Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

AlQuran adalah ucapan Allah. Kitab yang paling mulia. Allah menjanjikan berbagai keutamaan bagi orang-orang yang membacanya. Demikian pula Rasulullah ﷺ menjelaskan berbagai keutamaan membaca alQuran dalam banyak haditsnya. Berbagai keutamaan yang sudah tidak asing lagi bagi kita.

Namun tujuan utama diturunkannya alQuran ialah agar manusia mampu mengambil manfaat darinya lebih dari sekedar membaca saja. alQuran harus ditelaah makna-makna yang terkandung di dalamnya. Seluruh berita alQuran wajib dibenarkan. Berbagai perintah yang ada wajib dilaksanakan dan larangannya haruslah ditinggalkan. Allah berfirman:

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ ٢٩

(Al-Quran ialah) sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh dengan keberkahan supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mendapat peringatan darinya. (QS. Shod ayat 29)

Para salaf, pendahulu kita yang shalih adalah teladan dalam hal ini. Para sahabat, orang-orang yang hidup di masa turunnya alQuran telah meneladankan sikap yang terbaik. Dalam mempelajari alQuran, mereka tidaklah sekedar membaca, namun mereka pelajari makna yang terkandung pada ayat yang dibaca serta berusaha mengamalkannya.

Abu Abdirrahman as-Sulami rahimahullah mengisahkan:

حدثنا الذين كانوا يُقْرِئُوننا القرآن : عثمان بن عفان وعبد الله بن مسعود وغيرهما أنهم كانوا إذا تعلموا من النبي ﷺ عشر آيات لم يتجاوزوها حتى يتعلموها وما فيها من العلم والعمل , قالوا : فتعلمنا القرآن والعلم والعمل جميعا

Orang-orang yang mengajari kami alQuran; Utsman bin Affan, Abdullah bin Masud, dan selain beliau berdua radhiyallahu anhum menyampaikan kepada kami, bahwa dahulu mereka mempelajari alQuran dari Nabi ﷺ sebanyak sepuluh ayat. Mereka tidak akan melampauinya sampai berhasil mempelajari kandungannya secara ilmu dan prakteknya. Mereka menyatakan: maka kami pun mempelajari alQuran, kandungan ilmunya, dan prakteknya secara bersamaan. (Diriwayatkan oleh athThobari dalam tafsirnya dan dishahihkan oleh asySyaikh Ahmad Syakir rahimahullah)


artikel terkait:

Jika Hati Kita Bersih, Tidak Akan Kenyang Dengan Bacaan AlQuran

Abu Musa Al-Asy’ariy: Suara Indah Dalam Lantunan AlQuran

Mengkhatamkan AlQuran Setiap Pekan itu Sudah Ringan Sekali Bagi Mereka


Sekedar membaca alQuran tanpa tadabbur dan amal tidaklah menjamin hidayah bagi seseorang. Semahir apapun ia membacanya, bahkan meski ia adalah seorang muqri’, pengajar yang mengajarkan cara membaca alQuran yang baik dan benar kepada orang lain. Tolak ukur kebahagiaan dan kesengsaraan adalah sejauh mana manfaat yang ia dapatkan dari alQuran yang ia baca. Jika ia malah berpaling dari berbagai peringatan yang ada di dalamnya, ia terjatuh dalam kesesatan dan hukuman Allah siap menunggunya di akhirat kelak. Allah subhanahu wata’ala mengingatkan:

فَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى ١٢٣ وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ١٢٤ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْٓ اَعْمٰى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا ١٢٥ قَالَ كَذٰلِكَ اَتَتْكَ اٰيٰتُنَا فَنَسِيْتَهَاۚ وَكَذٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسٰى ١٢٦ وَكَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ اَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْۢ بِاٰيٰتِ رَبِّهٖۗ وَلَعَذَابُ الْاٰخِرَةِ اَشَدُّ وَاَبْقٰى ١٢٧

Apabila datang kepadamu petunjuk-Ku, (ketahuilah bahwa) barangsiapa yang mengikuti petunjuk tersebut, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan membangkitaknnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, wahai Rabbku, mengapa Engkau membangkitkanku dalam keadaan buta padahal sungguh dahulu aku dapat melihat?  (Allah) berfirman, seperti itulah (balasanmu). (Dahulu) telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau mengabaikannya. Begitu (pula) pada hari ini engkau diabaikan. Demikianlah Kami membalas orang yang bersikap melampaui batas dan tidak beriman pada ayat-ayat Rabbnya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. (QS. Thaha ayat 123-127)

Sebuah balasan yang setimpal! Allah balas dia sesuai dengan apa yang dia perbuat di dunia dan Allah campakkan dia sebagaimana dia dahulu telah mencampakkan alQuran yang dia baca. Alih-alih mengharap syafaat dari alQuran yang ia baca sebagaimana janji dari Rasul yang mulia, namun alQuran malah balik menghujatnya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian yang perlu diingatkan pula, jangan sampai setan membuat kita terlena dengan banyaknya yang telah kita baca dan hafal dari alQuran. Setan berusaha membuat kita terperdaya sehingga kita melupakan tujuan utama diturunkannya alQuran. Bacalah alQuran dengan penuh penghayatan dan tadabbur. Pelajari tafsir dan makna-maknanya. Amalkan kandungannya dan pegangteguhlah alQuran dengan erat, agar kita tidak tersesat.

Dengarkan wasiat Rasulullah ﷺ saat haji wada’ ketika beliau bersabda:

إن الشيطان قد يئس أن يُعْبَد في أرضكم ولكن رضي أن يُطَاع فيما سوى ذلك مما تُحاقرون من أعمالكم فاحذروا، إني تركت فيكم ما إن تمسكتم به فلن تضلوا أبدا: كتاب الله وسنة نبيه

Sesungguhnya setan telah menyerah (dari usahanya) agar diibadahi di negeri kalian. Namun ia senang untuk ditaati pada hal-hal selain itu dari amalan-amalan yang kalian anggap remeh. Maka berhati-hatilah kalian! Sungguh aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegangteguh dengannya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya; yaitu kitabullah dan sunnah Nabi-Nya. (Hadits riwayat al-Hakim dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani)

Jika hati kita tiada tersentuh dengan bacaan alQuran, jiwa kita tidak terenyuh saat membacanya, dan bahkan cenderung abai terhadap yang didengar maupun dibaca; itu sebuah pertanda bahwa hati kita telah mengeras. Sebongkah gunung yang begitu kokoh dan kuat akan hancur jikasaja alQuran diturunkan kepadanya, akankah berarti hati kita lebih keras dari gunung itu sehingga bebal dari pengaruh bacaan alQuran?!

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا ٢٤

Tidakkah mereka mentadabburi alQuran ataukah hati mereka sudah terkunci?! (QS. Muhammad ayat 24)

Sebuah pengajaran disampaikan oleh al-‘Allamah Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah dalam kitabnya, al-Fawaaid (juz 1 hal.3), agar kita mampu mengambil manfaat dari peringatan yang terdapat dalam alQuran:

إذا أردت الانتفاع بالقرآن فاجمع قلبك عند تلاوته وسماعِه وألق سمعك واحضر حضور من يخاطبه به مَن تكلم به سبحانه منه إليه فإنه خاطب منه لك على لسان رسوله قال تعالى: اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِمَنْ كَانَ لَهٗ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ ٣٧

Jika engkau ingin mendapatkan manfaat dari alQuran, maka hadirkan segenap kalbumu saat membaca maupun mendengarkannya. Fokuskan pula pendengaranmu. Lalu rasakan seakan-akan engkau sedang dalam posisi berbincang dengan Allah subhanahu wata’ala. Karena Dia tengah mengajakmu bicara dengan alQuran tersebut melalui lisan Rasul-Nya. Allah berfirman: ”Sesungguhnya pada (peristiwa-peristiwa yang dikisahkan dalam alQuran) itu mengandung peringatan bagi orang yang memiliki kalbu yang mampu mencerna, memfokuskan pendengarannya, serta menghadirkan kalbunya tersebut.” (Surah Qof: 37)

Selama kesempatan masih terpampang, gunakan sebaik mungkin. Baca dan hafalkan alQuran dengan baik dan penuh tadabbur. Jaga pula batasan-batasan Allah padanya agar kita tidak melanggarnya. Sebab, pantang bagi kita termasuk orang-orang yang Rasul keluhkan sebagaimana Allah nukilkan dalam surah al-Furqon ayat ke-30:

وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا ٣٠

Dan Rasul berkata: ‘duhai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan alQuran ini sebagai sesuatu yang mahjur (ditinggalkan)’.

Mereka meng- hajr alQuran; enggan mentadabburinya dan menjadikannya sebagai tuntunan dalam beramal. Atau bahkan lebih dari itu kukuh di atas sikap berpaling dan enggan mengimaninya.

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai hamba-hambaNya yang mampu bermuamalah dengan alQuran sebagaimana mestinya dan menggolongkan kita termasuk mereka yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dengan sebab alQuran yang mereka baca.

Sumber:
Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab Majalis Syahr Ramadhan (majlis ke-12) dengan berbagai perubahan dan penambahan oleh Abu Dzayyal Muhammad Wafi.

Tinggalkan Balasan