Ming 15 Syawal 1446AH 13-4-2025AD

Tafsir Ayat 6-8 Surah adh-Dhuha: Allah Mengingatkan Nabi Akan Nikmat-Nya Sebelumnya

Allah berfirman:

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى (8)

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu); mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu); dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan? (Q.S adh-Dhuha ayat 6-8)

Nukilan dan Intisari Penjelasan Ulama

Penafsiran terhadap ayat ke-6 surah adh-Dhuha:

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: yang demikian itu adalah karena ayah beliau meninggal pada saat beliau (Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam) masih berada dalam kandungan ibunya. Ada pula Ulama yang menyatakan bahwa meninggalnya ayah beliau setelah beliau dilahirkan. Kemudian meninggallah ibu beliau Aminah bintu Wahb ketika umur beliau masih 6 tahun. Kemudian beliau berada dalam asuhan kakeknya yaitu Abdul Muththolib hingga kakeknya itu meninggal di saat usia beliau 8 tahun. Kemudian diasuh oleh pamannya Abu Tholib. Pamannya ini terus menjaga dan menolong beliau, meninggikan kedudukan beliau, memuliakan beliau, menghalangi upaya yang menyakitkan dari kaumnya setelah Allah mengutus beliau di usia 40 tahun dari usia beliau. Padahal Abu Tholib mengikuti agama kaumnya yang menyembelah berhala. Semua itu terjadi dengan takdir Allah dan begitu baiknya pengaturan Allah hingga Abu Tholib beberapa waktu menjelang hijrah. Ketika orang-orang dungu dan bodoh Quraisy bangkit (untuk berbuat buruk pada beliau), Allah memilihkan hijrah untuk beliau dari lingkaran komunitas (orang-orang musyrik Quraisy itu) menuju negeri Anshar dari kalangan Aus dan Khazraj. Sebagaimana Allah memperjalankan sunnah-Nya secara sempurna dan paripurna. Ketika Nabi sampai kepada mereka (kaum Anshar), mereka melindungi, menolong, menjaga beliau dan berperang bersama beliau. Semoga Allah meridhai mereka seluruhnya. Semua ini (terjadi) bagain dari penjagaan, perlindungan, dan perhatian Allah terhadap beliau (Tafsir alQuranil Adzhim 8/413)

Ayat ke-7 surah adh-Dhuha semakna dengan ayat lain dalam alQuran bahwa dahulu Nabi shollallahu alaihi wasallam belum mengetahui dan belum mendapat petunjuk apakah kitab dan apakah iman itu:

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Demikianlah Kami mewahyukan kepadamu (Nabi Muhammad) rūh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami menjadikannya (Al-Qur’an) cahaya yang dengannya Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Sesungguhnya engkau benar-benar membimbing (manusia) ke jalan yang lurus (Q.S asy-Syura ayat 52)

Jadi makna dhoollaan ini adalah ketidaktahuan terhadap syariat Allah atau lalai. Demikian yang dijelaskan oleh Abul Mudzhoffar as-Sam’aaniy – salah seorang Ulama tafsir Syafiiyyah yang wafat tahun 489 H – dalam tafsirnya (6/245).

Sedangkan penafsiran ayat ke-8 surah ad-Dhuha:

Al-Imam al-Baghowy – salah seorang Ulama tafsir Syafiiyyah yang wafat tahun 510 H – menafsirkan: “dan Kami dapati engkau dalam keadaan fakir, kemudian Kami jadikan engkau kaya (berkecukupan)”. Artinya, (dahulu engkau fakir) kemudian Allah jadikan engkau kaya dengan harta Khadijah kemudian dengan harta-harta rampasan perang.

Sebenarnya Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam begitu mudah untuk mendapatkan banyak harta jika beliau mau, namun beliau begitu zuhud dengan kehidupan dunia. Beliau suka berbagi dan tidak suka menyimpan harta.

Jika Nabi mau, bisa saja Allah memperjalankan gunung-gunung emas dan perak bersama beliau:

يَا عَائِشَةُ، فَوَاللهِ لَوْ شِئْتُ لَأَجْرَى اللهُ مَعِيَ جِبَالَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ

Wahai Aisyah, demi Allah, kalau aku mau, niscaya Allah akan memperjalankan bersama aku gunung emas dan perak (H.R al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman, Ibnu Sa’ad dalam atThobaqot, dan lainnya, dinilai hasan li ghoirihi oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib)

Seandainya Nabi memiliki emas sebanyak atau sebesar gunung Uhud, beliau akan membagi-bagikannya sebagai infaq di jalan Allah. Hingga setelah berlalu hari yang ke-3, yang tersisa hanyalah dinar yang dipersiapkan untuk membayar utang.

لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا يَسُرُّنِي أَنْ لاَ يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاَثٌ، وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أَرْصُدُهُ لِدَيْن

Kalau seandainya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak suka berlalu 3 malam, masih tersisa emas itu kecuali sesuatu yang aku persiapkan untuk membayar utang (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, lafadz sesuai al-Bukhari)

مَا أُحِبُّ أَنَّ أُحُدًا ذَاكَ عِنْدِي ذَهَبٌ أَمْسَى ثَالِثَةً عِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلَّا دِينَارًا ‌أَرْصُدُهُ ‌لِدَيْنٍ، إِلَّا أَنْ أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللهِ هَكَذَا

Saya tidak suka Uhud itu menjadi emas milik saya, berlalu 3 sore, masih tersisa 1 dinar darinya. Kecuali dinar yang aku persiapkan untuk membayar utang. Hanya saja aku ingin membagikan kepada hamba-hamba Allah begini…(H.R Muslim dari Abu Dzar)

Allah karuniakan kepada Nabi kita shollallahu alaihi wasallam kekayaan hati. Al-Imam Ibnu Katsir menukil hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, namun kekayaan (hakiki) itu adalah kaya hati (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Demikian juga di dalam tafsir Ibnu Katsir dikutip hadits Nabi:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بما آتاه

Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rezeki yang cukup, serta Allah jadikan ia qonaah (merasa cukup) dengan yang diberikan kepadanya (H.R Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash)

Meskipun sebenarnya Nabi bisa saja bergelimang harta, namun beliau memilih untuk hidup sederhana. Bahkan dalam salah satu doanya, Nabi shollallahu alaihi wasallam meminta kepada Allah untuk menjadikan rezeki keluarga Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah cukup untuk makan mereka.

عَنْ ‌أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‌اللَّهُمَّ ‌اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ ‌قُوتًا

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam berdoa: Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad cukup untuk makan mereka (H.R Muslim)

Sebagian Pelajaran yang Bisa Dipetik

1. Pentingnya mengingat keadaan kita di masa dahulu untuk membangkitkan perasaan syukur kepada Allah Ta’ala dan memupus perasaan sombong.

2. Segala nikmat yang diterima Nabi adalah berasal dari Allah. Bahkan semua nikmat yang diterima makhluk apapun, semuanya dari Allah Ta’ala.

3. Semua makhluk tanpa petunjuk dan tersesat, kecuali yang Allah beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Nya. Sebagaimana juga dalam hadits Qudsi:

يَا عِبَادِي ‌كُلُّكُمْ ‌ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ

Wahai para hamba-Ku, seluruh kalian sesat, kecuali yang Aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, aku akan beri petunjuk kepada kalian (H.R Muslim)

4. Setiap makhluk fakir di hadapan Allah. Dialah Allah yang memberikan kekayaan atau kecukupan kepada para hamba-Nya.


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan