Bab Kesebelas: Larangan Menyembelih untuk Allah di Tempat Disembelihnya Kurban untuk Selain Allah (bagian pertama)
SERIAL KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-42)
Pendahuluan
Jika pada bab sebelumnya terdapat penjelasan bahwa menyembelih untuk selain Allah adalah kesyirikan, lalu bagaimana jika penyembelihannya untuk Allah tapi dilakukan di tempat yang biasa digunakan untuk menyembelih bagi selain Allah dan menjadi syiar kesyirikan? Pada bab ini akan dijelaskan bahwa hal itu terlarang.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam dilarang menyerupai perbuatan orang-orang Jahiliyyah/ Musyrik. Tidak boleh melakukan suatu perbuatan ibadah yang secara dzhahir sama di tempat yang sebelumnya telah dipakai untuk syiar-syiar kesyirikan atau kekufuran.
Baca bagian sebelumnya: Bab Kesepuluh: Kesyirikan Menyembelih untuk Selain Allah (bagian keempat)
Dalil Pertama
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107) لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108)
Dan orang-orang yang menjadikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan, kekafiran, dan memecah belah antar kaum mu’minin, serta sebagai tempat pengintaian bagi pihak yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sebelumnya, dan sungguh-sungguh dia bersumpah : Tidaklah kami menginginkan kecuali kebaikan. Dan Allah mempersaksikan bahwa sesungguhnya mereka sungguh-sungguh berdusta. Janganlah menegakkan sholat di masjid itu selama-lamanya. Sungguh masjid yang dibangun di atas ketakwaan sejak awal mula pembangunannya lebih berhak untuk ditegakkan sholat padanya. Di dalamnya terdapat para lelaki yang suka mensucikan dirinya. Dan Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya.
(Q.S atTaubah ayat 108)
Penjelasan Dalil Pertama
Sebab turunnya ayat ini menurut penjelasan Ulama tafsir adalah:
Ada seorang yang bernama Abu ‘Aamir ar-Raahib yang di masa Jahiliyyah sudah menganut agama Nashara. Ia tinggal di Madinah dan memiliki pengaruh kuat terhadap kabilah Khazraj di Madinah. Saat Nabi hijrah ke Madinah ia tidak terpengaruh, tetap dalam kekafirannya. Bahkan saat syiar-syiar Islam semakin nampak dan berkembang di Madinah, ia merasa tidak senang dan timbul hasad. Ia kemudian lari ke Makkah untuk menggalang kekuatan bersama orang-orang Quraisy yang memusuhi Nabi. Sebelum ia lari ke Makkah, Nabi sudah mendakwahinya dan membacakan ayat-ayat al-Quran tapi ia tetap tidak mau tunduk pada kebenaran.
Pada saat perang Uhud, Abu ‘Aamir ini yang menggali lubang/ parit dan menutupinya hingga Rasulullah shollallahu alaihi wasallam terperosok ke dalamnya dan terluka.
Setelah perang Uhud, ia pergi ke Hiraqla penguasa Romawi untuk meminta bantuan. Ia mendapat dukungan dari Hiraqla untuk memerangi Rasulullah. Maka ia mengirim surat kepada kaum munafik di Madinah yang mendukungnya bahwa akan datang pasukan yang memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Namun dibutuhkan adanya tempat untuk mobilisasi pasukan yang datang ke sana, sekaligus sebagai tempat pengintaian kekuatan kaum muslimin.
Para munafik di Madinah itu kemudian membangun masjid untuk mengelabui kaum muslimin akan rencana busuk tersebut. Masjid itu dibangun dekat dengan masjid Quba’. Saat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam akan berangkat ke perang Tabuk, masjid mereka itu sudah rampung dibangun. Kemudian kaum munafik itu datang kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam meminta agar Nabi bersedia sholat di masjid yang mereka bangun itu dan mendoakan keberkahan untuk masjid itu. Mereka menyatakan bahwa niat mereka membangun masjid itu adalah untuk tujuan kebaikan, agar orang-orang yang lemah, yang tidak bisa datang ke masjid Quba’, saat cuaca dingin, bisa datang ke masjid mereka tersebut.
Karena Nabi sedang sibuk untuk persiapan berangkat menuju perang Tabuk, maka beliau menjanjikan InsyaAllah sepulang dari Tabuk akan ke masjid tersebut. Sepulang dari Tabuk, dalam perjalanan pulang menuju Madinah, datang wahyu dari Allah tentang masjid ‘dhirar’ tersebut, maka Nabi kemudian mengutus Sahabatnya untuk menghancurkan masjid tersebut.
(disarikan dari penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya)
Artikel penting lainnya: Kisah Zaid bin Arqom dan Ucapan Buruk Kaum Munafik
Dalam ayat ini Allah melarang Nabi shollallahu alaihi wasallam untuk sholat di masjid ‘dhirar’ tersebut selama-lamanya karena masjid itu dibangun di atas kekufuran, dan untuk memecah belah kaum muslimin agar jamaah yang ke masjid Quba’ berkurang, serta sebagai tempat pengintaian bagi pasukan yang akan memerangi Allah dan RasulNya. Disebut masjid ‘dhirar’ karena tujuan pembangunannya adalah untuk memberikan kemudharatan bagi kaum muslimin.
Karena masjid itu dibangun tidak di atas taqwa dan keimanan, tapi kekufuran, maka tidak diperbolehkan sholat di masjid tersebut, meski niat sholatnya adalah ikhlas karena Allah. Demikian juga seseorang tidak diperbolehkan berkurban (menyembelih binatang dalam rangka ibadah) – meski niatnya hanya untuk Allah – di tempat yang dibangun di atas kesyirikan yang di sana telah dilakukan pelaksanaan berkurban untuk selain Allah.
Meski orang-orang munafik itu bersumpah bahwa tujuan mereka adalah kebaikan, namun Allah membongkar rencana busuk mereka. Allah mempersaksikan bahwa mereka sungguh-sungguh berdusta.
Allah melarang NabiNya untuk sholat di masjid ‘dhirar’ itu selama-lamanya. Allah menyatakan bahwa masjid yang dibangun di atas ketaqwaan adalah tempat yang berhak untuk dipakai sholat, bukan masjid yang dibangun di atas kekufuran. Masjid yang dibangun di atas ketaqwaan itu adalah masjid Quba’. Pada masjid Quba’ itu terdapat orang-orang yang suka bersuci, yaitu para Sahabat Nabi yang ketika buang air kecil atau buang air besar beristinja’ menggunakan air. Allah mencintai orang-orang yang suka mensucikan dirinya.
Penulis:
Abu Utsman Kharisman