Ketentuan dan Adab Bergurau atau Bercanda
1. Bergurau Hanya Saat Dibutuhkan, Tidak Sering atau Menjadi Mayoritas Isi Kehidupannya
وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Janganlah engkau banyak tertawa karena sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati
(H.R atTirmidzi, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Tujuan bergurau yang baik sebenarnya adalah untuk semakin merekatkan hubungan persaudaraan dengan sesama muslim, melapangkan dada, dan memasukkan kegembiraan ke hati mereka. Bergurau mestinya dilakukan dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang sesuai. Dilakukan jika dibutuhkan saja. Jangan sampai menjadi mayoritas isi kehidupan seseorang.
2. Tidak Menjadikan Allah, al-Quran, Rasulullah, dan ajaran Dienul Islam sebagai Bahan Candaan
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ…(66)
Jika kalian bertanya kepada mereka, sungguh mereka akan berkata: Sesungguhnya kami hanyalah berbincang-bincang dan bermain-main. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Janganlah kalian mohon maaf. Sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian…
(Q.S atTaubah ayat 65-66)
Memperolok-olok Nama-Nama, dan Sifat-Sifat Allah, ajaran Islam, pahala, atau adzab yang diancamkan terkait suatu amalan tertentu adalah kekufuran.
Tidak boleh juga bergurau dengan isi gurauan yang mengandung dosa atau memutuskan silaturrahmi.
Ibnu Hibban rahimahullah menyatakan: “Candaan/ gurauan yang terpuji adalah yang tidak mengandung sesuatu yang dibenci Allah Azza Wa Jalla dan tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturrahmi” (Roudhotul ‘Uqolaa’ wa Nuzhatul Fudholaa’ (1/77)).
3. Tidak Ghibah terhadap Saudaranya Sesama Muslim
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
...dan janganlah sebagian kalian ghibah terhadap sebagian yang lain. Maukah kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentu itu suatu yang hal kalian benci. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(Q.S al-Hujuraat ayat 12)
Ghibah adalah menyebutkan tentang keadaan saudara kita sesama muslim yang jika dia mendengar atau mengetahuinya, ia tidak akan suka. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadits riwayat Muslim.
Baca Juga:
4. Tidak Mengejek atau Mencela (Menjelek-jelekkan) Saudaranya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Bisa jadi yang diejek lebih baik dari mereka. Janganlah pula kaum wanita mengejek wanita lain. Bisa jadi (yang diejek) lebih baik dari mereka. Janganlah saling menjelek-jelekkan diri kalian. Jangan pula memberi gelar yang buruk satu sama lain. Seburuk-buruk nama adalah ‘fasiq’ setelah keimanan (kalian menjadi fasiq karena saling menjelek-jelekkan padahal kalian telah beriman, pent) . Barangsiapa yang tidak bertaubat (dari perbuatan-perbuatan dosa itu) maka mereka adalah orang-orang yang dzhalim.
(Q.S al-Hujuraat ayat 11)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya (mengangkat senjata untuk menyerangnya) adalah kekufuran
(Muttafaqun alaih, dari Ibnu Mas’ud)
5. Tidak Berdusta dalam Gurauan tersebut
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا قَالَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Mereka (para Sahabat) berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda juga bersenda gurau dengan kami? Nabi bersabda: (Ya, namun) Sesungguhnya tidaklah aku berkata (meski bergurau, pent) kecuali kebenaran.
(H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengancam dengan kecelakaan, sampai 3 kali, bagi orang yang bercerita dusta dengan tujuan membuat tertawa orang lain.
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celaka bagi orang yang bercerita dengan berdusta untuk membuat suatu kaum tertawa. Celaka, sungguh celaka baginya
(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Sebaliknya, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menjanjikan rumah di surga bagi orang yang tidak berdusta meski hanya bercabda.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Dari Abu Umamah –semoga Allah meridhainya ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Aku menjamin sebuah rumah (istana) di tepian Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meski ia benar. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bergurau. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di bagian paling tinggi di Surga bagi orang yang baik akhlaknya.
(H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Baca Juga: Menjauhi Perbuatan Dusta
6. Tidak Menertawakan Saudaranya yang Terkena Musibah
عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ دَخَلَ شَبَابٌ مِنْ قُرَيْشٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِىَ بِمِنًى وَهُمْ يَضْحَكُونَ فَقَالَتْ مَا يُضْحِكُكُمْ قَالُوا فُلاَنٌ خَرَّ عَلَى طُنُبِ فُسْطَاطٍ فَكَادَتْ عُنُقُهُ أَوْ عَيْنُهُ أَنْ تَذْهَبَ. فَقَالَتْ لاَ تَضْحَكُوا فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ
Dari al-Aswad ia berkata: Para pemuda Quraisy masuk ke tempat Aisyah pada saat beliau berada di Mina. Mereka (para pemuda itu) tertawa. Aisyah berkata: Apa yang membuat kalian tertawa? Mereka berkata: Fulaan jatuh menimpa tali kemah hingga leher atau matanya hampir lepas. Aisyah berkata: Janganlah kalian tertawa. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah ada seorang muslim yang tertusuk duri atau yang lebih besar dari itu kecuali akan ditulis untuknya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan.
(H.R Muslim)
Nabi juga melarang menertawakan kentut. Jika ada seseorang yang kentut (tanpa sengaja), jangan ditertawakan. Karena hal itu juga bisa menimpa kita. Suatu hal yang manusiawi, normal terjadi.
ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنَ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ
Kemudian Nabi menasihati mereka karena menertawakan (suara) kentut. Beliau bersabda: Mengapa salah seseorang menertawakan sesuatu yang (bisa) juga dilakukan olehnya?!
(Muttafaqun alaih, dari Abdullah bin Zam’ah)
7. Tidak Bergurau dengan Menakut-nakuti Saudaranya atau Menyembunyikan Miliknya
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Dari Abdurrahman bin Abi Lailaa ia berkata: telah menceritakan kepada kami para Sahabat Muhammad shollallahu alaihi wasallam bahwasanya mereka pernah berjalan (safar) bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kemudian tidurlah seorang laki-laki. Kemudian sebagian dari mereka pergi mengambil tali yang ada pada orang yang tidur tadi. Kemudian (setelah bangun) orang yang tidur itu merasa terkejut (takut). Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim (yang lain).
(H.R Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dan Syaikh Muqbil)
Dalam hadits yang lain disebutkan:
لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا
Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian mengambil barang (menyembunyikan) saudaranya secara main-main atau sungguhan
(H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Baca Juga: Tiga Etika Dasar Pergaulan
8. Tidak Bergurau dalam Urusan Akad Nikah, Thalaq, dan Rujuk
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Ada 3 hal yang jika seorang bersungguh-sungguh, terhitung sebagai suatu yang sungguh-sungguh. Jika ia main-main (bergurau), terhitung sungguh-sungguh, yaitu nikah, thalaq, dan rujuk.
(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Suatu akad nikah yang terpenuhi syarat-syaratnya, meskipun mereka yang terlibat di dalamnya mengatakan: “kami hanya bergurau”, akad nikah itu terhitung sah.
Seorang suami yang menyatakan talak kepada istrinya, kemudian ia tertawa dan mengatakan: “aku tadi hanya bergurau”, telah jatuh talak untuk istrinya.
Hal-hal semacam ini tidak boleh dijadikan bahan gurauan.
Penulis:
Abu Utsman Kharisman