Malaikat Makhluk yang Agung Takut dan Tunduk kepada Allah (Bagian Kedua)
SERIAL KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-60)
BAB KE-16:
FIRMAN ALLAH SURAH SABA’ AYAT 23
Dalil Pertama:
إِذَا قَضَى اللَّهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ. فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الْآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الْكَاهِنِ فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي سُمِعَ مِنَ السَّمَاءِ
Jika Allah menetapkan perkara di langit, para Malaikat mengayunkan sayap-sayapnya sebagai bentuk ketundukan terhadap firman Allah. (Pengaruh yang dirasakannya) bagaikan (mendengar) gemerincing rantai besi yang diseret pada batu besar yang halus. Maka ketika telah hilang perasaan takut dalam hati para Malaikat, mereka berkata: Apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian? Mereka berkata: al-haq. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar. Pencuri (berita langit) mendengarnya. Mereka (para Syaithan) menyusun posisi bertumpuk, satu Syaithan di atas yang lain. Sufyan (salah seorang perawi hadits) mencontohkan dengan tangan (posisi bagaimana Syaithan itu bertumpuk), membengkokkan tangannya, merenggangkan jari jemari hingga memasukkan jemari di tangan yang satu ke celah jemari di tangan yang lain. Kemudian (pencuri berita) itu mendengar perkataan yang diucapkan, kemudian dia menyampaikannya kepada yang di bawahnya, kemudian dia menyampaikan kepada yang di bawahnya hingga disampaikan melalui lisan penyihir atau dukun. Kadangkala suluh api menyambar sebelum (pencuri berita) itu menyampaikannya. Kadangkala ia bisa menyampaikan sebelum suluh api menyambarnya. Kemudian dia memberikan tambahan 100 kedustaan pada berita itu. Hingga dikatakan (oleh orang yang mendatangi dukun): Bukankah (dukun) itu telah berkata kepada kita pada hari ini dengan berita ini dan ini. Maka ia dianggap jujur dengan kata-kata yang didengar dari langit itu.
(H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Hadits lain yang diriwayatkan Muslim:
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُمْ بَيْنَمَا هُمْ جُلُوسٌ لَيْلَةً مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُمِيَ بِنَجْمٍ فَاسْتَنَارَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا رُمِيَ بِمِثْلِ هَذَا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ كُنَّا نَقُولُ وُلِدَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ عَظِيمٌ وَمَاتَ رَجُلٌ عَظِيمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ ثُمَّ سَبَّحَ أَهْلُ السَّمَاءِ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ التَّسْبِيحُ أَهْلَ هَذِهِ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ الَّذِينَ يَلُونَ حَمَلَةَ الْعَرْشِ لِحَمَلَةِ الْعَرْشِ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ فَيُخْبِرُونَهُمْ مَاذَا قَالَ قَالَ فَيَسْتَخْبِرُ بَعْضُ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هَذِهِ السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَتَخْطَفُ الْجِنُّ السَّمْعَ فَيَقْذِفُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ وَيُرْمَوْنَ بِهِ فَمَا جَاءُوا بِهِ عَلَى وَجْهِهِ فَهُوَ حَقٌّ وَلَكِنَّهُمْ يَقْرِفُونَ فِيهِ وَيَزِيدُونَ
Dari Ibnu Syihab (beliau berkata) telah mengkhabarkan kepadaku Ali bin Husain bahwa Abdullah bin Abbas berkata: telah mengkhabarkan kepadaku seorang laki-laki yang termasuk Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam dari kalangan Anshar bahwa ketika mereka pada suatu malam sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, tiba-tiba ada bintang jatuh dan bersinar. Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam berkata kepada mereka (para Sahabat): Apa yang kalian ucapkan di masa Jahiliyyah ketika ada bintang jatuh semacam ini. Para Sahabat berkata: Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Kami katakan: pada malam ini telah dilahirkan seseorang yang agung dan telah meninggal seseorang yang agung. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya bintang jatuh itu bukanlah karena kematian seseorang atau karena hidupnya (dilahirkannya) seseorang. Akan tetapi Rabb kita Yang Maha Suci dan Maha Tinggi NamaNya jika menetapkan suatu perkara: Malaikat pembawa Arsy akan bertasbih kemudian bertasbih penduduk langit yang di bawahnya hingga bacaan tasbih ini sampai ke penduduk langit dunia. Kemudian Malaikat yang berada di bawah pembawa Arsy bertanya kepada Malaikat Pembawa Arsy apa yang dikatakan Rabb kalian, maka para Malaikat pembawa Arsy itu menyampaikannya. Kemudian para Malaikat penduduk langit saling bertanya satu sama lain dan menyampaikan, hingga sampailah khabar itu ke penduduk langit dunia. Kemudian Jin mencuri dengar berita itu kemudian mereka menyampaikan kepada wali-wali mereka (tukang sihir dan dukun) dan mereka (Jin itu) dilempar dengan bintang. Apa yang disampaikan sesuai adanya adalah haq, namun mereka mencampurkan dan menambah kedustaan.
(H.R Muslim)
Baca bagian sebelumnya: Malaikat Makhluk yang Agung Takut dan Tunduk kepada Allah (Bagian Pertama)
Penjelasan Dalil Pertama
Penjelasan dan faidah-faidah yang bisa dipetik dari kedua hadits di atas adalah:
1. Besarnya Keagungan Allah dan Dia memiliki Malaikat-Malaikat sebagai penduduk langit. Keimanan terhadap Malaikat adalah salah satu rukun Iman.
2. Malaikat-Malaikat itu tunduk dan sangat patuh di bawah kekuasaan Allah, tidak boleh seseorang beribadah/ menyembah kepada Malaikat.
3. Menetapkan adanya Sifat Kalam (Berbicara) bagi Allah sesuai dengan Keagungan dan Kemahasempurnaan Allah, yang sama sekali tidak sama dengan makhluk apapun. Pada hadits itu dinyatakan bahwa Kalam Allah bisa didengar oleh Malaikat.
4. Agungnya Kalam Allah. Bahwa saat mendengarnya, para Malaikat penduduk langit tersungkur pingsan dan ketakutan serta sangat tunduk. Disebutkan dalam hadits riwayat Muslim bahwa mereka bertasbih. Keadaan bertasbih ini tidaklah menafikan keadaan mereka pingsan kemudian, sebagaimana atsar dari Ibnu Mas’ud di atas. Kecuali Malaikat yang Allah kehendaki untuk tetap mendengar Firman Allah itu, namun tetap mereka menyimaknya dalam keadaan tunduk dan takut. Wallaahu A’lam.
Jika para Malaikat saja bisa tersungkur saat mendengar Kalam Allah, maka demikian juga seharusnya manusia bersikap tunduk, patuh, dan khidmat saat mendengar Kalam Allah (al-Quran) dibacakan.
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau seandainya al-Quran ini Kami turunkan kepada gunung, niscaya gunung itu akan takut dan terbelah karena takut kepada Allah. Demikianlah Kami buat permisalan bagi manusia agar mereka berfikir (Q.S al-Hasyr ayat 21)
وَلَوْ أَنَّ قُرْآَنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى
Kalau seandainya ada suatu Kitab yang dibaca, yang dengannya bisa menyebabkan gunung berpindah dari tempatnya, atau bumi terbelah, atau mayat dihidupkan dan diajak bicara, (maka itulah al-Quran)… (Q.S arRa’d ayat 31)
5. Pengaruh suara yang terdengar mirip dengan pengaruh yang didengar telinga saat rantai besi diseret di atas bebatuan licin. Jika disebut hadits dengan penyerupaan itu, bukanlah artinya menyerupakan suara Allah dengan suara diseretnya rantai besi di atas bebatuan licin, tapi menyerupakan pengaruh yang diterima oleh pendengar. Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam al-Qoulul Mufiid.
6. Adanya Malaikat Pembawa ‘Arsy.
Disebutkan dalam suatu hadits tentang salah satu Malaikat yang memikul ‘Arsy adalah makhluk yang sangat besar. Jarak antara cuping telinga dengan pundaknya adalah sejauh perjalanan 700 tahun.
أُذِنَ لِي أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ إِنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِ مِائَةِ عَامٍ
Aku diijinkan untuk menceritakan tentang salah satu Malaikat Allah pembawa ‘Arsy. Sesungguhnya (jarak) antara cuping telinganya dan pundaknya sejauh perjalanan 700 tahun (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)
Perjalanan 700 tahun itu adalah perjalanan berkuda dengan kuda yang larinya cepat, menurut penjelasan al-Munawi dalam Faidhul Qodiir (1/586).
7. Duduknya Nabi bersama para Sahabat mengandung faidah-faidah ilmiyyah dalam majelis itu. Tidak jarang dalam majelis itu Nabi meluruskan pemahaman yang keliru dari para Sahabatnya. Seperti keyakinan di masa Jahiliyyah bahwa adanya bintang jatuh berarti kelahiran atau kematian tokoh besar.
8. ‘Bintang jatuh’ sebenarnya adalah pelemparan terhadap Syaithan yang mencuri dengar berita langit.
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ
Dan sungguh telah Kami hiasi langit dunia dengan lampu-lampu (bintang) dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai pelempar Syaithan-syaithan (Q.S al-Mulk ayat 5)
9. Kadangkala dukun atau tukang sihir benar dalam menyampaikan sesuatu, yang itu adalah hasil mencuri berita langit yang dilakukan oleh Syaithan, kemudian secara berantai info itu disampaikan kepada dukun dan tukang sihir itu. Tapi satu info yang benar itu ditambahi dengan sekian banyak kedustaan.
10. Hati manusia sangat lemah, mudah terpengaruh. Sekian banyak kebatilan disampaikan, dan hanya satu yang benar, namun satu yang benar itu dijadikan patokan dan melupakan kebatilan-kebatilan yang lain. Sebagaimana yang seorang yang mendatangi dukun, dukun itu mendapat info satu hal yang benar dari hasil mencuri berita langit yang dilakukan Syaithan, itu yang benar-benar dipercaya seseorang. Ia melupakan kedustaan-kedustaan lain yang diucapkan oleh dukun itu.
Demikian juga ilmu Dien, harus diambil dari orang-orang berilmu yang telah jelas selamat manhajnya. Tidak sembarangan diambil dari setiap orang. Tidak bisa seorang muslim dibiarkan untuk membaca semua referensi atau mendengar penjelasan pada setiap orang sehingga dijadikan ilmu dan pedoman dalam berbuat.
Muhammad bin Sirin –salah seorang Ulama di kalangan Tabi’in – menyatakan:
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
Sesungguhnya ilmu ini (hadits/ ilmu yang syar’i) adalah Dien, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian (disebutkan oleh Muslim dalam Shahihnya)
adz-Dzahabiy menyatakan:
أَكْثَرُ أَئِمَّةِ السَّلَفِ عَلَى هَذَا التَّحْذِيْرِ، يَرَوْنَ أَنَّ الْقُلُوْبَ ضَعِيْفَةٌ، وَالشُّبَهَ خَطَّافَةٌ
Mayoritas Imam (dari kalangan Salaf) memperingatkan (umat) dengan tahdzir ini. Mereka berpandangan bahwa hati (manusia) lemah sedangkan syubhat datang menyambar-nyambar (Siyaar A’laamin Nubalaa’ (7/261)).
Oleh:
Abu Utsman Kharisman