Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Berpuasa dari Ucapan dan Perbuatan yang Diharamkan

KAJIAN KITABUS SHIYAAM MIN BULUGHIL MARAM (Bag ke-10)

Hadits no 663

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ, وَالْجَهْلَ, فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَهُ

Dan dari beliau (Abu Hurairah), beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatannya, maupun kebodohan (sikap permusuhan atau kedzhaliman), maka Allah tidaklah memerlukan dia meninggalkan makan dan minumnya. Hadits riwayat al-Bukhari dan Abu Dawud, lafadz sesuai riwayat Abu Dawud.

Penjelasan:

Qouluz Zuur diartikan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar sebagai kedustaan. Sedangkan al-Qooriy mengartikannya sebagai kebatilan (Tuhfatul Ahwadzi karya al-Mubarokfuriy (3/320)).

Syaikh Abdullah al-Bassam menjelaskan bahwa hal itu mencakup ucapan haram seperti dusta, ghibah, mengadudomba, bersaksi palsu, mencela, mengumpat, dan selainnya (Taudhihul Ahkam (2/572)).

Ucapan dan perbuatan yang mengandung dosa dilarang baik saat berpuasa maupun di luar keadaan berpuasa. Namun, saat dalam kondisi berpuasa larangan itu semakin ditekankan. Sebagaimana dosa berzina semakin besar bagi orang yang sudah tua, dosa sombong semakin besar pada orang yang miskin, karena faktor pendorongnya seharusnya semakin lemah (disarikan dari Subulus Salam karya as-Shon’aaniy (2/157) – dengan sedikit penambahan).

____________________________

Artikel terkait:

Menjauhi Perbuatan Dusta

Sisi lain yang membuat perbuatan dosa semakin ditekankan untuk dijauhi orang yang berpuasa adalah karena suatu kemaksiatan akan semakin besar dosanya jika dilakukan oleh orang yang sedang beribadah. Demikian juga dosa yang dilakukan di suatu tempat atau waktu yang dimuliakan akan lebih besar dibandingkan yang dilakukan di tempat atau waktu lainnya (disarikan dari syarh Sunan Abi Dawud karya Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad(13/101)).

Wajib bagi orang yang berpuasa untuk meninggalkan seluruh ucapan dan perbuatan haram. Karena Allah Ta’ala mewajibkan puasa untuk tujuan ketakwaan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh:183)

Artinya: agar mereka bertakwa kepada Allah Azza Wa Jalla dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Allah tidaklah menghendaki dari para hamba-Nya untuk membuat mereka sempit dengan meninggalkan makan, minum, berhubungan badan. Namun Dia menghendaki agar mereka menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hingga puasa menjadi tempat belajar yang membiasakan mereka untuk meninggalkan hal-hal yang haram dan menjalankan kewajiban-kewajiban. Apabila dalam sebulan penuh seorang menjaga agamanya dengan meninggalkan hal yang haram dan melaksanakan kewajiban, hal itu diharapkan merubah jalan hidupnya (Syarh Riyadhis Shalihin karya Syaikh Ibn Utsaimin (1/1425)).

Yang dimaksud dengan tindakan atau ucapan kebodohan dalam hadits itu diartikan sebagai kezhaliman oleh Syaikh Bin Baz dalam al-Hulal al-Ibriziyyah dan diartikan sebagai tindakan permusuhan oleh Syaikh Ibn Utsaimin dalam syarh Riyadhis Sholihin.

Allah sebenarnya tidaklah memerlukan dan membutuhkan apapun maupun siapapun. Namun dinyatakan dalam hadits itu bahwa Allah tidak memerlukan orang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya jika ia melakukan perbuatan dosa menunjukkan kemurkaan Allah atas orang tersebut (disarikan dari al-Ifshoh ‘an ma’aniy as-Shihhaah karya Ibnu Hubairoh (7/321)).

Seorang yang melakukan perbuatan haram saat berpuasa tidaklah membatalkan puasanya, namun bisa mengurangi pahala atau bahkan menghilangkan pahala puasanya. Meski ia tidak harus mengganti puasa di hari lain karena tidak terhitung batal (disarikan dari Tashiilul Ilmaam karya Syaikh Sholih al-Fauzan (3/217)).

Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma berkata:

إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُك وَبَصَرُك وَلِسَانُك عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَأْثَمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْك وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً

Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan, dan lidahmu dari dusta dan dosa. Janganlah menyakiti budak. Hendaknya engkau bersikap tenang dan santun pada saat berpuasa. Jangan jadikan keadaanmu sama saja antara pada saat berpuasa dengan tidak (riwayat Ibnu Abi Syaibah no 8973).

 

Oleh: Abu Utsman Kharisman

 

Tinggalkan Balasan