Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Makan Sahur, Keberkahan Pada Penyelisihan Terhadap Ahli Kitab

Ramadhan telah menjelang. Banyak aspek mental yang perlu disiapkan, termasuk dalam memelihara keistikamahan kita dalam membedakan diri terhadap ciri khas penganut agama lain. Betapa mulianya apabila sembari beribadah secara fisik, batin kita turut menata niat dalam iman dan ihtisab, sekaligus menguatkan prinsip aqidah dan manhaj. Nyatanya bagian prinsip aqidah dan manhaj itu disertakan dalam ketentuan cara puasa ummat Islam. Salah satunya dengan konsisten makan sahur sebelum mengawali puasa.

Sahabat ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shollallahu shollallahu alaihi wasallam telah bersabda:

إِنَّ فَصْلَ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُورِ 

“Bahwa yang membedakan antara cara berpuasa kita dengan puasanya Ahli Kitab yaitu makan sahur.”
(HR. Abu Dawud dan Nasai sementara asalnya ada dalam Shahih Muslim dan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahullah)

Hayatus Sindi rahimahullah menjelaskan:

قيل وذلك لحرمة الطعام والشراب والجماع عليهم إذا ناموا كما كان علينا في بدء الإسلام ثم نسخ فصار السحور فارقا فلا ينبغي تركه

“Ada kalangan ulama yang menyebut bahwa hal itu karena (ketentuan syariat) bagi mereka (Ahli Kitab) tidak diperbolehkan makan, minum atau berhubungan intim apabila mereka sudah terlanjur tidur. Sebagaimana ketentuan itu dulu pernah diterapkan pada kita (kaum muslimin) pada permulaan Islam, namun kemudian dihapuskan hukumnya. Sehingga makan sahur menjadi pembeda, maka tidak pantas meninggalkannya.” (Hasyiyat As Sindi ‘ala Sunan An Nasai 4/146)


Baca Juga: Keutamaan Ibadah Puasa


Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

تَسَحَّرُوا؛ فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

“Hendaklah kalian makan sahur, karena pada makan sahur terdapat keberkahan.”
(Hadits disepakati kesahihannya).

Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata:

ﻭﻣﻦ ﺑﺮﻛﺘﻪ ﺃﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﻪ اﻟﺘﻔﺮﻳﻖ ﺑﻴﻦ ﺻﻴﺎﻡ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺻﻴﺎﻡ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﻟﻬﺬا ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻓﺼﻞ ﻣﺎ ﺑﻴﻨﻨﺎ ﻭﺑﻴﻦ ﺻﻴﺎﻡ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﺃﻛﻠﺔ اﻟﺴﺤﺮ ﻳﻌﻨﻲ اﻟﺴﺤﻮﺭ ﻷﻥ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻳﺼﻮﻣﻮﻥ ﻣﻦ ﻧﺼﻒ اﻟﻠﻴﻞ ﻓﻴﺄﻛﻠﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﻣﻨﺘﺼﻒ اﻟﻠﻴﻞ ﻻ ﻳﺄﻛﻠﻮﻥ ﻓﻲ اﻟﺴﺤﺮ ﺃﻣﺎ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻭﻟﻠﻪ اﻟﺤﻤﺪ ﻓﻴﺄﻛﻠﻮﻥ ﻓﻲ اﻟﺴﺤﺮ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ اﻟﻠﻴﻞ ﻭاﻟﺘﻤﻴﻴﺰ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭاﻟﻜﻔﺎﺭ ﺃﻣﺮ ﻣﻄﻠﻮﺏ ﻓﻲ اﻟﺸﺮﻉ ﻭﻟﻬﺬا ﻧﻬﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ، ﻗﺎﻝ: ﺧﺎﻟﻔﻮا اﻟﻤﺠﻮﺱ ﻭﻓﺮﻭا اﻟﻠﺤﻰ ﻭﺣﻔﻮا اﻟﺸﻮاﺭﺏ ﻳﻌﻨﻲ ﺃﺭﺧﻮا اﻟﻠﺤﻰ ﻻ ﺗﻘﺼﻮﻫﺎ ﻭﻻ ﺗﺤﻠﻘﻮﻫﺎ ﻭﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺑﻘﻮﻡ ﻓﻬﻮ ﻣﻨﻬﻢ

“Termasuk bukti keberkahan makan sahur, bahwa menerapkan hal itu menjadi faktor pembeda antara cara puasa muslimin dibandingkan puasa non muslim. Karena inilah Nabi shollallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa hal yang menjadi pembeda antara kita dengan puasa ahli kitab adalah makan di akhir malam, yaitu sahur. Karena memang ahli kitab mereka berpuasa mulai dari pertengahan malam. Merekapun makan sebelum masuk tengah malam. Mereka tidak lagi makan di akhir malam. Sedangkan muslimun walillahilhamd mereka makan di akhir malam. Sementara menerapkan perbedaan antara muslimin dan orang-orang kafir merupakan hal yang semestinya dilakukan pada syariat.

Karenanyalah Nabi shollallahu alaihi wasallam melarang sikap menyerupai (tasyabbuh terhadap) mereka. Beliau bersabda:

ﺧﺎﻟﻔﻮا اﻟﻤﺠﻮﺱ ﻭﻓﺮﻭا اﻟﻠﺤﻰ ﻭﺣﻔﻮا اﻟﺸﻮاﺭﺏ

“Terapkanlah perbedaan diri kalian dibanding Majusi, dengan membiarkan jenggot kalian, dan pendekkan kumis-kumis.” Yaitu biarkanlah jenggot kalian memanjang jangan sampai kalian memotong pendek, jangan pula mencukurnya habis.

Begitu juga sabda beliau shollallahu alaihi wasallam:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapapun orang yang menyerupai ciri khas suatu kaum, maka dia (dalam hal itu) termasuk mereka.”

(Syarh Riyadh Ash Shalihin 5/284)

Keberkahan pada anjuran menjalani makan sahur yang juga mencakup nikmat fisik yang menguatkan jasmani muslim yang berpuasa.

Begitu pula keberkahan dari sisi rohani, berupa tambahan taufiq dari Allah untuk melakukan sekian amal shalih di waktu yang utama dan menyelisihi ahli kitab. Silakan dibaca kutipan penjelasan Al Hafidz An Nawawi tentang hal ini beserta tambahan penjelasan hukum seputar sahur di: Keberkahan Dalam Makan Sahur

Al Hafidz ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengutipkan pandangan Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah dengan penjelasan beliau:

هذه البركة يجوز أن تعود إلى الأمور الأخروية فإن إقامة السنة يوجب الأجر وزيادته، ويحتمل أن تعود إلى الأمور الدنيوية كقوة البدن على الصوم وتيسيره من غير إضرار بالصائم. قال ومما يعلل به استحباب السحور المخالفة لأهل الكتاب؛ لأنه ممتنع عندهم، وهذا أحد الوجوه المقتضية للزيادة في الأجور الأخروية

“Keberkahan ini, bisa kembali pada perkara ukhrowi; bahwa menjalankan sunnah akan mendatangkan pahala dan tambahan ketaatan berikutnya. Bisa pula kembali kepada perkara duniawi seperti kekuatan badan dalam menjalani puasa, memudahkannya tanpa mengalami gangguan yang membahayakan orang yang berpuasa.”

Ibnu Daqiqil Id melanjutkan:

“Dan termasuk di antara alasan disunnahkannya sahur, dalam rangka menyelisihi cara ahli kitab. Karena (makan sahur) itu terlarang bagi mereka. Dan hal ini merupakan salah satu yang merupakan tambahan poin kandungan keberkahan dari sisi ukhrowi.” (Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhori 4/140).

Dengan memahami hal penting di atas, semoga kita semua diberikan taufiq oleh Allah untuk meniatkan ikhlas dan mengamalkannya. Para ibu dan saudari-saudari muslimah sekalian dapat mengambil peran sentral, sembari menyiapkan makan sahur untuk keluarga, beroleh keberkahan dan kekuatan aqidah. Begitu pula para bapak dan putra-putra muslimin, ayo bersemangat mengisi akhir waktu malam-malam bulan Ramadhan yang telah menjelang, mengharapkan keberkahan dari Allah yang terkandung padanya kekukuhan manhaj.

?️ Penulis:
Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan