Sifat Kelompok yang Selamat (Al Firqotun Najiyah)
Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzhahullah menyatakan:
Akidah kelompok yang selamat ini pernah dijelaskan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda,
سَتَفْتَرِق هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً
Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di Neraka kecuali satu.
Para Sahabat bertanya: Siapakah golongan itu? Nabi shollallahu alaihi wasallam menjawab,
مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَاِبي
Golongan yang menempuh jalan seperti jalanku dan jalan para sahabatku seperti hari ini.
(H.R atTirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr, dihasankan oleh Syaikh al-Albaniy, pent)
Dinamakan (kelompok) yang selamat karena kelompok ini selamat dari Neraka. Setiap kelompok berada di Neraka kecuali kelompok ini. Kelompok ini selamat dari Neraka. Sifat-sifatnya (di antaranya) adalah:
Pertama: Selamat
Kedua: Mereka adalah Ahlus Sunnah
Yang berpegang dengan sunnah, yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Jalan Quran dan hadits-hadits yang shahih, yang diterapkan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits (di atas): Mereka adalah golongan yang (berjalan mengikuti) seperti aku dan para Sahabatku.
Mereka tidak mengambil madzhab Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, dan kelompok-kelompok yang lainnya. Mereka hanyalah mengambil manhaj Ahlus Sunnah, berpegangteguh dengan sunnah.
Ketiga: Mereka adalah al-Jama’ah
Dinamakan al-Jama’ah karena mereka bersatu di atas kebenaran. Tidak ada perselisihan di antara mereka. Mereka tidak berselisih dalam akidah mereka. Sesungguhnya akidah mereka satu.
Meskipun mereka berselisih dalam permasalahan-permasalahan fiqh dan permasalahan-permasalahan furu’ (cabang) karena perbedaan istinbath (pengambilan hukum dari suatu dalil). Perbedaan ini tidaklah mengapa. Karena perbedaan itu terjadi karena ijtihad. Ijtihad bisa berbeda-beda. Manusia tidaklah sama dalam hal kemampuan berijtihad. Adapun dalam hal akidah, tidak boleh ada ijtihad. Harus satu akidah. Karena akidah adalah tauqifiyyah (diterima sebagaimana adanya, tanpa berijtihad).
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu. Aku adalah Rabb kalian (satu-satunya) maka beribadahlah (hanya kepada-Ku). (Q.S al-Anbiyaa’ ayat 92)
Umat ini adalah umat yang satu, tidak menerima perbedaan. Menyembah Tuhan yang satu. Dalam ayat yang lain disebutkan:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu. Aku adalah Rabb kalian, maka bertakwalah kepadaKu. Kemudian urusan mereka tercerai berai. Masing-masing kelompok merasa bangga dengan yang ada pada dirinya (Q.S al-Mu’minun ayat 52-53)
Allah mencela pihak yang berselisih. Karena perselisihan dalam hal akidah tidak diperbolehkan. Allah memerintahkan kepada mereka untuk menjadi umat yang satu, namun mereka bermaksiat dalam hal itu.
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا
Kemudian urusan mereka tercerai berai (Q.S al-Mu’minun ayat 53)
Sumber: Syarh Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab karya Syaikh Sholih al-Fauzan
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman