Tetap Bersaudara dalam Perbedaan Pendapat yang Bisa Ditoleransi
Yunus as-Shodafi (Abu Musa) berkata:
مَا رَأَيْتُ أَعْقَلَ مِنَ الشَّافِعِي، نَاظَرْتُهُ يَوْمًا فِي مَسْأَلَةٍ، ثُمَّ افْتَرَقْنَا، وَلَقِيَنِي، فَأَخَذَ بِيَدِي، ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا مُوْسَى، أَلَا يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِي مَسْأَلَةٍ
Aku tidak pernah melihat seseorang yang akalnya lebih cemerlang dibandingkan asy-Syafi’i. Suatu hari aku pernah berdebat dengannya tentang suatu permasalahan. Kemudian kami berpisah.
Suatu ketika ia berjumpa dengan aku memegang tanganku kemudian berkata: Wahai Abu Musa, tidakkah sebaiknya kita tetap bersaudara meskipun kita tidak sepakat dalam sebuah permasalahan?
(Siyaar A’lamin Nubalaa’ (10/16)).
Baca Juga: Kerukunan dan Persatuan Lebih Diutamakan daripada Menerapkan Pendapat Pilihan dalam Fiqh
Dikutip dari:
Buku “Rangkaian Nasihat untuk Muslimin Tanjungbalai”, Abu Utsman Kharisman