya, kuku-kunya. Mereka menyebut acuannya adalah hadits dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا، وَأَشْعَارِهَا، وَأَظْلَافِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الْأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada suatu amal yang dilakukan oleh anak Adam pada hari An Nahr (10 Dzulhijjah) yang lebih dicintai Allah dibandingkan menumpahkan darah (hewan kurban). Karena sesungguhnya hewan-hewan kurban tersebut akan datang pada hari qiyamat dengan tanduk-tanduknya, rambut-rambutnya, kuku-kunya. Dan bahwa terlebih dulu akan diterima ketakwaan penyembelihannya di tempat yang tinggi di sisi Allah sebelum darahnya terjatuh di tanah. (Lalu Aisyah radhiyallahu anha menambahkan) Sehingga hendaklah jiwa kalian benar-benar tulus dalam melakukannya.”

Ternyata, hadits yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim walaupun beliau nilai sanadnya shahih, didhaifkan Syaikh Al Albani dalam Dhoif Sunan At Tirmidzi.


Baca Juga: Membantah Anggapan Bahwa Orang yang Akan Berkurban Dilarang Mengambil Rambut, Kuku, dan Kulit Hewan yang Akan Dikurbankan


Ada juga yang menganggap bahwa tetesan darah hewan kurban menunjukkan tanda terampuninya segala dosa.

Sementara Daging-daging dan darah-darahnya akan diletakkan dengan berat yang berlipat ganda di timbangan amal orang yang berkurban di hari kiamat. Dasar menurut asumsi ini adalah hadits berikut:

ﻳﺎ ﻓﺎﻃﻤﺔ! ﻗﻮﻣﻲ ﻓﺎﺷﻬﺪﻱ ﺃﺿﺤﻴﺘﻚ، اﻣﺎ ﺇﻥ ﻟﻚ ﺑﺄﻭﻝ ﻗﻄﺮﺓ ﺗﻘﻄﺮ ﻣﻦ ﺩﻣﻬﺎ ﻣﻐﻔﺮﺓ ﻟﻜﻞ ﺫﻧﺐ، اﻣﺎ ﺇﻧﻪ ﻳﺠﺎء ﺑﻬﺎ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﻠﺤﻮﻣﻬﺎ ﻭﺩﻣﺎﺋﻬﺎ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺿﻌﻔﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﻮﺿﻊ ﻓﻲ ﻣﻴﺰاﻧﻚ

“Wahai Fathimah, bangkit dan saksikanlah kurbanmu! Karena sesungguhnya engkau akan memperoleh ampunan dari seluruh dosa pada awal setiap tetesan darahnya. Juga bahwa hewan kurban itu akan didatangkan pada hari kiamat berupa daging-daging dan darah-darahnya dengan tujuh puluh kali lipat hingga diletakkan di timbangan (amal)mu.”

Sayangnya hadits dengan redaksi di atas telah dimuat dalam Silsilah Al Ahadits Adh Dho’ifah wa Al Maudhu’ah no. 6829 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dengan kesimpulan bahwa itu adalah palsu (maudhu’).

Walaupun hadits-hadits yang menyebutkan secara gamblang tentang keutamaan ibadah kurban dinilai tidak shahih oleh sebagian ulama ahli hadits, tentu saja rangkuman dari tafsir ayat dan penjelasan ulama sebelumnya semoga mencukupi dan mewakili begitu besar dan agungnya hikmah serta keutamaan ritual suci ini.

Demikianlah sekilas pembahasan tentang hikmah dan keutamaan ibadah kurban. Semoga menjadi pengingat sekaligus motivasi yang bermanfaat bagi penulis dan kaum muslimin, dan Allah memudahkan bagi kita semua memperoleh hikmah dan keutamaan kurban.

 

?️ Ditulis oleh:
Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan