Menyegerakan Berbuka Saat Matahari Tenggelam
KAJIAN KITABUS SHIYAAM MIN BULUGHIL MARAM (Bag ke-6)
Hadits no 658
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: (لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dan dari Sahl bin Sa’ad –semoga Allah meridhai keduanya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (muttafaqun alaih).
Penjelasan:
Masa berbuka puasa adalah saat matahari telah terbenam sempurna. Keseluruhan lingkaran matahari telah tenggelam.
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Jika malam datang dari arah sana (timur) dan siang menjauh dari arah sana (barat) serta matahari telah terbenam, maka berbukalah orang yang berpuasa (H.R al-Bukhari dari Umar bin al-Khoththob)
Menyegerakan berbuka puasa setelah yakin bahwa matahari benar-benar tenggelam adalah suatu hal yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan (Ulama). (Ihkaamul Ahkaam karya Ibnu Daqiiqil Ied (1/281)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa menyegerakan berbuka itu adalah termasuk perbuatan para Nabi atas perintah Allah Azza Wa Jalla:
إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا أَنْ نُعَجِّلَ إِفْطَارَنَا، وَنُؤَخِّرَ سُحُورَنَا، وَنَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِي الصَّلاَةِ
Sesungguhnya kami para Nabi diperintah untuk menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur kami, dan agar kami meletakkan (telapak) tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat (H.R atThoyaalisiy, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albaniy)
Ibnu Baththol dalam syarh Shahih al-Bukhari menyebutkan bagaimana para Sahabat Nabi benar-benar menerapkan sunnah tersebut. Mereka berbuat dan menganjurkan untuk menyegerakan berbuka (saat sudah tiba waktu berbuka).
‘Amr bin Maimun al-Awdiy rahimahullah menyatakan:
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُ سُحُورًا
Para Sahabat Muhammad ﷺ adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat (mengakhirkan) dalam bersantap sahur. (riwayat Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya)
Said bin al-Musayyib rahimahullah menyatakan:
كَانَ عُمَرُ يَكْتُبُ إلَى أُمَرَائِهِ أَنْ لاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُسوِفِينَ لِفِطْرِكُمْ
Umar menulis surat kepada para pemimpin (di bawah kekuasaannya) agar jangan kalian menunda berbuka (apabila telah tiba waktunya, pent). (riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya)
Berkebalikan dengan Sunnah Nabi tersebut, Yahudi dan Nashara justru mengakhirkan waktu berbuka mereka. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu dinyatakan:
لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Agama (Islam) akan selalu berjaya selama manusia (kaum muslimin) menyegerakan berbuka. Karena Yahudi dan Nashara mengakhirkan (berbuka puasa)(H.R Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam al-Jami’us Shahih mimma laysa fis Shahihain)
Kebaikan kaum muslimin dan kejayaan Islam itu didapatkan karena menyegerakan berbuka adalah mengikuti Sunnah Nabi, sedangkan mengakhirkannya adalah menyelisihi sunnah dan justru mengikuti perilaku Yahudi dan Nashara. Seakan-akan hadits itu merupakan isyarat bahwa akan ada di kalangan umat Islam yang melakukan perbuatan mengakhirkan berbuka puasa seperti perbuatan Yahudi, yaitu kaum Syiah yang baru berpuasa saat munculnya bintang-bintang (disarikan dari penjelasan Syaikh Sholih al-Fauzan dalam Tashiilul Ilmaam (3/211) dan penjelasan Syaikh Abdullah al-Bassam dalam Taisirul ‘Allam syarh Umdatil Ahkam (1/311)).
____________________________
baca kajian puasa sebelumnya:
Persaksian Satu Orang Muslim yang Adil Dalam Melihat Hilal Ramadhan
Hadits no 659
وَلِلتِّرْمِذِيِّ: مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: قَالَ اللَّهُ – عز وجل: أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Dalam riwayat atTirmidzi dari hadits Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau bersabda: Allah Azza Wa Jalla berfirman: Hamba yang paling Aku cintai adalah yang paling bersegera berbuka (jika telah tiba waktunya, pent).
Penjelasan:
Ada perbedaan pendapat Ulama dalam menilai hadits ini.
Pendapat pertama: hadits ini shahih atau hasan. Ini adalah pendapat atTirmidzi, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, dan Syaikh Ahmad Syakir. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy sepertinya cenderung pada pendapat ini dengan menukil hadits itu tanpa mengomentarinya dalam at-Talkhiishul Habiir. Demikian juga dengan anNawawiy rahimahullah menukilnya dalam Riyadhus Sholihin maupun al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab tanpa memberikan kritikan. Ibnul Qoyyim juga berdalil dengan hadits tersebut dalam Zaadul Ma’ad (2/36)). Syaikh Ibn Utsaimin juga cenderung pada pendapat ini.
Pendapat kedua: hadits ini lemah. Karena di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Qurroh bin Abdirrahman. Di antara yang melemahkan hadits ini adalah Syaikh al-Albaniy.
Bagaimana penilaian Ulama terhadap perawi Qurroh bin Abdirrahman? Banyak Ulama yang mengkritik (jarh) perawi ini. Al-Imam Ahmad menilai: munkarul hadits jiddan. Yahya bin Main berkata: dhoiful hadits. Abu Hatim berkata: laysa bi qowiy (tidak kuat). Abu Zur’ah menyatakan: hadits-hadits yang diriwayatkannya munkar. Penilaian para Ulama itu terangkum pada catatan Ibnu Abi Hatim dalam kitab al-Jarh wat Ta’dil (7/132)). Berbeda dengan yang lain, Ibnu Hibban menilainya tsiqoh. Al-Imam Muslim meriwayatkan hadits yang melalui jalur Qurroh ini hanya sebagai penguat, bukan sebagai jalur utama. Ibnu Hajar al-Asqolaaniy menilainya shoduq lahu manaakiir.
Wallaahu A’lam
Ditulis oleh: Abu Utsman Kharisman